Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MOCHAMAD Riyanto bukan wajah baru di dunia penyiaran. Dia pernah menjadi Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Tengah selama tiga tahun sebelum naik kelas menjadi anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat pada 2007. Pada masa baktinya yang kedua (2010-2013), Riyanto dipercaya menjadi Ketua KPI sampai melepas jabatan pada pertengahan tahun lalu.
Tak banyak yang tahu bahwa dosen Fakultas Hukum Universitas Tujuhbelas Agustus Semarang ini juga pengurus Pemuda Pancasila; pembina organisasi kemasyarakatan Golkar, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong; dan aktif di Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri di kampung halamannya di Jawa Tengah. Selepas mengawal frekuensi publik selama enam tahun lebih, kini Riyanto menjadi Sekretaris Perusahaan Kompas TV.
Dihubungi akhir November lalu, Riyanto bersedia berbicara soal proses seleksi Komisioner KPI yang kini banyak dipertanyakan. Meski agak kaget ketika tahu Tempo telah memiliki semua dokumen hasil seleksi yang seharusnya dirahasiakan, ia tetap menjawab semua pertanyaan dengan tangkas.
Sekarang ada suara yang mempertanyakan keabsahan proses seleksi Komisioner KPI. Apa tanggapan Anda?
Tidak etis buat saya untuk bicara mengenai KPI lagi. Saya sudah tidak berkompeten karena sudah lama tidak di sana.
Bukankah Anda ketua tim seleksinya....
Bukan. Ketuanya Ichwan Syam, Sekjen Majelis Ulama Indonesia. Saya hanya fasilitator yang mewakili KPI.
Dalam dokumen seleksi, nama Anda tercantum sebagai ketua tim....
Iya, ha-ha-ha....
Mengapa jumlah anggota Tim Seleksi Pemilihan KPI melanggar peraturan KPI?
Beberapa orang mengundurkan diri dari Tim Seleksi. Saya sudah meminta penambahan anggota kepada DPR, tapi tidak dikabulkan.
Kami punya dokumen yang menunjukkan hasil seleksi KPI melanggar peraturan KPI sendiri. Apa tanggapan Anda?
Begini. Di dalam Tim Seleksi, kami membuat kesepakatan untuk tidak semata-mata menggunakan skor hasil ujian tertulis saja (untuk meloloskan calon ke DPR). Kami juga menilai latar belakang pengalaman mereka, serta membaca makalah yang mereka tulis mengenai visi dan misinya. Jadi hasil ujian tertulis adalah bagian dari penilaian akumulatif mengenai kompetensi calon.
Jadi kesepakatan Tim Seleksi itu boleh melanggar peraturan KPI?
Peraturan KPI mengenai Pedoman Rekrutmen itu kan hanya pedoman....
Benarkah ada calon komisioner yang dicoret karena terlalu muda?
Itu usul dari Pak Ichwan Syam, agar kami juga mempertimbangkan kapasitas, integritas, dan usia para calon.
Jadi, meski memenuhi semua syarat, seorang calon bisa dicoret karena terlalu muda?
Saya memang meminta beberapa calon yang berusia muda berkonsentrasi mengawal eksistensi KPI di daerah dulu, karena kami membutuhkan tenaga bagus di sana. Tak ada maksud merekayasa.
Tim Seleksi juga melakukan uji integritas calon. Bagaimana cara penilaiannya?
Kami melihat latar belakang orang per orang. Saya sebagai Ketua KPI, misalnya, memperhatikan semua calon komisioner yang berasal dari KPI daerah. Ada beberapa calon yang sudah senior, sudah dua periode menjabat di KPI daerah, itu juga dipertimbangkan.
Ada calon yang nilai ujiannya buruk tapi tetap lolos....
Kami mempertimbangkan juga apakah calon itu mewakili instansi tertentu, seperti Dewan Pers.
Jadi ada banyak pertimbangan lain….
Saya tidak tahu hasil penilaian siapa yang Anda maksud. Itu kan seharusnya tidak boleh bocor.
Apa peran Tim Sembilan DPR dalam proses seleksi di KPI?
Tim Seleksi selalu mempresentasikan perkembangan proses pemilihan kepada Tim Sembilan untuk dievaluasi. Kalau hasil kerja kami diterima, berarti tugas kami sudah selesai.
Apakah Tim Sembilan menitipkan nama-nama tertentu agar diloloskan?
Tidak. Saya hanya melaporkan apa yang dilakukan Tim Seleksi. Kalau laporan kami kurang, mereka mengoreksi. Setelah kami menyelesaikan seleksi dan mendapatkan 27 nama calon komisioner untuk ikut fit and proper test, kami sampaikan dulu kepada Tim Sembilan sebelum diumumkan ke publik.
Kenapa Anda laporkan ke Tim Sembilan dulu sebelum diumumkan?
Itu sudah kewajiban kami.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo