Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Tamu Penting Berkerudung Louis Vuitton

Belum sempat diperiksa, Nunun menggunakan jurus lazim para tersangka: sakit. Sang suami berusaha agar Nunun tak terseret sendiri.

19 Desember 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMAKAI kerudung abu-abu Louis Vuitton dan masker penutup sebagian wajah, Nunun Nurbaetie disambut seperti tamu penting. Di lantai tujuh gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Sabtu malam dua pekan lalu, ia ditemui puluhan orang yang duduk melingkar di meja panjang. Di antaranya Chandra M. Hamzah, wakil ketua komisi itu, yang baru menjemputnya dari Thailand bersama sembilan penyidik.

Ditangkap kepolisian Thailand pada Rabu dua pekan lalu, Nunun dibawa ke Jakarta dengan penerbangan Garuda tiga hari kemudian. Setiba di gedung komisi antikorupsi, istri mantan Wakil Kepala Kepolisian RI Adang Daradjatun ini dibawa ke poliklinik untuk diperiksa kesehatannya. Seorang polisi Thailand yang menangkapnya ikut mendampingi. "Nunun lebih banyak diam," kata sumber Tempo. Chandra Hamzah mengatakan Nunun mengenalinya dan mengatakan, "Apa kabar, Pak Chandra?"

Semula penyidik berencana langsung melakukan pemeriksaan. Beberapa pertanyaan umum tentang identitas pribadi diajukan. "Dia menjawab seadanya," kata sumber yang sama. Pemeriksaan dihentikan setelah Nunun mengeluh kelelahan. Ia segera dibawa ke Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur. Sosialita itu melewati malam Minggu bersama 33 tahanan di ruang asimilasi.

Nunun dianggap sebagai saksi kunci yang bisa dijadikan jalan membuka sumber dana suap Rp 24 miliar untuk 39 anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Para anggota Dewan yang telah dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan ini merupakan lumbung suara yang mengantarkan Miranda Swaray Goeltom ke kursi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada saat itu.

Nunun banyak disebut dalam persidangan. Arie Malangjudo, Direktur PT Wahana Esa Sejati, yang sebagian sahamnya dimiliki Nunun, mengatakan diminta membagikan cek pelawat ke anggota Dewan. Arie mengantar tas buat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang diterima Dudhie Makmun Murod di Restoran Bebek Bali, Senayan, Jakarta. Lalu buat Partai Persatuan Pembangunan, yang diberikan lewat Endin Soefihara di Hotel Century. Tas berpita kuning jatah buat Golkar diambil Hamka Yandhu. Udju Djuhaeri, R. Sulistiyadi, Suyitno, dan Darsup Yusuf dari Fraksi TNI/Polri tiba menjelang petang buat mengambil tas berpita putih. Ketika hakim mempertemukan Arie dan Hamka di persidangan, keduanya mengakui pernah bertemu dan berkenalan di ruang kerja Nunun.

Jejak Nunun juga terlihat dari pengakuan Udju Djuhaeri kepada penyidik. Udju mengaku ditelepon Nunun agar datang ke kantornya di Jalan Riau 17, Menteng, Jakarta Pusat. "Nanti ketemu staf saya bernama Arie. Ajak juga anggota lain," kata Nunun, seperti ditirukan Udju.

Sebagian cek pelawat, senilai Rp 1 miliar, juga dicairkan Sumarni, sekretaris Nunun. Kepada hakim pengadilan korupsi, ia mengatakan diperintah salah satu direktur Wesco Group.

Sampai akhir pekan lalu, belum satu pun keterangan bisa digali penyidik KPK. Nunun, yang dijadwalkan diperiksa Senin pekan lalu, mendadak pingsan di lobi gedung KPK. Setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Medistra, sore harinya Nunun dipindahkan ke Rumah Sakit Polri, Kramat Jati. Ina Rahman, kuasa hukum Nunun, mengatakan kliennya tidak bisa menjalani pemeriksaan karena sakit. "Sekarang Ibu masih sakit. Nanti pasti akan dibuka semua," katanya.

l l l

TIGA hari setelah sang istri tiba di Tanah Air, Adang Daradjatun mulai bereaksi. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menggelar jumpa pers di rumahnya yang megah di Jalan Cipete Raya, Jakarta Selatan. Tiga lembar foto dan satu rekaman—yang disebutnya sebagai suara seorang penyidik KPK—ditampilkan kepada puluhan wartawan.

Pensiunan jenderal bintang tiga itu menembakkan peluru ke arah Miranda Goeltom. "Ada kebohongan kalau dia mengaku tidak dekat dengan Ibu," katanya sambil menunjukkan tiga lembar foto dirinya bersama Nunun—yang selalu ia sebut dengan panggilan "Ibu"—dan Miranda. Menurut Adang, kedekatan terjalin jauh sebelum Miranda terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. "Sebelum 2004 sudah dekat karena hampir setiap hari ketemu," ujarnya.

Adang menjelaskan, status Nunun dan Arie Malangjudo dalam kasus cek pelawat ini sama-sama sebagai kurir. "Tukang pos saja," katanya. Tak hanya menunjukkan foto, Adang memutarkan rekaman pembicaraan yang disebutnya dengan seorang penyidik KPK, berinisial RS, pada Desember tahun lalu.

Dalam rekaman itu, sang penyidik terkesan berusaha meyakinkan Adang agar mau menyerahkan istrinya menjalani pemeriksaan. Menurut dia, peran Nunun sangat krusial untuk membongkar kasus ini. Pertama, untuk memperjelas posisinya sebagai penerus cek pelawat. Kedua, jika memang penerus, siapa yang menyuruh. Dalam satu bagian, penyidik menyebut keterlibatan Miranda.

Adang berharap, rekaman itu seharusnya bisa menjadi petunjuk untuk membongkar siapa paling bertanggung jawab dalam kasus ini. "Tidak hanya berhenti pada istri saya," katanya.

Seorang sumber mengatakan rekaman itu dibuat Adang ketika dua orang penyidik resmi dikirim ke rumahnya. Mereka membujuk Adang agar mengizinkan istrinya diperiksa—di mana pun tempatnya, asalkan masih dalam wilayah hukum Indonesia, termasuk kantor kedutaan di negara lain. Menurut dia, Adang mengaku tidak mudah istrinya memberi keterangan. Sebab, ada dua kekuatan yang harus dihadapi, dan satu di antaranya pengusaha kelas atas.

Adang, menurut sumber Tempo, sempat menyatakan sanggup membantu komisi antikorupsi dengan menghadirkan Nunun. Ia kemudian meminta waktu untuk menghubungi istrinya itu. Tapi, belakangan, ia berubah pikiran. "Entah siapa yang membujuknya untuk membatalkan kesediaan agar istrinya diperiksa itu," kata sumber yang sama.

Adang menolak berkomentar soal ini. Sebelumnya, dia memastikan Nunun akan membuka siapa pun yang berada di balik kasus ini. "Setelah pulih nanti, Ibu akan membuka semuanya," ujarnya. Adapun Miranda menolak berkomentar, dan hanya menyatakan tetap berada di Jakarta hingga Kamis malam pekan lalu.

Busyro Muqoddas, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, yang kini menjadi wakil, menegaskan komisinya akan mengusut siapa pun penyandang dana cek pelawat. Penelusuran akan dilakukan untuk membuktikan apakah uang berasal dari Miranda atau orang lain yang memiliki kepentingan. "Atau malah sekaligus dari mereka," katanya.

Setri Yasra, Ira Guslina, Indra Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus