Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gali-gali Pendapatan Selain Tiket

KCIC diminta tak mengandalkan subsidi untuk menambal kekurangan pendapatan. Pendapatan di luar tiket mesti digarap.

12 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Rangkaian EMU penumpang sebelum berangkat dari Stasiun Kereta Cepat Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 26 Juli 2023. TEMPO/Prima Mulia
Perbesar
Rangkaian EMU penumpang sebelum berangkat dari Stasiun Kereta Cepat Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 26 Juli 2023. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • KCIC mencari sumber pendapatan lain di luar tiket.

  • Operator kereta di Jepang bisa mandiri tanpa dukungan dana pemerintah.

  • KCIC kekurangan dana untuk membangun TOD.

JAKARTA — PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) bersiap mencari sumber pendapatan lain di luar tiket untuk menambal kebutuhan biaya operasional pada awal masa operasi kereta cepat Jakarta-Bandung. Musababnya, pada masa awal pengoperasian, KCIC masih perlu menggaet masyarakat untuk menggunakan kereta cepat sebelum bisa mencapai target penumpang harian 31 ribu orang.

Sekretaris Perusahaan KCIC, Eva Chairunisa, mengatakan, ada beberapa sumber pendapatan non-tiket yang dibidik perusahaan, dari bisnis lapak untuk gerai retail serta usaha mikro, kecil, dan menengah di stasiun; hak penamaan stasiun; iklan; serat optik; pengembangan properti; hub mobilitas; hingga sejumlah lini bisnis lainnya. "Skema transit oriented development (TOD) akan masuk dalam pengembangan properti. Kami akan bekerja sama dengan pengembang," ujar Eva kepada Tempo, kemarin, 11 Agustus 2023. TOD merupakan pembangunan kawasan permukiman, bisnis, maupun hiburan di sekitar stasiun.

Untuk saat ini, kata Eva, ada beberapa kerja sama bisnis yang bisa terealisasi. Contohnya kehadiran pedagang pada masa uji coba operasi mendatang. Untuk itu, pengurusan kerja sama dan kontrak dilakukan sejak dini sebelum kereta cepat beroperasi. "Pengembangan kerja sama bisnis akan terus dilakukan," ujarnya.

Kereta cepat Jakarta-Bandung direncanakan melakukan uji coba pra-operasi dengan mengangkut masyarakat pada September mendatang. Rencana ini diundurkan dari target semula 18 Agustus 2023 karena KCIC masih menyelesaikan pengerjaan berbagai prasarana. Kementerian Perhubungan juga masih melakukan sertifikasi terhadap sarana dan prasarana kereta cepat. Adapun operasi komersial ditargetkan paling cepat pada Oktober 2023.

Direktur Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang mengatakan, berbagai upaya untuk mendatangkan pemasukan di luar tiket harus dijalankan KCIC guna menutupi biaya operasi apabila terjadi kekurangan penjualan tiket. Apalagi pada tahap awal, KCIC berencana mematok harga tiket Rp 250 ribu per orang atau jauh di bawah estimasi tarif keekonomian, di atas Rp 350 ribu.

"Kekurangan pemasukan dari penjualan tiket bisa ditutup oleh non-fare box, misalnya jualan lokasi pedagang di stasiun, ruang-ruang iklan di kolom pier dan girder sepanjang Halim-Padalarang, dan TOD," ujar Deddy. Dengan demikian, layanan kereta kilat ini tidak perlu disubsidi oleh pemerintah.

Subsidi Harga Tiket

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah bakal menggelontorkan subsidi untuk berbagai layanan kereta, termasuk kereta cepat Jakarta-Bandung. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan, subsidi tersebut diperlukan agar harga tiket dapat mendekati harga yang bersedia dibayar oleh penumpang. Adapun subsidi akan ditanggung PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku pemimpin konsorsium Indonesia di PT KCIC.

Deddy menyebutkan, kereta cepat tidak layak disubsidi karena dapat menimbulkan distorsi sosial. "Orang yang menggunakan KA cepat pasti orang-orang mampu, kenapa disubsidi? Kereta api Argo Parahyangan saja sudah masuk KA komersial, sehingga tanpa subsidi," ujarnya. Kalaupun masih di bawah harga keekonomian, ia mengatakan, harga tiket Rp 250 ribu seharusnya dianggap sebagai harga impas alias tanpa untung.

Alih-alih mengharapkan subsidi, ia mengimbuhkan, kereta cepat seharusnya menjadi percontohan usaha kereta yang bisa menggenjot penerimaan di luar tiket. Musababnya, saat ini pun penerimaan non-fare-box dari PT KAI belum sampai 10 persen dari total pemasukan perusahaan.

Belajar dari Jepang

Deddy berujar, Indonesia bisa meniru pengusahaan kereta api di Jepang yang pemasukan non-tiketnya cukup besar, sehingga bisa membiayai operasi kereta, khususnya kereta-kereta komuter, tanpa dukungan dana dari kewajiban pelayanan publik atau public service obligation (PSO). "Operator kereta Jepang berhasil menjual TOD karena regulasinya mendukung operator kereta untuk mandiri," ujarnya.

Menyitir informasi di laman resminya, KCIC sejatinya telah merencanakan tiga proyek pengembangan kawasan berorientasi transit sebagai sumber pemasukan. Misalnya superblok di Halim, Jakarta Timur, yang direncanakan menjadi distrik pusat bisnis baru seluas 19,2 hektare.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Rancangan Superblok Halim, Jakarta Timur . Dok. KCIC

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Selain itu, ada pengembangan kawasan terpadu di sekitar Stasiun Karawang yang dinamakan Kotawana. Kawasan yang direncanakan berisi hunian, perkantoran, hingga kawasan hiburan tersebut akan memiliki area seluas 250 hektare.

Pengembangan kawasan terpadu lainnya adalah di sekitar Depo Tegalluar, Kabupaten Bandung. TOD ini akan dinamakan Talaga Luar dan memiliki area seluas 340 hektare. Jumlah tersebut berkurang dari rencana semula empat TOD, termasuk kawasan Walini. Pengembangan kawasan Walini ditunda seiring batalnya pembangunan stasiun di sana.

Kekurangan Dana Investasi 

Namun, dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat pada 9 November 2022, Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan bahwa Perseroan memutuskan tidak memperhitungkan berbagai rencana pengembangan kawasan berorientasi transit dalam perhitungan keuangan pasca-operasi. Dengan asumsi tersebut, proyek sepur kilat diklaim bakal balik modal dalam 38 tahun.

"Studi terakhir sudah memperhitungkan tiga tahun dengan tarif Rp 250 ribu terjauh dan tidak lagi memperhitungkan penerimaan dari TOD karena dana kami difokuskan semua untuk konstruksi," kata Dwiyana. Walau demikian, ia mengaku telah diminta oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk mulai memikirkan bisnis di luar penjualan tiket.

Sebagai informasi, pada 2019, pengembangan kawasan di empat lokasi awal TOD—Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar—diperkirakan membutuhkan biaya lebih dari Rp 100 triliun. Padahal KCIC saat ini masih bergelut dengan pembengkakan biaya konstruksi yang mencapai US$ 1,2 miliar.

Dwiyana mengatakan, pada November 2022, KCIC telah menguasai lahan seluas 3,4 hektare yang disewa dari TNI Angkatan Udara selama 50 tahun. Tanah itu rencananya dikembangkan untuk bisnis properti yang mendukung pelayanan Stasiun Halim. Namun pengembangan itu belum dimasukkan ke perhitungan keuangan KCIC dan hanya menjadi cadangan.

Lahan lain yang berpeluang dikelola berlokasi di Karawang, Jawa Barat. Bidang tanah tersebut, menurut Dwiyana, telah dibebaskan oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan akan dikembangkan oleh anak usahanya, Wika Realty, bekerja sama dengan KCIC. Sementara itu, lahan di Walini sudah dibeli pihak lain karena KCIC tidak memiliki dana untuk mengembangkannya. Karena keterbatasan lahan tersebut, ia berujar, pengembangan kawasan berbasis transit baru akan dipikirkan setelah konstruksi selesai dan kereta cepat beroperasi.

Stasiun kereta api cepat di Karawang. Dok. KCIC

Peneliti BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, mengatakan bahwa bisnis kereta cepat biasanya tidak akan cukup layak kalau hanya mengandalkan pendapatan dari penjualan tiket. Karena itu, di banyak negara, usaha sepur kilat selalu dikawinkan dengan bisnis di luar penjualan tiket.

Toto menilai, sebelum memikirkan pendapatan lain di luar tiket, KCIC perlu lebih dulu berfokus menyiapkan berbagai fasilitas penunjang bisnis utama, seperti transportasi pengumpan atau intermoda dari stasiun-stasiun ke tengah kota. "Tanpa ini, sulit untuk menggarap penumpang dengan optimal," ujarnya.

CAESAR AKBAR

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus