Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Masalah pembelian lahan kembali menyeret Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Setelah tersandung dugaan korupsi dalam pembelian tanah di Pondok Ranggon-Munjul, Jakarta Timur, perusahaan daerah itu kini terbelit sengketa hukum setelah membeli lahan di Pulogebang, Jakarta Timur, seluas 4,2 hektare pada 2018.
Pengadilan Negeri menemukan sejumlah kejanggalan dalam pembelian lahan di Pulogebang oleh Sarana Jaya.
JAKARTA – Perumda Pembangunan Sarana Jaya kembali terseret masalah pembelian lahan. Setelah tersandung dugaan korupsi dalam pembelian tanah di Pondok Ranggon-Munjul, Jakarta Timur, perusahaan daerah itu kini terbelit sengketa dalam pembelian lahan pada 2018 di Pulogebang, Jakarta Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Masalah pembelian tanah ini berulang dan dalam waktu yang berdekatan,” kata anggota Komisi Bidang Perekonomian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta, Gilbert Simanjuntak, dalam rapat kerja dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya di gedung DPRD Jakarta, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sengketa lahan di Pulogebang itu muncul setelah pemilik tanah, Marjan, menggugat PT Adonara Propertindo, PT Asmawi Agung Corporation, dan Sarana Jaya melalui Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 2 September 2019. Warga Kampung Ujung Krawang, Pulogebang, Jakarta Timur, itu menuding tiga perusahaan tersebut telah menduduki lahan miliknya seluas 3,48 hektare. Majelis hakim yang menyidangkan kasus itu menilai jual-beli tanah Pulogebang antara Adonara dan Sarana Jaya pada 20 Desember 2019 tidak sah. Sebab, akta jual-beli yang dibuat Adonara, sebagai penjual, dan Sarana Jaya, sebagai pembeli, cacat hukum.
Majelis hakim juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam jual-beli antara Adonara dan Sarana Jaya. Adonara, yang membeli lahan itu dari Asmawi, tidak bisa menunjukkan bukti pembayaran tanah senilai Rp 94,7 miliar itu. Walhasil, saat Adonara menjual kembali lahan itu kepada Sarana Jaya, hakim berpendapat pelepasan dan pemindahan hak atas lahan tersebut tidak sah.
Kejanggalan lainnya adalah, Sarana Jaya membayar dua kali atas sejumlah bidang tanah yang dibeli dari Adonara. Sarana Jaya pada 22 Februari 2019 diketahui telah membayar enam sertifikat hak guna bangunan( SHGB) sebesar Rp 215,4 miliar. Namun, pada 20 Desember 2019, perusahaan daerah itu kembali membayar untuk lahan yang sama sebesar Rp 250,6 miliar.
Jalur masuk lahan bermasalah di Pulo Gebang, Jakarta Timur, 18 Maret 2021. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Atas dasar itu, Pengadilan Negeri memutuskan untuk mengabulkan gugatan Marjan pada 8 Juni 2020. Hakim menyatakan, Marjan adalah pemilik tanah yang sah. “Menghukum tergugat I, II, III, mengembalikan atau menyerahkan tanpa syarat obyek sengketa, tanah yang terletak di Pulogebang seluas 34.898 meter persegi kepada penggugat,” demikian seperti dikutip dari amar putusan.
Adonara, Asmawi, dan Sarana Jaya kemudian mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri itu ke Pengadilan Tinggi Jakarta pada 18 Juni 2020. Namun, Pengadilan Tinggi justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri.
Pelaksana tugas Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra Sukmono Arharrys, tak menyanggah bahwa perusahaannya kalah dalam persidangan. “Kami kalah di PN dan PT, sekarang dalam kasasi,” tuturnya.
Saat anggota Dewan kembali menanyakan kronologi sengketa hukum pembelian lahan Pulogebang dalam rapat itu, Indra menghindar. Ia akan memberikan jawaban atas pertanyaan legislator itu secara tertulis. “Kami masih menghormati proses hukum yang masih berlangsung,” tuturnya kepada wartawan seusai rapat.
PT Adonara Propertindo juga belum menjelaskan perihal sengketa tanah di Pulogebang. Tempo menghubungi nomor telepon perusahaan itu dan panggilan diangkat oleh seorang office boy (OB) yang menyatakan seluruh karyawan di kantor itu sudah pulang.
Kuasa hukum Adonara dalam sengketa itu, Henri Pangaribuan, belum memberi penjelasan ihwal sengketa di meja hijau tersebut. Telepon Tempo tidak direspons dan pertanyaan yang disampaikan lewat WhatsApp hanya dibaca tanpa dibalas.
GANGSAR PARIKESIT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo