Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - NL, tersangka otak pembunuhan berencana bos pelayaran, Sugianto, 51 tahun di Ruko Royal Square, Kelapa Gading adalah karyawan administrasi bagian keuangan perusahaan milik korban. Bekerja di perusahaan itu sejak 2012, NL kerap dirundung Sugianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sugianto sering mengajaknya bersetubuh dan menyebutnya sebagai perempuan tidak laku,” kata Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sujana mengutip NL yang memberikan keterangan kepada penyidik, Senin, 24 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai pegawai bidang keuangan, NL juga kerap mengurusi pajak perusahaan namun tidak dilaporkan, sehingga muncul teguran dari Kantor Pajak Jakarta Utara. Karena alasan itu, Sugianto kerap mengancam akan melaporkan NL kepada polisi.
NL yang merasa sakit hati dan terancam atas perbuatan-perbuatan korban pun menyusun rencana pembunuhan. Awalnya, ia bercerita kepada suami sirinya, R alias M tentang keinginannya menghabisi bosnya. Rencana pun disusun melibatkan 10 orang lainnya, kesemuanya merupakan kaki tangan NL.
Diketahui bahwa mendiang orang tua NL merupakan orang terpandang di kampung halamannya, sehingga memudahkan NL untuk meminta bantuan mereka atas dasar perjuangan dan persaudaraan. Orangtua NL diketahui memiliki sebuah perguruan di Lampung.
Salah satunya adalah DM, yaitu tersangka eksekutor penembakan yang diketahui berangkat dari Bangka Belitung menuju Jakarta untuk membantu melaksanakan rencananya. “Tersangka pelaku adalah murid dari orang tua NL dengan alasan NL sedang diancam, DM setuju ke Jakarta,” kata Nana.
Satu-satunya tersangka yang memiliki hubungan langsung dengan korban adalah NL. Selebihnya adalah pihak-pihak rekrutan NL, beberapa dengan dibantu pengaruh almarhum orang tuanya.
Sugianto ditembak dalam perjalanan pulang dari kantor ke rumahnya untuk makan siang di Kelapa Gading. jarang antara kantor dan rumahnya hanya sekitar 300 meter. Lelaki yang dikenal warga setempat sebagai penduduk yang ramah itu meninggal di tempat.
WINTANG WARASTRI | ENDRI KURNIAWATI