Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tancap Gas Saat Wabah Mengganas

Sejumlah pakar epidemiologi mengkritik rencana pemerintah melonggarkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat pada 26 Juli mendatang. Penurunan angka kasus harian Covid-19 tidak konsisten.

21 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah pakar epidemiologi mengkritik rencana pemerintah melonggarkan PPKM darurat pada 26 Juli mendatang.

  • Waktu lima hari yang ditetapkan pemerintah untuk memutuskan pelonggaran kebijakan itu terlalu cepat.

  • Kota Bandung bersiap menerapkan pelonggaran PPKM darurat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Sejumlah pakar epidemiologi mengkritik rencana pemerintah melonggarkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat pada 26 Juli mendatang. Pemerintah dianggap main-main menangani pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) lantaran penularan virus belum terkendali. “Ini artinya pemerintah bercanda. Apa indikator yang digunakan?” ujar pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yunis mengatakan pemerintah semestinya memperpanjang masa pembatasan kegiatan masyarakat darurat hingga indikator-indikator kebijakan pengetatan itu sukses tercapai. Yunis menilai, selama dua pekan, sejak 3 Juli lalu, melaksanakan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat, pemerintah belum sukses mencapai target. “Sebab, pelayanan kesehatan masih kewalahan dan target penurunan angka kasus Covid-19 belum tercapai,” ujar Tri Yunis Miko.

Pemerintah resmi mengumumkan perpanjangan PPKM darurat di Jawa dan Bali hingga 25 Juli mendatang. Jika dalam lima hari tren angka penularan kasus Covid-19 menurun, pemerintah bakal mengambil ancang-ancang melonggarkan kebijakan pengetatan tersebut untuk sejumlah sektor, khususnya ekonomi. Presiden Joko Widodo dalam keterangan pers, kemarin, mengatakan kebijakan pelonggaran bersyarat ini akan diterapkan pada 26 Juli mendatang.

Dia mencontohkan, pasar tradisional yang menjual bahan kebutuhan pokok sehari-hari diizinkan buka sampai pukul 20.00 dengan jumlah pengunjung 50 persen dari kapasitas normal. "Jika tren kasus terus turun, pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap," ujar Presiden Jokowi. Presiden mengklaim kebijakan pengetatan kegiatan masyarakat secara darurat selama dua pekan tersebut menunjukkan hasil, di antaranya penurunan jumlah kasus dan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit.

Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, penambahan kasus Covid-19 dalam lima hari terakhir menunjukkan tren menurun. Namun penurunan kasus tersebut tidak konsisten. Pada 15 Juli, jumlah kasus harian tembus di angka 56.757 dan menurun hingga 34.257 pada 19 Juli. Kasus harian kembali meningkat keesokan harinya menjadi 38.325.

Selain tak konsisten, penurunan kasus disertai dengan penurunan angka testing. Saat angka penularan harian menembus 54 ribu kasus, jumlah testing dalam sehari mencapai 250 ribu spesimen. Jumlah testing pada hari-hari berikutnya terus turun. Kemarin, jumlah testing juga hanya mencapai 179.275 spesimen. "Saya curiga data surveilans kita juga ngaco," kata Yunis. Surveilans kesehatan merupakan kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus-menerus terhadap informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi.

Pandu Riono, pakar epidemiologi lainnya yang juga dari Universitas Indonesia, menuturkan waktu lima hari yang ditetapkan pemerintah untuk memutuskan pelonggaran kebijakan itu terlalu pendek. Sebab, dalam dua pekan PPKM darurat itu, tren penularan Covid-19 justru meningkat dan tingkat keterisian rumah sakit di Jawa dan Bali masih di atas 60 persen.

Semestinya, kata Pandu, pemerintah melihat tren perbaikan sebelum memutuskan menerapkan pelonggaran. Tren yang perlu dilihat, antara lain, konsistensi penurunan jumlah kasus harian, angka kematian, dan keterisian tempat tidur di rumah sakit selama dua pekan terakhir. "Jadi, yang dilihat tren, bukan kasus harian," kata Pandu.

Presiden Joko Widodo menyampaikan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Darurat diperpanjang sampai 25 Juli 2021. presiden.go.id

Jika pemerintah mengacu pada data harian dengan durasi pendek, Pandu khawatir masih akan terjadi lonjakan jumlah kasus. Apalagi virus corona varian delta sudah menyebar di Tanah Air. “Ada potensi kenaikan jumlah kasus terjadi di luar Jawa dan Bali,” ujar dia.

Dalam menetapkan kebijakan, Pandu mengingatkan, pemerintah harus mengacu pada kriteria yang jelas. Ia mencontohkan saat DKI Jakarta melonggarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar, pemerintah daerah membuat kriteria pelonggaran tersebut dalam tiga tahap. "Kebijakan harus punya kriteria yang jelas karena kita menghadapi pandemi yang berbasis data sains, bukan opini," ujar Pandu.

Adapun juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan pelaksanaan pelonggaran kebijakan pengetatan kegiatan masyarakat perlu dilakukan dengan hati-hati. Menurut dia, mengacu pada kebijakan gas-rem yang dilakukan selama satu setengah tahun mengatasi pandemi ini, pelonggaran kebijakan yang tidak tepat dan tidak mendapat dukungan masyarakat hanya akan memicu angka kasus Covid-19 menjadi lebih tinggi.

Wiku menuturkan Indonesia sudah melaksanakan kebijakan pengetatan dan pelonggaran sebanyak tiga kali. Mekanisme pengetatan rata-rata dilakukan selama 4-8 pekan untuk menghasilkan kurva kasus melandai. Namun pelonggaran yang dilakukan 13-20 pekan menyebabkan jumlah kasus kembali meningkat hingga 14 kali lipat. "Ini menjadi refleksi penting," katanya.

Dalam dua pekan melaksanakan PPKM darurat, Wiku mengatakan, tingkat ketersediaan tempat tidur di rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) di sejumlah provinsi di Jawa dan Bali memang menurun. Namun penambahan kasus masih mencapai dua kali lipat dengan total kasus aktif sebanyak 542.938.

Menurut Wiku, dalam mengendalikan wabah, pemerintah tidak bisa terus-menerus melakukan pengetatan karena membutuhkan sumber daya yang besar. Pada satu titik, pemerintah perlu merelaksasi atau melonggarkan kebijakan. Namun kebijakan itu harus diambil dengan matang disertai komitmen pemerintah dan masyarakat. "Dua hal ini adalah kunci terlaksananya relaksasi yang efektif dan aman serta tidak memicu lonjakan kasus," kata Wiku.

Hanya, Wiku melanjutkan, keputusan melonggarkan kebijakan pengetatan oleh pemerintah selama ini tidak diikuti dengan terpenuhinya sarana dan prasaran pelayanan kesehatan serta pengawasan protokol kesehatan yang ideal. Masyarakat juga kerap menganggap pelonggaran itu sebagai kondisi yang sudah aman sehingga protokol kesehatan dilupakan, dan akibatnya penularan kembali terjadi. "Pengawasan dan tindakan tegas terhadap pelanggaran protokol kesehatan perlu dan menjadi hal penting yang perlu direncanakan matang pelaksanaannya sebelum pelonggaran dilakukan," ujar Wiku.

Sejumlah kepala daerah bergerak cepat menyambut keputusan Presiden Joko Widodo untuk bersiap membuka secara bertahap kebijakan pengetatan masyarakat. Wali Kota Bandung Oded M. Danial, misalnya, bakal merevisi aturan PPKM darurat dengan membubuhkan sejumlah pelonggaran. “Saya sudah berdiskusi dengan Dandim dan Polrestabes. Insya Allah untuk PPKM ke depan ada beberapa poin kebijakan yang direlaksasi,” kata Oded.

Oded mengatakan sejumlah revisi aturan pengetatan akan dilonggarkan, di antaranya, penerapan aturan buka-tutup jalan di Kota Bandung, Jawa Barat. Menurut dia, Pemerintah Kota akan mengevaluasi kembali lokasi-lokasi yang dinilai rawan kerumunan sebelum PPKM darurat dilakukan. Pelonggaran lainnya mengenai aturan jam operasional kafe dan restoran dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. “Artinya, jam operasionalnya diberi kelonggaran, tapi tetap harus tidak ada kerumunan. Kalau ada kerumunan, saya langsung minta petugas membubarkan tapi dengan cara yang humanis. Jangan aroganlah,” kata Oded.

AHMAD FIKRI | MAYA AYU PUSPITASARI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus