Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Memikat Pemilih Muda dengan Gimik

Pasangan Prabowo-Gibran menarik perhatian pemilih muda lewat kampanye di media sosial. Populer berkat gimik gemoy.

2 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pasangan Prabowo-Gibran merebut perhatian pemilih muda lewat kampanye di media sosial.

  • Pilihan anak muda kepada Prabowo sulit dijelaskan secara rasional.

  • Kampanye berbasis program dan isu sering kali tidak linear dengan pilihan anak muda.

JAKARTA – Strategi kampanye yang dijalankan calon presiden Prabowo Subianto dinilai berhasil menarik perhatian dua kelompok pemilih muda, yaitu generasi milenial (lahir 1981-1996) dan generasi z (lahir 1997-2012). Keberhasilan itu paling tidak didasarkan pada hasil survei Polling Institute yang menunjukkan dukungan kuat dari para pemilih muda kepada kandidat presiden nomor urut dua itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dominasi kampanye udara Prabowo di kanal media sosial mengalahkan dua pasangan capres lainnya," kata peneliti Polling Institute, Kennedy Muslim, kemarin, 1 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kennedy mengatakan pilihan anak muda kepada Prabowo sulit dijelaskan secara rasional. Sebab, pilihan mereka hanya didasarkan pada gimik gemoy yang tidak ada hubungannya dengan program ataupun visi-misi Prabowo. Padahal anak-anak muda itu rata-rata memiliki kesukaan pada tiga isu, yakni lapangan kerja, korupsi, dan lingkungan. "Namun kampanye capres berbasis program dan isu sering kali tidak linear dengan preferensi capres yang dipilih," ujarnya. 

Mahasiswa menunjukkan buku panduan tahapan pemilu saat mengikuti Sosialisasi Kewaspadaan Nasional di Indramayu, Jawa Barat, 19 Desember 2023. ANTARA/Dedhez Anggara

Survei Polling Institute digelar pada 15-19 Desember 2023 dengan melibatkan 1.230 responden yang diwawancarai melalui sambungan telepon. Dari jumlah itu, sebanyak 11,1 persen responden adalah kelompok pemilih berusia kurang dari 21 tahun. Mereka yang memilih pasangan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka sebesar 67,3 persen. Sisanya memilih Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (9,0 persen) dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. (8,6 persen).

Sedangkan kelompok pemilih berusia 22-25 tahun jumlahnya 11,5 persen. Dari jumlah itu, sebanyak 58,4 persen memilih Prabowo-Gibran. Kemudian 19,1 persen memilih Anies-Muhaimin dan 11,5 persen memilih Ganjar-Mahfud. 

Selanjutnya, untuk kelompok usia 26-40 tahun, jumlahnya sebesar 37 persen. Sebanyak 47,9 persen dari kelompok ini memilih Prabowo-Gibran; 27,9 persen memilih Anies-Muhaimin; dan 18,5 persen memilih Ganjar-Mahfud. 

Adapun tiga alasan teratas memilih Prabowo-Gibran adalah dianggap paling mampu memimpin, suka saja, dan tegas. Sedangkan alasan memilih Anies-Muhaimin adalah dianggap paling meyakinkan, paling mampu memimpin, dan jujur. Sementara alasan memilih Ganjar adalah sudah terbukti, suka saja, dan paling meyakinkan.

Masih berdasarkan hasil survei yang sama, Prabowo dan partainya juga mendominasi saluran di berbagai media sosial. Di TikTok, misalnya, Prabowo-Gibran mendapat angka 50,6 persen. Disusul Anies-Muhaimin 20,9 persen dan Ganjar-Mahfud 20,3 persen. "Sedangkan Gerindra mendominasi TikTok sebesar 21 persen," ujar Kennedy.

Survei Kompas yang digelar pada 29 November-4 Desember 2023 juga mendapatkan hasil yang mirip. Kelompok generasi Z yang menjatuhkan pilihan pada Prabowo-Gibran sebanyak 54,7 persen. Sedangkan untuk Ganjar-Mahfud 13,6 persen dan Anies-Muhaimin 9,6 persen. 

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, mengatakan generasi Z dan milenial merupakan generasi yang banyak menggunakan media sosial. Mereka adalah generasi yang berkembang di media sosial. Apalagi mereka merupakan suara terbanyak. 

Sesuai dengan daftar pemilih tetap Pemilu 2024 yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum, jumlah total pemilih adalah 204.807.222. Dari jumlah itu, sebanyak 66,8 juta pemilih berasal dari generasi milenial dan 6,8 juta dari generasi Z.

Karena itu, ketiga kandidat pasti mendekati generasi Z dan milenial. Para kandidat menawarkan visi-misi melalui media sosial. "Program, ide, gagasan, bahkan gimik masuk," kata Ujang. "Mereka mendekati dengan ciri khas masing-masing."

Namun Ujang ragu pendekatan menggunakan media sosial itu bisa ampuh untuk mendulang suara. Perlu ada survei lanjutan untuk menjawab keraguan itu. Kendati demikian, kampanye udara tetap harus dilakukan. "Tentu dunia nyata juga perlu digarap," ujarnya.

Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Wijayanto, mengatakan generasi Z dan milenial merupakan pemilih terbesar dalam Pemilu 2024. Untuk generasi Z, interaksi dilakukan paling banyak di TikTok, Instagram, dan X. Sedangkan generasi milenial banyak berinteraksi di Facebook dan YouTube.

Wijayanto menuturkan pasangan Prabowo-Gibran merupakan kandidat yang pertama kali memanfaatkan media sosial. Prabowo menonjolkan gimik goyang gemoy di TikTok. Gimik ini mendapat perhatian dari warganet. "Di awal-awal sudah heboh karena TikTok identik dengan goyang," katanya.

Relawan muda TKN Fanta saat melakukan pawai di Fanta HQ, Jakarta, 14 Desember 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Namun Wijayanto menyayangkan gimik itu tetap digunakan sebagai bahan kampanye. Sebab, kampanye diperlukan untuk menyebarkan informasi yang isinya substantif. Menurut dia, gimik akan mengaburkan program sehingga memperburuk kualitas pemilu di Indonesia.

Kampanye pemilu, kata Wijayanto, seharusnya menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan demokrasi. Demokrasi perlu diperjuangkan agar bisa memenuhi hak-hak asasi warga. "Seperti menawarkan solusi untuk memberikan akses pendidikan, kesehatan, kebebasan sipil, hingga hidup layak," ujarnya.

Pemilu yang berkualitas dapat dilihat dari model kampanye yang dijalankan. Kampanye yang baik tentu harus memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui gagasan kandidat sebanyak-banyaknya. Informasi yang disampaikan pun harus substantif mengenai solusi untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Tertutupnya informasi akan membuat pemilu berjalan tidak baik. "Perlu juga ada dialog dengan warga negara. Warga harus diperlakukan sebagai subyek,” ucap Wijayanto.

Gimik yang muncul dalam kampanye, ia melanjutkan, justru berdampak buruk pada kualitas demokrasi. Gimik hanya menciptakan manipulasi informasi sehingga menyesatkan pilihan masyarakat. "Gimik akan menutupi informasi yang sesungguhnya," ujar Wijayanto. "Pemilu jadi tak bermutu."  

HENDRIK YAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus