Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sikap Mendua dalam Urusan Pemecatan

Istana tak konsisten dalam merespons pemecatan pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan. Jokowi menyatakan tak setuju terhadap tes yang merugikan pegawai, tapi tak berbuat apa-apa ketika pemimpin KPK memecat 57 pegawainya.

16 September 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sikap Istana tak konsisten dalam merespons pemecatan 57 pegawai KPK.

  • Pada Mei lalu, Presiden Joko Widodo meminta agar tes wawasan kebangsaan tidak merugikan hak pegawai KPK.

  • Kepada para pemimpin redaksi, Jokowi meminta agar tidak semua urusan, termasuk masalah pegawai KPK, dialamatkan kepada Presiden.

JAKARTA – Juru bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, mengatakan Istana tidak mencampuri urusan Komisi Pemberantasan Korupsi, termasuk masalah pengangkatan dan pemberhentian pegawainya. "KPK lembaga independen, sehingga segala hal terkait dengan KPK menjadi wewenang KPK," kata Fadjroel kepada Tempo, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fadjroel menganjurkan Tempo menanyakan urusan pemberhentian pegawai KPK kepada pihak komisi antikorupsi. "Mohon wawancara jubir atau komisioner KPK," katanya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain kepada Fadjroel, Tempo berusaha meminta konfirmasi kepada Menteri Sekretariat Negara Pratikno; Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md.; serta Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini. Hanya Faldo yang merespons upaya konfirmasi Tempo, tapi tak bersedia berkomentar. "Segera saya telepon kembali," katanya singkat. 

Pernyataan singkat Fadjroel tersebut disampaikan sebelum pemimpin KPK mengumumkan pemecatan 57 pegawai lembaganya yang tak lolos tes wawasan kebangsaan. Ketua KPK Firli Bahuri mengumumkan pemecatan pegawainya, kemarin sore. Tapi, sebelum pengumuman, informasi pemecatan tersebut sudah beredar sejak Selasa malam. 

KPK memecat ke-57 pegawai setelah berkoordinasi dengan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, dua hari lalu. Saat konferensi pers, Firli Bahuri bersama dua Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dan Alexander Marwata, menginformasikan bahwa pemecatan tersebut mengacu pada putusan uji materiil Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung. 

Sikap Istana terhadap urusan pengalihan status pegawai KPK lewat tes wawasan kebangsaan sudah tergambar sejak awal. Dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi maupun pihak Istana memberi respons berbeda dalam urusan alih status pegawai KPK tersebut. 

Misalnya, pada pertengahan Mei lalu, Jokowi mengaku sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi atas putusan uji materiil Undang-Undang KPK. Pertimbangan tersebut menyatakan proses pengalihan status pegawai KPK menjadi aparat sipil negara tidak boleh merugikan hak pegawai. 

“Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu maupun institusi KPK, dan tidak serta-merta dijadikan dasar memberhentikan 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes,” kata Jokowi. 

Sepekan setelah pernyataan Jokowi itu, hasil rapat antara pimpinan KPK, Kepala BKN, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara justru memutuskan hal berbeda. KPK memutuskan akan memecat 51 pegawai, sementara 24 lainnya dapat diangkat menjadi aparat sipil negara setelah melalui pembinaan. Dari 24 orang itu, 6 orang memilih tetap bersama 51 pegawai lainnya. Penyidik senior KPK, Novel Baswedan, termasuk di antara 57 pegawai yang akan dipecat.

Penyidik senior KPK (nonaktif), Novel Baswedan, melakukan aksi di depan gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 15 September 2021. TEMPO/Imam Sukamto

Keputusan pemecatan terhadap pegawai KPK itu tak pernah dipersoalkan oleh Istana, meskipun berseberangan dengan pernyataan Jokowi sebelumnya. Belakangan, pihak Istana merespons urusan alih status pegawai KPK setelah Ombudsman Republik Indonesia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merekomendasi pengangkatan 57 pegawai tersebut. Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, mengatakan Presiden Jokowi menghormati rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM.

“Presiden menghormati rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM terkait dengan isu pengalihan status pegawai KPK,” kata Dini pada 27 Agustus lalu. 

Keterangan Dini tersebut berbeda dengan penjelasan Presiden Jokowi kepada sejumlah pemimpin redaksi berbagai media di Istana Negara, kemarin. Jokowi—seperti termuat di beberapa media nasional—mengatakan jangan semua urusan diarahkan kepada dirinya.

“Saya kan enggak mungkin mengambil keputusan kalau proses hukum berjalan di MA dan MK. Jangan semuanya ditarik-tarik ke Presiden,” kata Jokowi. 

Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai Jokowi berupaya menarik diri dari tanggung jawab untuk menindaklanjuti temuan Komnas HAM dan Ombudsman. Ia menjelaskan, sesuai dengan hukum ketatanegaraan, Presiden wajib menindaklanjuti temuan Komnas HAM dan Ombudsman tersebut.

Feri mengatakan Jokowi bertanggung jawab menyelesaikan persoalan di KPK lantaran lembaga itu sudah masuk dalam rumpun eksekutif. Selain itu, Presiden merupakan pemimpin tertinggi aparat sipil negara. 

Penyidik senior KPK, Novel Baswedan, mengatakan tidak dapat berbuat banyak apabila pemerintah memilih membiarkan penyingkiran 57 pegawai tersebut. Meski begitu, ia yakin perjuangan mereka melawan korupsi tak sia-sia. “Setidaknya sejarah mencatat kami berbuat baik,” katanya. 

AVIT HIDAYAT | DEWI NURITA | ROSSENO AJI NUGROHO 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus