Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP) Komaruddin Watubun menyebut tudingan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY ihwal ketidaknetralan oknum lembaga negara dalam pemilu berlebihan. Politikus PDIP ini mengatakan SBY sedang berlaku seolah-olah menjadi korban atau playing victim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Era politik melodramatik SBY itu sudah berakhir dan ketinggalan zaman. Rakyat sudah tahu 'politik agar dikasihani' model SBY tersebut," katanya melalui keterangan tertulis pada Ahad, 24 Juni 2018.
Baca: SBY Beberkan BIN, TNI, Polisi Tidak Netral dalam Pemilu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, SBY menyebut Badan Intelijen Negara (BIN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tidak netral dalam menghadapi pemilihan umum atau pemilu. Dia mengungkit pilkada DKI Jakarta 2017.
Calon wakil gubernur yang diusung Partai Demokrat, Sylviana Murni, berkali-kali dipanggil kepolisian untuk diperiksa terkait dengan dugaan korupsi dalam pengelolaan dana bantuan sosial pemerintah DKI Jakarta di Kwarda Pramuka DKI tahun anggaran 2014 dan 2015. Suami Sylviana, Gde Sardjana, juga beberapa kali diperiksa kepolisian terkait dengan aliran dana ke terduga pelaku makar.
SBY menyebut pemanggilan itu janggal. Dia juga mengungkit saat namanya disebut mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Antasari Azhar, sebagai dalang yang membuat Antasari dipenjara.
Baca juga: SBY Sebut M. Iriawan Geledah Rumah Deddy Mizwar
Komaruddin balik mempertanyakan pernyataan SBY itu. Dia menyoal kasus yang menjerat Antasari saat tengah mengusut dugaan korupsi pengadaan alat teknologi informasi di Komisi Pemilihan Umum saat pemilu legislatif 2009. Komaruddin juga menyebut SBY memberikan iming-iming jabatan pengurus teras partai kepada komisioner KPU, Anas Urbaningrum, dan Andi Nurpati.
Tak hanya itu, Komaruddin melontarkan sejumlah serangan lain, seperti manipulasi daftar pemilih tetap pemilu 2009, penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui dana bantuan sosial untuk keperluan pemilu, serta penggunaan intelijen dalam pilpres 2004 dan 2009. "SBY-lah yang justru telah menggunakan alat-alat negara agar tidak netral," ujar Komaruddin.
Komaruddin pun meminta SBY tak menyamakan pemerintahan era dirinya dan Joko Widodo saat ini. Menurut Komaruddin, PDIP tentu sudah menang dalam pilkada lalu jika memang menggunakan aparat negara.
Komaruddin pun menyebut serangan ke pemerintahan Jokowi menunjukkan SBY tak memikirkan kepentingan bangsa dan negara, melainkan partai dan keluarganya. "Lebih pada persoalan bagaimana AHY dan Ibas, yang diklaimnya sebagai keturunan Majapahit. Lalu, begitu jago yang diusung di pilkada elektabilitas rendah, tiba-tiba salahkan penggunaan alat-alat negara," ucapnya.
Komaruddin menuturkan SBY sebaiknya buka-bukaan perihal apa yang terjadi dalam pilpres 2004 dan 2009 ketimbang terus menyalahkan Jokowi dan aparat negara.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | ANWAR SISWADI