Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Tanggapan Kepala BMKG Soal Polusi Udara Jakarta Dinilai Keliru

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel mengatakan parameter untuk menilai polusi udara tidak diukur berdasarkan gas rumah kaca (GRK).

19 Agustus 2018 | 18.20 WIB

Suasana langit di dekat Stadion Gelora Bung Karno yang penuh dengan polusi udara di Jakarta, 27 Juli 2018. Menjelang berlangsungnya Asian Games 2018, masih banyak pekerjaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membenahi Jakarta. Salah satunya masalah polusi udara. REUTERS/Beawiharta
Perbesar
Suasana langit di dekat Stadion Gelora Bung Karno yang penuh dengan polusi udara di Jakarta, 27 Juli 2018. Menjelang berlangsungnya Asian Games 2018, masih banyak pekerjaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membenahi Jakarta. Salah satunya masalah polusi udara. REUTERS/Beawiharta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan penilaian Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati terhadap tingkat polusi udara di Jakarta adalah keliru.  

Baca: Udara Jakarta Buruk Saat Asian Games? Ini Penjelasan BMKG

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Dwikorita sebelumnya menyatakan, Indonesia – termasuk Jakarta sebagai ibu kota negara-- sering dituding sebagai negara yang paling tinggi emisif gas rumah kacanya. Padahal tudingan itu, menurut Dwikorita, tidak benar dan tidak beralasan. Sebab berdasarkan data real gas rumah kaca (GRK) udara Jakarta masih dalam batas toleransi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahmad Safrudin menjelaskan, parameter untuk menilai pencemaran udara tidak diukur berdasarkan GRK. "Pencemaran udara itu dengan parameter PM (particulate matter), terutama PM10 dan PM2.5, CO (karbon monoksida), NO2 (nitrogen dioksida), SO2 (sulfur dioksida), O3 (ground ozone level), HC (hydro karbon), dan lain-lain," katanya, Ahad, 19 Agustus 2018.

Sedangkan GRK --seperti yang disampaikan Dwikorita— meliputi karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen dioksida (NO2), sulfur heksafluorida (SF6), hidrofluorokarbon (HFC) dan perfluorokarbon (PFC).

Ahmad menjelaskan, pencemaran GRK untuk menilai penumpukkan GRK di lapisan stratosfer, sekitar 20 kilometer dari permukaan bumi. Penumpukan GRK ini penagruhnya adalah peningkatan suhu global. Atau dengan kata lain memicu terjadinya perubahan iklim. Sementara pencemaran udara, lebih mempengaruhi kesehatan masyarakat. "Terutama melalui sakit atau penyakit pernafasan," ujar Puput.

Pernyataan Dwikorita tentang buruknya kualitas udara di Jakarta itu sebagai tanggapan atas pemberitaan media Al Jazeera yang berjudul “Air pollution welcomes athletes in Jakarta for Asian Games“. Dalam berita yang diturunkan 17 Agustus 2018 itu dinyatakan bahwa tingkat polusi udara di Jakarta telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir.

Tulisan Al Jazeera tersebut didasarkan atas hasil penelitaian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang pencemaran udara di sejumlah negara. Selain Al Jazeera, tulisan serupa juga diberitakan BBC Indonesia dan Reuters.

Baca: Sambut Asian Games, DKI Jakarta Geber Pembersihan Polusi Udara

Menurut Dwikorita, tuduhan polusi Jakarta terparah di dunia itu berbeda dengan apa yang dirilis The New York Times, pada Juni 2017 lalu. Saat itu, The New York Times menulis bahwa ranking 10 negara terburuk dalam hal polusi, adalah Cina, Amerika Serikat, India, Rusia, Jepang, Jerman, Iran, Arab Saudi, Korea Selatan dan Kanada.

Bahkan, menurut Dwikorita, berdasarkan penelitian terbaru WHO tentang kota-kota yang paling tercemar di dunia pun menunjukkan, dari 10 kota paling tercemar di dunia, sembilan di antaranya ada di India, dan satu di Cameroon. "Jakarta atau Indonesia sendiri tidak termasuk di dalam negara-negara yang dirilis WHO dari paparan polusi udara dan dampak kesehatan," katanya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus