Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ada grup percakapan melalui aplikasi WhatsApp yang mengatur skenario proyek BTS 4G.
Salah satu skenario itu membatasi peserta tender dan persyaratan proyek tanpa kajian.
Johnny Plate, dalam nota keberatannya, mengatakan pembangunan proyek BTS merupakan perintah Presiden Jokowi.
JAKARTA – Sejumlah pejabat di Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) membuat grup WhatsApp bernama The A Team. Mereka menyiapkan skenario dalam proyek base transceiver station (BTS) 4G Bakti lewat grup percakapan tersebut, tapi malah menyalahi aturan dan menimbulkan kerugian negara. “WA group itu dibentuk untuk memudahkan komunikasi,” ujar jaksa penuntut umum dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap tiga terdakwa kasus korupsi BTS Bakti Kemenkominfo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa, 4 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiga terdakwa yang duduk di kursi pesakitan tersebut adalah Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Baca: Korupsi BTS Sampai ke DPR
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang ini merupakan persidangan terpisah terhadap tiga terdakwa lainnya dalam kasus korupsi proyek menara BTS. Pada 27 Juni lalu, jaksa penuntut umum membacakan dakwaan terhadap tiga terdakwa lainnya, yakni mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerard Plate; mantan Direktur Utama Bakti Kemenkominfo, Anang Achmad Latif; serta Tenaga Ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia, Yohan Suryanto.
Dalam surat dakwaan, jaksa menuturkan, grup percakapan aplikasi WhatsApp bernama The A Team itu dibuat oleh Direktur PT Anggana Catha Rakyana, Anggie Hutagalung, atas perintah Anang. Grup percakapan itu beranggotakan Anang; Direktur Infrastruktur Bakti Kemenkominfo, Bambang Nugroho; anggota pejabat pembuat komitmen, Feriandi Mirza, Elvano Hatorangan, dan Yohan Suryanto; Ketua Kelompok Kerja BTS 4G, Darien; serta anggota Pokja BTS 4G, Gumala Warman.
Grup tersebut dibuat setelah Bambang Nugroho pada 13 Agustus 2020 menyampaikan dokumen request for information (RFI) kepada para pelaku industri telekomunikasi melalui laman Baktikominfo.id. Melalui RFI tersebut, Bambang meminta pendapat dari para pelaku usaha di bidang telekomunikasi. Salah satu pendapat yang ditanyakan adalah seberapa besar penyedia infrastruktur atas rencana pembangunan menara BTS di 7.904 desa serta preferensi harga terhadap kluster atau area tertentu.
“Penyampaian RFI bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan dari sejumlah perusahaan yang mempunyai kemampuan teknologi atau technology owner dalam memproduksi perangkat yang dapat menunjang pelaksanaan proyek BTS 4G Bakti,” kata jaksa. “RFI juga digunakan untuk mendapatkan data mengenai harga dari perangkat atau material proyek BTS 4G.”
Melalui grup percakapan itu, kata jaksa, Anang memerintahkan Bambang menyiapkan penyusunan pengkajian pendukung Lastmile Project 2021 untuk pembangunan 7.904 BTS menggunakan jasa Yohan Suryanto karena dia dianggap sudah sering menjadi tenaga ahli di Bakti. Pada 24 Agustus 2020, Anang menetapkan Yohan menjadi tenaga ahli BTS 4G Bakti Kominfo tanpa melalui proses pemilihan jasa konsultan.
Terdakwa mantan Dirut Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo Anang Achmad Latif menjalani sidang dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan menara BTS 4G Bakti Kominfo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, 4 Juli 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Empat hari setelah penunjukan Yohan sebagai staf ahli proyek BTS, Anang melalui grup percakapan The A Team itu juga menyampaikan syarat bagi peserta tender proyek BTS yang lolos pada tahap prakualifikasi. Satu di antara empat syarat yang disampaikan Anang adalah konsorsium penyelenggara jaringan tetap bermitra dengan perusahaan pemilik teknologi.
Anang kemudian kembali mengirim pesan ke grup percakapan itu pada 1 September 2020. Isi pesan tersebut meminta pekerjaan BTS 4G dibagi ke dalam lima paket. Dua hari berselang, Anang mengirim file berisi pembagian paket untuk tender BTS, tapi melalui grup Telegram yang hanya beranggotakan Galumbang dan Irwan Hermawan.
Menurut jaksa, pada 4 September 2020, Bambang Nugroho menyampaikan hasil RFI yang disebar pada Agustus tahun lalu. Dari 31 peserta, sebanyak 17 perusahaan menjawab secara lengkap pertanyaan RFI tersebut. Anang kemudian menyampaikan agar dilakukan penunjukan jasa konsultan. ”Padahal, menurut peraturan pengadaan barang/jasa, untuk mendapatkan penyedia jasa konsultan, pemerintah seharusnya lebih dulu melakukan proses pemilihan penyediaan,” ucap jaksa.
Masih pada September 2020, sebelum proses prakualifikasi proyek menara 4G, Galumbang bertemu dengan Arya Damar selaku Direktur Utama PT Lintas Arta, dan anggota stafnya, Asfi Asman, di kantornya di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, Galumbang menawarkan Asfi dan Arya untuk mengikuti tender proyek Bakti. “Apakah PT Lintas Arta mau ikut tender dalam proyek Bakti? Kalau mau, komitmen fee 10 persen, ya,” ucap jaksa menirukan permintaan Galumbang kepada Asfi dan Arya.
Arya menjawab, “Nanti dibahas dulu di lingkup internal dengan seluruh direksi Lintas Arta.” Gayung bersambut, PT Lintas Arta membahas keikutsertaaan mereka dalam proyek tersebut dan permintaan komitmen fee 10 persen. Setelah pembahasan di level direksi atau board of director (BoD), PT Lintas Arta bersedia mengikuti tender dan memberikan komitmen fee yang diminta Galumbang. Saat itu, Galumbang meminta PT Lintas Arta bermitra dengan Huawei. Pada akhir Oktober, atau setelah memasukkan dokumen prakualifikasi, Alfi Asman bersama Arya Damar dan Zulhadi bertemu dengan Mukti Ali dari Huawei di Hotel Fairmont. Mereka membahas pembentukan konsorsium.
Persiapan proyek menara terus berlanjut. Pada November 2020, Anang menerbitkan Peraturan Dirut Bakti Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa BTS dan Pendukungnya Dalam Rangka Transformasi Digital. Menurut jaksa, peraturan Dirut Bakti itu dibuat tanggal mundur atau backdate untuk melegitimasi persyaratan atau kriteria pemilihan pemenang pengadaan yang dibuat tanpa kajian yang memadai.
Peraturan tersebut masih di-review pada November 2020. Padahal proses tahapan prakualifikasi sudah dilaksanakan sejak 16 Oktober 2020. “Hal tersebut dilakukan untuk mengakomodasi peserta pengadaan yang telah dipilih sebagai pemenangnya,” ujar jaksa.
Baca: Menteri Dito: Tuduhan Itu Salah Alamat
Terdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 4 Juli 2023. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Membatasi Peserta Tender dan Persyaratan Proyek anpa Kajian
Anang bersama Irwan Hermawan, Galumbang, dan Mukti Ali disebut dalam dakwaan juga mengatur persyaratan jasa penyediaan proyek, antara lain dengan perusahaan pemilik teknologi, lisensi jaringan tertutup, serta kemitraan. Tujuan membuat syarat tersebut adalah untuk membatasi peserta lelang dan memenangkan calon penyedia yang sudah mereka siapkan.
Sejumlah perusahaan yang mereka siapkan adalah PT Telkominfra, PT Multi Trans Data (MTD) dan Fiberhome; PT Lintas Arta, PT Huawei dan PT Surya Energy Indotama; serta PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera dan PT ZTE Indonesia. “Padahal persyaratan tersebut tidak ada kajian teknisnya,” ujar jaksa.
Jaksa juga mengatakan para terdakwa disebut telah menentukan kriteria pemilihan penyedia jasa proyek yang mengarah pada perusahaan tertentu yang kemudian menjadi pemenang tender. Perusahaan tersebut adalah Konsorsium Fiber Home, PT Telkominfra, PT Multi Trans Data untuk pengerjaan paket 1 dan 2. Kemudian ada konsorsium PT Lintas Arta, PT Huawei, dan PT Surya Energy Indotama untuk paket 3. Terakhir, konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera dan PT ZTE Indonesia yang mengerjakan paket 4 dan 5.
Para pemenang tender tersebut bakal membangun 7.904 menara BTS. Dengan target pembangunan pada 2020 sebanyak 639 titik menara. Pada 2021 sebanyak 4.200 titik dan pada 2022 sebanyak 3.065 titik. Pengerjaan lima paket proyek tersebut bernilai Rp 28,4 triliun. “Pada 2021, dari target pembangunan 4.200 menara BTS, hanya terealisasi 958 BTS.” Tak hanya gagal memenuhi target membangun menara pemancar, kasus ini juga mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 8,03 triliun.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (kiri ketiga), Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Latif (kiri kedua), dan wakil kemitraan Fiberhome, Telkom Infra, dan Multitrans Data, Huang Liang (kanan ketiga) dalam penandatanganan kontrak kontrak payung penyediaan infrastruktur base tranceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung dengan mitra penyedia pembangunan BTS 4G di Paket 1 dan Paket 2 di Jakarta, 29 Januari 2020. Dok. Kominfo
12 Ribu Menara BTS dalam Dua Tahun
Proyek jumbo tersebut awalnya dibahas oleh Johnny G. Plate bersama Anang dan Galumbang saat bertemu di Hotel Gran Hyatt, Jakarta, pada awal 2020. Dalam pertemuan itu, mereka membahas bakal ada proyek bebas sinyal semua desa di Indonesia untuk jaringan 4G. Saat itu disebut ada 12 ribu desa yang belum mempunyai sinyal 4G. Kementerian Kominfo menyiapkan proyek strategis nasional bahwa sinyal itu harus menjangkau seluruh desa dan selesai pada 2022.
Dalam pertemuan itu, Johnny disebut mengabaikan masukan Galumbang bahwa mustahil memasang 12 ribu BTS dalam waktu dua tahun. Kala itu, Menteri Johnny memaksakan proyek itu berjalan dengan alasan operator hanya akan membangun di daerah tertentu.
Untuk menindaklanjuti permintaan sang menteri, Anang memutuskan sebanyak 7.900 titik lokasi menara menjadi kewajiban Bakti. Sekitar 4.000 site untuk seluruh operator dibagi secara proporsional dalam jangka waktu dua tahun. Anang merujuk pada data Direktorat Jenderal Penyelenggaran Pos dan Informatika (PPI) bahwa dibutuhkan 7.904 site yang belum mempunyai layanan telekomunikasi 4G. “Jumlah 7.904 itu dijadikan dasar mengusulkan anggaran proyek. Padahal data tersebut seharusnya dianalisis dengan survei ke lapangan agar diperoleh data akurat dan disusun secara keahlian,” kata jaksa dalam surat dakwaan.
Sidang Eksepsi Johnny Plate
Pengadilan kemarin juga menggelar sidang lanjutan kasus korupsi BTS 4G. Sidang mengagendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi terdakwa Johny G. Plate. Dion Pongkor, kuasa hukum Johnny Plate, dalam nota keberatannya mengatakan pembangunan proyek BTS merupakan perintah Presiden Jokowi dalam rapat terbatas dan internal kabinet. Dion pun menyangkal tuduhan adanya upaya merampok uang negara atau tidak adanya kajian sebelum pelaksanaan proyek. Sebab, proyek tersebut merupakan arahan Presiden dalam beberapa kali rapat kabinet.
Baca: Nyanyian Plate di Balik Tahanan
Dion menyebutkan, dalam rapat pada 12 Mei 2020, misalnya, melalui konferensi video, Presiden meminta percepatan transformasi digital bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Lalu, dalam rapat terbatas kabinet pada 4 Juni 2020, Presiden kembali berbicara tentang peta jalan pendidikan tahun 2020-2035.
IMAM HAMDI | ROSSENO AJI NUGROHO | SUKMA LOPPIES
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo