Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Badai di perairan Kepulauan Mentawai mengurungkan niat tim BPBD mendistribusikan bantuan.
Warga membangun posko di puskesmas dengan tenda yang ada.
Warga dimbau agar pulang dulu ke rumah masing-masing pada pagi atau siang hari.
PADANG – Terpaan badai di perairan Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, sejak Selasa malam, 25 April 2023, mengurungkan niat tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat untuk mendistribusikan bantuan bagi para korban gempa bumi Mentawai. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sumatera Barat, Rumainur, mengatakan bantuan bagi para korban seharusnya didistribusikan pada pagi hari. "Karena cuaca tidak bersahabat, kami putuskan ke lokasi esok hari," ujarnya kepada Tempo, Rabu lalu. "Kami ke sana bersama tim dari dinas kesehatan, dinas sosial, dan dinas lainnya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gempa bumi terjadi di kawasan Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, pada 25 April lalu, sekitar pukul 03.00 WIB. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat pusat gempa di koordinat 0.94 Lintang Selatan dan 98.38 Bujur Timur atau 177 kilometer barat laut Kepulauan Mentawai dengan kekuatan 6,9 magnitudo dan kedalaman 23 kilometer.
Gempa dirasakan hingga ke sejumlah kawasan, seperti Pulau Siberut, Mentawai, Pasaman Barat, Padang Pariaman, Agam, Padang Panjang, Pesisir Selatan, Limapuluhkota, Solok Selatan, Solok, Bukittinggi, Sumatera Barat, hingga Labuhan Batu dan Padang Sidempuan, Sumatera Utara. BMKG telah mengumumkan berakhirnya status peringatan tsunami dini yang terjadi pascalindu pada Selasa dinihari itu.
Kondisi masyarakat di Desa Air Santok, Kecamatan Pariaman Selatan, Kota Pariaman, pascagempa dengan magnitudo 6.9. Dok. BPBD Kota Pariaman
Rumainur mengatakan sejumlah warga di Desa Sikalabuan, Siberut Utara, Mentawai, masih bertahan dan berlindung di pengungsian. Menurut dia, dari informasi yang diterima, warga berlindung dengan membangun posko di puskesmas menggunakan tenda yang ada. "Beberapa tenda didirikan meski hanya satu atau dua tenda," ujarnya. Menurut dia, untuk membangun tenda besar dan terpusat, pihaknya mendapati kendala karena tidak cukup anggaran. "Untuk membangun tenda terpusat, itu biayanya sekitar Rp 15-20 juta. Mahal karena kami kan harus menyeberang laut."
Ketika gempa di Mentawai dilaporkan “tidak parah”, hal berbeda dialami Fachri dan sejumlah warga Desa Betaet, Siberut Barat, Kepulauan Mentawai. Mereka harus kembali merasakan dinginnya angin malam saat beristirahat di tempat pengungsian. Karena khawatir terjadi gempa susulan, Fachri kembali ke pengungsian guna menjaga istrinya yang tengah mengandung. "Jadi, malam ini kami akan kembali ke pengungsian," kata Wakil Kepala SMAN I Siberut Barat itu.
Meski di Desa Betaet disiapkan lokasi pengungsian beserta jalur evakuasi, Fachri mengatakan, di lokasi tersebut tidak ada bangunan untuk berteduh bagi para pengungsi. Pemerintah setempat, kata dia, memang memberi bantuan berupa tenda. "Tapi kondisinya kini sudah rusak. Saya dan istri tadi malam mengungsi ke ladang orang. Ada pondok tempat berteduh," ujar Fachri. "Kami naik ke bukit dinihari saat hujan. Tidak ada bangunan khusus untuk mitigasi di Siberut Barat."
Selain tempat berteduh, Fachri mengungkapkan, kendala lain yang dialami para pengungsi adalah minimnya sumber air bersih dan buruknya jaringan telekomunikasi. "Jika boleh, kami meminta ada satgas, tidak hanya saat pascagempa, tapi juga tetap standby ketika terjadi gempa susulan untuk mengarahkan warga," ucapnya.
Elias Piau senasib dengan Fachri. Kepala Desa Sigapokna, Siberut Barat, Kepulauan Mentawai, ini memang berhasil mengkoordinasi masyarakat menuju lokasi pengungsian di wilayah dataran tinggi. "Tapi kondisi di sini susah jaringan," ujarnya. Menurut Elias, buruknya jaringan telekomunikasi berdampak terhambatnya koordinasi bantuan dengan pemerintah daerah, khususnya suplai bantuan tenda bagi para pengungsi yang telah dimintakan sejak tahun lalu. "Tenda yang ada di sini dibangun menggunakan terpal milik warga setempat."
Rumainur mengakui sejumlah warga tidak mendapat cukup tenda untuk berteduh di tempat pengungsian. Menurut dia, tim BPBD dan pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai terus berupaya memberikan pelayanan serta informasi kepada warga. Tim BPDB, kata Rumainur, mengimbau warga bisa pulang dulu ke rumah masing-masing pada pagi atau siang hari. Meski begitu, tim tetap mengimbau warga segera kembali ke pengungsian apabila merasakan guncangan gempa, sekalipun kecil.
Ihwal bantuan yang akan didistribusikan, Rumainur tak bisa merincinya. Dia hanya mengatakan akan berupaya menyalurkan bantuan hingga ke seluruh posko pengungsian di Kepulauan Mentawai. "Bantuan seadanya dari kami, mudah-mudahan berguna," ujarnya.
Bantuan juga datang dari Kementerian Sosial. Pelaksana tugas Kepala Biro Humas Kementerian Sosial, Romal Uli Jaya Sinaga, mengatakan lembaganya menyalurkan bantuan sandang-pangan bagi para korban gempa. "Daftar barangnya ada makanan siap saji, kasur, selimut bayi, dan sandang bagi dewasa serta anak-anak," kata Romal. Bantuan mulai didistribusikan ke wilayah Mentawai sejak Selasa lalu. "Barang bantuan sudah dikirim dari gudang Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Padang."
Dalam kesempatan terpisah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa gempa tersebut mengakibatkan dua rumah warga rusak. Tercatat satu rumah rusak ringan di Desa Simalegi, Siberut Barat, Mentawai. Satu rumah lainnya teridentifikasi di Desa Hili Anombase, Kecamatan Hibala, Nias Selatan. Hingga kemarin, pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi BNPB, Abdul Muhari, mengatakan tak ada tambahan jumlah kerusakan.
Muhari menampik informasi bahwa masyarakat kekurangan tenda di lokasi pengungsian. Menurut dia, dari laporan yang diterima, masyarakat di wilayah yang terkena dampak gempa Mentawai berangsur-angsur kembali ke rumah masing-masing. "Tidak ada lagi masyarakat yang menginap di pengungsian. Peringatan tsunami dini sudah berakhir. Kenapa mereka harus mengungsi?” ujar Muhari. "Ihwal tenda, saya tidak dapat berita adanya masyarakat yang mengajukan bantuan tenda."
ANDI ADAM FATURAHMAN | FACHRI HAMZAH (PADANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo