Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Uang Panji Gumilang diduga berasal dari sumbangan anggota NII.
Sebagian uang digunakan untuk membangun Pondok Pesantren Al-Zaytun.
PPATK memblokir rekening Panji Gumilang.
DI pengujung acara peresmian Pondok Pesantren Al-Zaytun pada 27 Agustus 1999, Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie berbincang dengan Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, pendiri dan pemimpin pesantren tersebut. Habibie menanyakan asal-usul dana pembangunan pesantren modern yang berdiri di atas lahan 1.200 hektare di Desa Mekarjaya, Indramayu, Jawa Barat, itu. Kepada Habibie, Panji Gumilang mengaku mendapatkan uang untuk membangun pesantrennya dari sumbangan orang tua murid dan jemaah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di depan Panji Gumilang, Habibie hanya manggut-manggut. Tapi, kepada stafnya, ia mengatakan tak mempercayai pengakuan Panji. "Pak Habibie langsung hitung. Ah, tak mungkin. Menghitungnya bagaimana? Pasti ada sumber lain,” kata Jimly Asshiddiqie kepada Tempo pada Jumat, 7 Juli lalu. Saat itu Jimly yang menjabat Asisten Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan mendampingi Habibie saat meresmikan Pesantren Al-Zaytun. Menteri Agama Abdul Malik Fajar turut menghadiri acara tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden ke-3 Indonesia itu membawa rasa penasaran ihwal sumber dana pembangunan Pesantren Al-Zaytun saat tiba di Jakarta. Soalnya, saat peresmian, bangunan-bangunan di Al-Zaytun sudah berdiri megah. Aktivitas pendidikan juga sudah dimulai pada 1996. Habibie tak yakin Panji membangun Al-Zaytun dengan duit sumbangan. "Dia berkali-kali bilang enggak percaya," ucap Jimly.
Baca: Hubungan Al-Zaytun dengan NII
Pondok pesantren tersebut berada di bawah naungan Yayasan Pesantren Indonesia. Dari 1.200 hektare, seluas 1.000 hektare terpakai untuk lahan pertanian, perkebunan, dan peternakan. Sisanya infrastruktur belajar-mengajar, klinik, asrama, masjid yang mampu menampung 100 ribu orang, supermarket, hingga stadion olahraga. Pada 2005, koran Amerika Serikat, Washington Times, menobatkan Al-Zaytun sebagai pondok pesantren terbesar di Asia Tenggara. Pada 2023, jumlah total santrinya mencapai 5.429 orang.
Asal-usul dana Al-Zaytun pernah menjadi salah satu obyek investigasi Majelis Ulama Indonesia pada 2002. Pada saat itu laporan tertulis tim gabungan yang diketuai Ma’ruf Amin, kini Wakil Presiden, menyebutkan sumber keuangan Al-Zaytun adalah infak jemaah yang rata-rata mencapai Rp 1 miliar per bulan. Sumber lain adalah iuran biaya pendidikan santri yang mencapai US$ 2.000 per orang. Ada pula penggalangan dana pada hari-hari besar Islam.
Namun MUI meragukan kecukupan uang yang masuk dengan besarnya biaya operasional Al-Zaytun. Tim MUI tak tuntas menjawab pertanyaan ini dengan alasan butuh penghitungan lebih rumit untuk membandingkan uang yang masuk dengan biaya operasional Al-Zaytun. Laporan itu juga turut mempertanyakan sumber uang saat Panji Gumilang pertama kali membeli tanah dan membangun gedung Al-Zaytun. “Siapa yang mengorganisasikannya?” tulis laporan MUI itu.
MUI menduga Al-Zaytun menerima penggalangan dana dari anggota dan aparat Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah IX (KW IX). Setiap anggota yang dibaiat wajib membayar shodaqoh hijrah, sumbangan lain, serta iuran tetap anggota NII. “Kala itu laporan MUI memang lebih banyak meneliti hubungan Al-Zaytun dengan NII,” ucap Sekretaris Umum MUI Jawa Barat Rafani Akhyar.
Panji Gumilang atau Abu Toto menjadi pemimpin NII KW IX setelah mendapat mandat dari sesepuh terakhir NII, Adah Djaelani. Gerakan ini dimulai dengan cita-cita mendirikan negara Islam bernama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada 7 Agustus 1949. Gerakan itu sempat vakum setelah Kartosoewirjo ditangkap dan dihukum mati di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, pada 1962.
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Abdullah Mahmud Hendropriyono, mengenal Panji Gumilang sebagai pentolan NII. Ia memastikan informasi itu dari seorang agen bernama Abdul Fatah Wirananggapati, pengikut NII yang bergabung dengan BIN. Panji, berdasarkan informasi yang diterima Hendropriyono, bahkan pernah menjabat Panglima Teritorium NII. Tapi, Hendropriyono menambahkan, Panji menolak anggapan itu. “Yang terpenting kala itu dia sudah menyatakan kembali ke Indonesia,” katanya.
Kini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyatakan sudah membekukan semua rekening yang terhubung dengan Panji Gumilang. Laki-laki 76 tahun itu disebut memiliki 256 rekening. Sementara itu, Al-Zaytun hanya mempunyai 33 rekening. Transaksinya mencapai triliunan rupiah. “Jumlahnya besar dan masif sekali,” tutur Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Pengacara Panji, Hendra Effendi, tak menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan Tempo mengenai aktivitas Al-Zaytun dan kliennya. Namun, di berbagai kesempatan, kepada awak media, Panji Gumilang selalu membantah tuduhan keterlibatannya dengan NII. Ia bahkan menganggap NII sudah tidak ada lagi. “NII sudah selesai,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dalam Sokongan Infak Jemaah"