Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sebelum Warga Marunda Ajukan Gugatan  

Forum Masyarakat Rusunawa Marunda, DPRD Jakarta, serta KPAI tengah mendorong Pemerintah Provinsi Jakarta dan pemerintah pusat menyelesaikan kasus pencemaran debu batu bara dari Pelabuhan Marunda. Para warga pun akan mendapat dukungan jika harus menempuh jalur hukum.

14 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Warga Rusunawa Marunda akan menggelar unjuk rasa di Kementerian Perhubungan.

  • Kementerian LHK serta Dinas LH Jakarta diminta memeriksa dugaan polusi dan izin praktik bongkar-muat batu bara di Pelabuhan Marunda.

  • LBH Jakarta, Walhi, dan Jatam diminta mendampingi warga jika harus mengajukan gugatan ke pengadilan.

JAKARTA — Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM) tengah mempersiapkan diri mengambil langkah akhir dalam polemik panjang dugaan pencemaran debu batu bara di permukiman mereka. Ketua FMRM Didi Suwardi mengklaim perwakilan warga sudah berkomunikasi dengan sejumlah lembaga bantuan hukum untuk mendapat pendampingan selama pengajuan gugatan ke pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ini opsi paling terakhir sebenarnya. Tergantung bagaimana respons pemerintah pusat dan pemerintah Jakarta. Kalau memang masih tidak peduli dan tak bisa menyelesaikan, kami siap lewat jalur hukum,” kata Didi saat ditemui di kluster B Rusun Marunda, kemarin, 13 Maret.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, persoalan polusi debu batu bara di kawasan Cilincing dan Marunda, Jakarta Utara, sudah terjadi sejak awal 2019. Polemik muncul saat sejumlah tongkang batu bara mulai merapat ke Pelabuhan Marunda, akhir tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena Pelabuhan Tanjung Priok mulai melarang praktik bongkar muat komoditas curah.

Sejumlah warga Kelurahan Cilincing pun mengajukan protes dengan melakukan penutupan akses jalan dari Pelabuhan Marunda. Didi mengklaim tak mengetahui detail kesepakatan antara warga Cilincing dan pengelola Kawasan Berikat Nusantara (KBN) sehingga polemik berakhir. Beberapa kali riak-riak polemik kembali muncul, tapi kemudian lenyap lagi pada tahun-tahun berikutnya.

Warga Rusun Marunda awalnya pun memilih untuk menjalani kegiatan harian meski diterjang debu batu bara. Namun, menurut Didi, penghuni semakin resah saat jumlah debu yang menerjang tempat tinggal dan aktivitas mereka semakin meningkat, akhir 2021. Mereka kemudian mendirikan FMRM untuk menempuh komunikasi dengan pihak-pihak terkait, 5 Januari lalu.

Berdasarkan permintaan FMRM, Kecamatan Cilincing dan Kelurahan Marunda kemudian menggelar mediasi yang dihadiri Suku Dinas Lingkungan Hidup, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), KBN, serta PT Karya Citra Nusantara (KCN) pada 26 Januari dan 4 Februari 2022. Dua pertemuan ini gagal karena perwakilan KCN bukan pemegang kebijakan.

Warga bermain saat pencemaran polusi debu batu bara di RPTRA Rusun Marunda, Jakarta, 7 Maret 2022. TEMPO/Hilman Fathurrahman  W

Rencana penundaan pada 11 Februari pun batal karena KCN mengklaim banyak pegawainya terjangkit Covid-19. “Kami akan menggelar aksi protes ke Kementerian Perhubungan (hari ini). Kami akan persoalkan kenapa operasi bongkar-muat batu bara di Pelabuhan Marunda dibiarkan tak memperhatikan kesehatan lingkungan,” kata Didi.

Berdasarkan informasi dari warga yang ikut dalam tiga pertemuan tersebut, informasi perihal material debu yang mencemari kawasan Rusun Marunda adalah partikel batu bara yang berasal dari pemeriksaan Dinas Lingkungan Hidup. Perwakilan dinas kesehatan pun memaparkan adanya peningkatan penyakit infeksi saluran pernapasan atas di Kelurahan Marunda dalam satu tahun terakhir.

KCN saat itu hanya berjanji akan memasang jaring di sekitar tongkang dan timbunan batu bara untuk mencegah tertiupnya partikel batu bara ke permukiman warga. “Ini yang jadi pertanyaan buat kami. Yang bilang itu debu batu bara dan peningkatan penyakit kan pemerintah. Tapi kenapa tak ada langkah tegas?” kata Ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan RW 011 Marunda, Yaya Yudiman.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta, Jhonny Simanjuntak, pun mengklaim akan terus mendorong Pemprov segera menyelesaikan polemik pencemaran debu batu bara di daerah pemilihannya tersebut. Dia pun menyoal alasan Pemprov tak pernah melakukan investigasi, pengawasan, dan evaluasi terhadap praktik operasional bongkar-muat batu bara di Pelabuhan Marunda. “Permasalahan ini harus direspons dengan cepat. Sebelum masa jabatan gubernur habis, seharusnya sudah ada solusi,” kata Jhonny.

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, pun mengklaim akan ikut mendorong pemerintah menuntaskan isu pencemaran debu batu bara tersebut. Selain Pemprov Jakarta, kata dia, KPAI akan meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pemeriksaan izin dan amdal kegiatan KCN di Pelabuhan Marunda.

Rencananya, lembaga tersebut juga meminta pemerintah melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengukur tingkat pencemaran dan dampak polusi batu bara terhadap warga selama 3-4 tahun terakhir. “KPAI juga berkoordinasi dengan Walhi, Jatam, dan LBH Jakarta untuk melakukan advokasi kalau warga membutuhkan pendampingan hukum,” kata Retno.

Juru bicara Dinas LH Jakarta, Yogi Ikhwan, mengklaim lembaganya sudah memulai investigasi perihal sumber pencemaran debu batu bara di Marunda. Menurut dia, tim investigasi akan memastikan asal polusi tersebut dari kegiatan industri atau lainnya. Selain itu, secara paralel, Dinas akan memeriksa kelengkapan dokumen izin. “Masih proses tindak lanjutnya,” ujar Yogi.

Kepala KSOP Marunda, Isa Amsyari, justru pasang badan terhadap seluruh tuduhan yang mengarah pada kegiatan KCN. Dia juga meminta masyarakat tak perlu melakukan aksi protes karena akan menyebabkan kerugian pada kegiatan industri dan pemerintah. Isa mengklaim seluruh dugaan pencemaran lingkungan bisa dilaporkan ke KSOP untuk pemeriksaan dan pemberian sanksi.

Dalam kasus debu batu bara, Isa mengklaim, polusi tersebut berasal dari cerobong asap salah satu pabrik pengolahan minyak sawit yang berada di wilayah KBN. Di pelabuhan sendiri, kata dia, KSOP tengah membangun jaring setinggi 15 meter dan kegiatan rutin penyiraman di lokasi penimbunan batu bara. “Jadi, bukan di pelabuhan. Tak ada kegiatan industri di pelabuhan. Itu di luar kewenangan kami,” kata Isa.

FRANSISCO ROSARIANS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus