Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polda Metro Jaya menangkap 1.192 peserta aksi demo omnibus law.
Polisi menangkap 3.800 lebih peserta aksi demo omnibus law di seluruh Indonesia.
Sebanyak 796 orang di antaranya dituduh memicu tindak anakistis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Lebih dari seribu pengunjuk rasa yang menentang Undang-Undang Cipta Kerja masih ditahan di kepolisian. Jumlah ini didasari catatan gabungan tim advokasi publik yang memberikan pendampingan hukum kepada para demonstran di kantor Polda Metro Jaya serta sejumlah kepolisian resor dan kepolisian sektor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami dapat informasi, ada juga yang ditahan di Bekasi dan Depok," kata pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Yosua Octavian, kemarin. "Ini masih kami kumpulkan datanya."
Menurut Yosua, mayoritas demonstran mengaku ditangkap ketika dalam perjalanan menuju lokasi unjuk rasa. Beberapa orang lainnya bahkan mengaku bukan peserta unjuk rasa. Mereka adalah pedagang atau warga yang kebetulan berada di lokasi tapi ikut diangkut polisi.
Sejauh ini, kata Yosua, tim advokasi belum mendapat banyak kesempatan untuk mendampingi orang-orang yang ditahan itu. "Belum ada penetapan tersangka, kami pun belum tahu pasal yang akan dikenakan kepada peserta demo ini," ujar dia.
Kepala Advokasi LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, mempersoalkan penangkapan terhadap remaja dan mahasiswa yang akan berunjuk rasa tersebut. Sebab, penangkapan hanya bisa dilakukan jika memang polisi memiliki bukti adanya tindak pidana.
Nelson mengecam tindakan represif yang dilakukan polisi. Apalagi hingga kemarin banyak pengunjuk rasa yang masih ditahan tanpa alasan yang jelas. "Kami bahkan sempat tak boleh masuk untuk memberikan pendampingan hukum," kata dia. Nelson menilai tindakan polisi itu adalah bentuk pelanggaran. Sebab, undang-undang menjamin hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Yusri Yunus, membenarkan ada 1.192 orang yang ditangkap pada Kamis lalu. Mereka terdiri atas mahasiswa, pelajar, dan penganggur. Penangkapan dilakukan karena mereka diduga berniat melakukan tindak anarkistis. "Separuhnya adalah siswa STM (sekolah teknik menengah)," kata dia.
Yusri menegaskan bahwa mereka yang ditangkap itu bukan pengunjuk rasa, melainkan kelompok-kelompok yang memang berniat membuat kerusuhan. Polisi berkaca pada peristiwa sebelumnya—unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi—yang berakhir ricuh. Karena itu, mereka ditangkap sebelum tiba di lokasi unjuk rasa. Dari penangkapan itu, sebanyak 285 orang terbukti membawa senjata tajam. "Kami masih mendalami," ujar dia.
Dari hasil pemeriksaan, kata Yusri, orang-orang yang akan membuat rusuh itu diduga terkait dengan kelompok Anarko. "Mereka itu bisa siapa saja, tapi sebagian besar adalah pelajar STM," katanya. Namun ada juga buruh dan mahasiswa yang bergabung dalam kelompok itu. "Tujuannya membuat kerusuhan, bukan untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja."
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian, Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono, memberi penegasan serupa. Secara keseluruhan, kata dia, Kamis lalu, polisi menangkap sekitar 3.800 orang dari sejumlah kota di Indonesia. Mereka terdiri atas 1.548 pelajar, 601 masyarakat umum, 443 mahasiswa, 419 buruh, dan 55 penganggur. "Sebanyak 796 orang diduga kelompok Anarko," kata Argo.
Yosua ragu akan tuduhan polisi tentang kelompok tertentu yang menunggangi aksi massa penentang Undang-Undang Cipta Kerja. Memang mayoritas pengunjuk rasa yang ditangkap adalah pelajar. Namun mereka memahami betul alasan kenapa harus turun ke jalan. "Saat kami bertanya, mereka pun mengerti tentang kenapa menolak omnibus law," kata dia. "Jadi, tak seperti yang dituduhkan itu."
FRANSISCO ROSARIANS | EGI ADYATAMA | WINTANG WARASTRI
Tim Advokasi: Alasan Penangkapan Demonstran Tidak Jelas
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo