Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERANGKAT lunak itu dibuat tim sukses calon Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono saat pemilihan kepala daerah Juli tahun lalu. Wujudnya semacam mesin pencari daftar pemilih. Di kantor Tempo Februari lalu, Khofifah memperagakan perangkat itu. Hasilnya, ada ratusan orang yang menggunakan satu nomor induk kependudukan. Lazimnya nomor induk hanya dimiliki satu orang.
Khofifah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan perangkat lunak dan bukti kecurangan lain dalam pemilihan. Mahkamah mengabulkan permohonan dan memutuskan pemilihan ulang di tiga kabupaten, di Sampang, Bangkalan, serta Pamekasan, Madura. Pemilihan ulang berjalan, tapi pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf, lawan Khofifah, tetap menang.
Kecurangan dan kacaunya daftar pemilih dianggap menjadi biang kisruh pemilihan Gubernur Jawa Timur. Soal daftar pemilih itu juga menjadi sumber gugatan di sejumlah pemilihan umum daerah, seperti Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara; Kabupaten Bengkulu Selatan; serta Sragen, Jawa Tengah. Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, daftar pemilih ini juga menjadi soal hingga ke Mahkamah Konstitusi.
Persoalan daftar pemilih terjadi karena penataan sistem administrasi kependudukan tidak maksimal. Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Ganjar Pranowo mengatakan sistem administrasi kependudukan yang mengarah pada penomoran tunggal bisa membuat pemilu lebih baik. ”Target 2011 mesti dikejar,” ujarnya.
Komisi Pemerintahan akan melakukan verifikasi dan evaluasi pelaksanaan sistem administrasi kependudukan itu mulai masa sidang pertama tahun depan. Tuntutan membuat penomoran identitas tunggal memang mendesak. Tahun depan, Komisi Pemilihan Umum akan menggelar 243 pemilihan di sejumlah daerah di Indonesia. ”Akan kami kawal terus hingga realisasi,” kata Ganjar.
Pemerintah sedianya menggagas Sistem Informasi Administrasi Kependudukan sejak 2003. Sistem ini mengintegrasikan data di tingkat rukun tetangga/rukun warga, kelurahan, kecamatan, pendaftaran penduduk, serta catatan sipil. Data yang sudah terintegrasi itu mengarah pada penerapan konsep penomoran tunggal (single identity number—SIN) bagi setiap penduduk.
Konsep penomoran tunggal mengacu pada Ketetapan MPR Nomor VI/2002 tentang rekomendasi untuk menciptakan sistem pengenal tunggal dan terpadu bagi semua penduduk Indonesia. Sistem penomoran tunggal juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan. Berdasarkan undang-undang itu, sistem penomoran harus selesai pada 2011.
Identitas tunggal itu sudah dipakai di sejumlah negara. Kartu penduduk di Malaysia bahkan bisa berfungsi sebagai kartu pintar sejak 2001. Setiap penduduk di atas 12 tahun mendapat kartu pintar, MyKad. Sedangkan kartu bagi penduduk di bawah 12 tahun bernama MyKid.
Kartu itu memiliki chip yang bisa menyimpan berbagai data, seperti identitas diri, data biometrik berupa sidik jari, identifikasi mata, data surat izin mengemudi, catatan medis, paspor, serta fitur tambahan seperti kartu belanja.
Proyek pengembangan MyKad menghabiskan dana RM 276 juta atau sekitar Rp 772 miliar. Proyek ini ditangani lima instansi pemerintahan Malaysia, yaitu Jabatan Pendaftaran Negara, Jabatan Pengangkutan Jalan, Polis Diraja Malaysia, Kementerian Kesehatan, dan Jabatan Keimigrasian.
Di Indonesia, setiap penduduk memiliki setumpuk surat identitas. Ada lebih dari 20 jenis identitas, seperti kartu penduduk, akta kelahiran, surat izin mengemudi, paspor, jaminan asuransi, dan izin usaha. Surat identitas juga dikelola instansi yang berbeda, yang memiliki basis data terpisah.
Identitas segunung itu belum lagi ditambah kartu penduduk dobel. Di Tangerang Selatan, misalnya, hingga pekan lalu lebih dari 4.000 dari 1,1 juta penduduknya memiliki kartu penduduk ganda. ”Kebanyakan warga memiliki KTP Jakarta,” kata Zainal Aminin, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang Selatan, kepada Joniansyah dari Tempo.
SISTEM penomoran tunggal termasuk dalam program lima tahun Departemen Dalam Negeri. Pemerintah sudah mengeluarkan dana lebih dari Rp 800 miliar untuk membangun Sistem Informasi Administrasi Kependudukan. Seusai pelantikan kabinet Oktober lalu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan sistem ini diharapkan selesai pada 2011. ”Harus sudah kelar karena akan menghadapi pemilihan kepala daerah dan pemilu,” kata Gamawan.
Bekas Gubernur Sumatera Barat itu mengatakan pelaksanaan penomoran identitas tunggal—mulai penataan sistem hingga penerbitan kartu penduduk elektronik—memerlukan anggaran Rp 6,9 triliun. Dana itu dipakai untuk membuat penomoran 170 juta penduduk di Indonesia.
Menurutnya, pemerintah sedang mencari alternatif memangkas biaya itu. Sistem penomoran bisa dibuat dengan dana Rp 2,5 triliun dengan meniadakan fitur biometrik untuk mendeteksi sidik jari. Departemen Dalam Negeri menggodok proyek nomor tunggal ini bersama lembaga lain, seperti Badan Pusat Statistik, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, serta Departemen Komunikasi dan Informatika.
Dalam rapat kerja Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu tiga pekan lalu, Gamawan mengatakan pemerintah sudah menyiapkan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan ini di 320 kabupaten/kota. Sisanya, di 177 kabupaten/kota, akan selesai pada 2011. ”Pembuatan nomor induk kependudukan mestinya bukan masalah lagi,” ujar Gamawan.
Pemerintah menjalankan proyek percontohan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Padang, Makassar, Yogyakarta, Denpasar, Cirebon, dan Jembrana. Awal November ini, pemerintah DKI Jakarta melakukan uji coba pemakaian kartu di Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara; Grogol Petamburan, Jakarta Barat; Menteng, Jakarta Pusat; Duren Sawit, Jakarta Timur; dan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Dengan kartu elektronik itu, semua data tersambung ke gudang data terpadu di Departemen Dalam Negeri. Nomor dalam kartu akan sama dengan identitas lain seperti paspor atau surat izin mengemudi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo