Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Proses evakuasi korban tanah longsor di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, terhambat kondisi tanah yang labil. Tim evakuasi gabungan melaporkan terjadinya empat kali longsor tanah susulan di sekitar Sirnaresmi. "Longsor susulan kecil tapi membahayakan. Evakuasi belum mencapai semua titik," ujar Kepala Pusat Data Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengimbuhkan, hujan yang turun terus-menerus membuat tanah di lokasi kejadian berubah menjadi lumpur dan rapuh. Demi menjaga keselamatan, ratusan personel tim evakuasi terpaksa menghentikan pencarian korban pada Selasa lalu. Hingga kemarin, tiga alat berat dan dua anjing pelacak telah diterjunkan untuk mencari 20 korban yang diduga masih tertimbun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanah longsor di Dusun Cigaherong, Desa Sirnaresmi, terjadi pada Senin lalu sekitar pukul 17.30 WIB. BNPB melaporkan, 15 orang warga dinyatakan meninggal dan 20 orang masih dalam pencarian. Pemerintah Kabupaten Sukabumi menetapkan masa tanggap darurat bencana hingga 6 Januari mendatang.
Sutopo menjelaskan, tim gabungan menemukan variasi kedalaman longsoran tanah dari satu hingga sepuluh meter. Menurut dia, hujan berintensitas tinggi di lereng dengan kemiringan 30 derajat menjadi penyebab tanah longsor. "Ini bencana alam tetapi ada faktor antropogenik (campur tangan manusia)," ujarnya.
Ia mengungkapkan, wilayah Sirnaresmi adalah kawasan konservasi yang kini berkembang menjadi kawasan budi daya. "Pemerintah Kabupaten Sukabumi akan merelokasi permukiman warga. Rumahnya akan dibangun kembali di tempat yang lebih aman."
Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah Badan Geologi, Agus Budianto, mengatakan pola tanah longsor yang terjadi di Desa Sirnaresmi tidak berbeda dengan bencana tanah longsor di tempat lain. "Pemicunya adalah morfologi yang miring, material pembentuk berupa tanah gembur, adanya perubahan tata guna lahan, kemudian turun hujan. Semua syarat ada di lokasi longsor," kata dia saat dihubungi Tempo.
Namun, Agus menambahkan, karena hanya sebagian bukit yang longsor, harus dipertimbangkan satu faktor lagi, yaitu keberadaan jalur air. Jalur ini bisa terbentuk secara alamiah atau akibat campur tangan manusia. Ketika hujan turun, ujar dia, jalur air menjadi bidang licin yang membuka jalan bagi tanah untuk longsor. "Jalur air ini yang menjadi kunci menghadapi longsor untuk orang-orang di sekitarnya."
Menurut Agus, jalur air berupa jalur seperti anak-anak sungai kecil di antara pepohonan. Dia menjelaskan, tanah longsor bisa diantisipasi dengan mengatur jalur air tersebut. Agus menyarankan agar warga menggeser jalur air atau membentuk saluran yang lebih landai, serta mengalihkan arahnya menjauhi permukiman. "Pengendalian air adalah kuncinya. Perhatikan pula rekahan di tanah, pohon miring, atau pembentukan mata air baru," kata dia.
Rekahan tanah di atas bukit, kata Agus, harus secepatnya ditambal dengan campuran pasir kasar di antara lempung. Mengenai adanya longsor tanah susulan, ia berpendapat hal tersebut wajar terjadi lantaran bidang gelincir tanah sudah terbentuk dan belum semua tanah gembur turun dari atas bukit. "Ada hujan, guncangan sedikit, lalu pembebanan, maka materialnya akan meluncur," kata Agus.  
Kemarin, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memerintahkan sterilisasi di sekitar wilayah tanah longsor untuk mempercepat proses pencarian dan penyelamatan. Sterilisasi ini dilakukan karena banyaknya warga yang mendatangi lokasi tanah longsor. Ia pun menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah untuk mewaspadai potensi bencana tanah longsor dan banjir di seluruh wilayah Jawa Barat. "Secara geologis, (Jawa Barat bagian) tengah ke selatan itu miringnya curam."
ANWAR SISWADI | AHMAD FIKRI | ARKHELAUS WISNU
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo