Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -- Baru-baru ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memberikan sinyal pembatasan pembelian BBM bersubsidi, pada Selasa, 9 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui unggahan di akun Instagram resminya, Luhut menyatakan pemerintah akan memulai pembatasan ini pada 17 Agustus 2024. "Orang yang tidak berhak dapat subsidi bisa kita kurangi," kata Luhut, dikutip dari Instagaram @luhut.pandjaitan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menyebut mengatakan pemerintah tengah membereskan masalah pemborosan anggaran yang terjadi di Indonesia. Salah satu yang dilakukan pemerintah adalah dengan efisiensi penggunaan BBM bersubsidi.
Menurut Luhut pemborosan anggaran mesti disetop karena pemerintah harus menjaga stabilitas dan keseimbangan anggaran negara. Terlebih, ia menyampaikan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini diproyeksikan lebih besar ketimbang target yang ditetapkan.
Mengenal BBM Bersubsidi
Dilansir dari artikel jurnal berjudul Policy Analysis Of Fuel Subsidy In Indonesia (2023), disebutkan bahwa dasar pemberian subsidi energi berakar pada Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang menegaskan bahwa pemerintah menyediakan dana subsidi bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu.
Selain itu, merujuk pada UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan bahwa dalam menentukan dan menetapkan harga BBM, pemerintah memiliki tanggung jawab sosial terhadap golongan masyarakat tertentu.
Pada 2014, pemerintah berupaya untuk membuat peraturan yang berkaitan dengan penargetan subsidi untuk mencapai tujuan pemerataan akses energi dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014. Dalam peraturan ini, pemerintah memberikan bantuan untuk mengakses energi bahan bakar melalui subsidi untuk Jenis BBM Tertentu (JBT) dan kompensasi untuk Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).
Adapun, untuk subsidi JBT, besaran subsidi telah ditetapkan dalam APBN setiap tahunnya, sedangkan kompensasi yang diberikan untuk JBKP bergantung pada surplus atau defisit pendapatan badan usaha yang dihasilkan dari Harga Jual Eceran (HJE) JBKP yang ditetapkan pemerintah pada tahun anggaran yang bersangkutan.
Sayangnya, peraturan tersebut tidak membahas secara rinci mengenai mekanisme dan dasar perhitungan yang digunakan oleh badan pengatur dalam menyusun kebutuhan volume tahunan. Akibatnya, kebutuhan volume BBM jenis JBT dan JBKP akan terus berubah setiap tahunnya dari rencana awal yang telah ditetapkan berdasarkan APBN.
Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas sendiri telah mengeluarkan Peraturan Nomor 4 Tahun 2012 tentang Alokasi Volume Jenis BBM Tertentu untuk Setiap Konsumen Pengguna Jenis BBM Tertentu.
Dalam Pasal 4 peraturan tersebut, BPH Migas memberikan dasar pertimbangan alokasi volume JBT untuk masing- masing kelompok konsumen yang dikategorikan sebagai usaha mikro, pelayanan umum, perikanan, pertanian, rumah tangga, dan transportasi, dengan rincian sebagai berikut:
- Untuk usaha mikro, dasar pertimbangan alokasi kuota volume JBT adalah jumlah usaha mikro yang ada di kabupaten/kota.
- Untuk pelayanan publik, dasar pertimbangan alokasi kuota volume JBT adalah jumlah dan jenis pelayanan publik di kabupaten/kota.
- Untuk perikanan, alokasi kuota volume JBT didasarkan pada pertimbangan jumlah dan waktu operasi kapal penangkap ikan serta jumlah pembudidaya ikan skala kecil (kincir) di kabupaten/kota.
- Untuk sektor pertanian, dasar pertimbangan alokasi volume JBT adalah jumlah petani/kelompok tani/usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) yang menggunakan alat mesin pertanian (alsintan) dengan luasan maksimal 2 hektar, yang bergerak di bidang budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan yang menggunakan alat mesin pertanian di kabupaten/kota.
- Untuk rumah tangga, pertimbangannya adalah rata-rata konsumsi per anggota rumah tangga di kabupaten/kota tersebut. Sedangkan untuk transportasi, dasar pertimbangannya adalah jumlah angkutan darat, laut, sungai, danau, dan penyeberangan di kabupaten/kota tersebut.
Lebih lanjut, sebagai badan pengatur, BPH Migas juga menentukan batasan kuota secara rinci untuk JBT dan JBKP. Untuk solar bersubsidi, BPH Migas, melalui Peraturan BPH Migas Nomor 04 Tahun 2020 menetapkan jenis-jenis kendaraan yang berhak membeli solar bersubsidi.
Ketentuan pembelian solar bersubsidi untuk kendaraan bermotor, berdasarkan Peraturan BPH Migas tersebut, adalah sebagai berikut:
- kendaraan pribadi roda empat dibatasi maksimal 60 liter per hari;
- angkutan umum orang atau barang dengan kendaraan roda empat dibatasi maksimal 80 liter per hari; dan
- angkutan umum orang atau barang dengan kendaraan roda enam atau lebih dibatasi maksimal 200 liter per hari.
Sayangnya, kendati telah mengatur skema alokasi subsidi BBM, nyatanya masih ditemukan subsidi tidak tepat sasaran. Dilansir dari sumber yang sama, para peneliti dari Pusat Studi Energi UGM menemukan adanya misalokasi distribusi JBT. Selain itu, terdapat pula permasalahan kelebihan kuota masih di berbagai daerah akibat ketidakjelasan formulasi dan kurangnya koordinasi mengenai kebutuhan kuota volume JBT dan JBKP.
Menyikapi hal tersebut, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas mengajukan revisi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Terbaru, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan jika revisi Perpres 191 rampung, hanya jenis kendaraan tertentu yang boleh menggunakan BBM bersubsidi.
"Nanti ada kategori kendaraan kelas mana yang boleh pakai solar, pakai pertalite. Umumnya yang dikasih, untuk kendaraan yang mengangkut bahan pangan, bahan pokok, angkutan umum," kata Arifin di Komplek Kementerian ESDM, Jumat, 8 Maret 2024.
Arifin mengatakan, pembatasan itu dilakukan agar alokasi subsidi BBM menjadi tepat sasaran. Sebab jika tidak, pemerintah atau negara bakal merugi. Karena itu, ia menargetkan revisi Perpres 191 Tahun 2014 rampung dalam waktu dekat.
"Targetnya tahun ini harus jalan. Dalam beberapa bulan ini,lah. Kan sudah setahun draft-nya (revisinya)" ujar Arifin.
MICHELLE GABRIELA | RIDIAN EKA SAPUTRA
Pilihan editor: Skema Pembatasan BBM Bersubsidi: Mulai dari RFID Hingga Xstar