Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAYAPURA sering disamakan dengan Hongkong. Karena sama-sama
berrengger pada daratan berbukit-bukit dan di bawah sana
menghampar laut. Tapi mencari persamaan yang lain, tentulah
masih jauh dari patut.
Sebab yang dapat disaksikan di ibukota Provinsi Irian Jaya
itu adalah bak hasil kerajinan tangan yang belum jadi, bahkan
dengan bahan yang masih berantakan. sukan saja karena rencana
pembangunan kota belum jelas-- apalagi yang namanya mastler
plan--juga letak bangunan yang baru dibuat tampaknya asal tarok
saja. Terlihat misalnya pertokoan, rumah tinggal, perkantoran,
dan pasar masih campur-baur jadi satu.
Di zaman gubernur Acub Zainal pernah dirancang-rancang
master plan, dengan tema kebersihan, keindahan dan ketertiban.
Satu instansi khusus pernah disiapkannya untuk menerapkan semua
itu. Hasilnya memang ada. Misalnya Kampung Overtoom yang
terkenal padat dan kumuh, bahkan menjadi sarang pelacur,
dibongkar dan penghuninya dimukimkan di Abepura (Tanah Hitam).
Tapi begitu Acub Zainal meninggalkan Irian Jaya, kota itu
kembali acakacakan. "Yang dinamakan master plan itu tak pernah
disinggung-singgung lagi," tutur Walikota Administratif
Jayapura, drs. Florens Imbiri. Malahan taman-taman yang pernah
dibangun di pinggir-pinggir pantai, kini hilang ditelan
ngunan-bangunan baru. Dan sejak Gubernur Sutran berada di
daerab itu, pembenahan hampir tak terlihat hasilnya di Jayapura.
Sebab Sutran rupanya lebih senang membenahi pedesaan, dengan
penanaman cengkih sebagai sasaran pokok.
Van Saache
Tinggallah Florens Imbiri yang agaknya tak mungkin berbuat
banyak. Ia sendiri mengakui hal itu, setelah September lalu
Jayapura genap berusia 1 tahun sebagai kota administratif.
"Selama setahun ini kami hampir tak berbuat apa-apa," kata
Florens yang lulusan APDN Malang dan pernah menjadi Sekwilda
Teluk Cendrawasih itu. Soal ketiadaan dana pembangunan tentu tak
perlu jadi keluhan Florens berpanjang panjang, karena bukan hal
aneh lagi.
Tapi staf di kantornya yang berjumlah 40 orang itu dirasanya
sangat tidak memadai--apalagi seperdua di antaranya terdiri dari
pegawai harian yang sebagian adalah pemain-pemain kesebelasan
sepakbola Persipura/Mandala. Tak heran bila untuk mengangkut
sampah saja Imbiri merasa sulit mencari tenaga, belum lagi
peralatan.
Jayapura pertama kali ditemukan ekspedisi Belanda pada 7
Maret 1910 di bawah pimpinan Kapten Van Saache. Mula-mula
rombongan ekspedisi itu mendirikan bivak di Kampung Kecil
(sekitar kantor Kodak XVII sekarang) dan Kampung Besar (sekitar
PLTD Yarmoch sekarang), yang selanjutnya dinamakan Hollandia.
Setelah Trikora diganti Soekarnapura--dan sekarang Jayapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo