Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tersendat Laju Blangwir oleh Mobil Parkir

Mobil petugas kerap terhalang oleh mobil yang parkir di badan jalan ketika akan memadamkan kebakaran di permukiman padat. Tim pemadam yang seharusnya tiba ke lokasi dalam waktu 4 menit bisa terlambat hingga setengah jam.

29 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Laju mobil pemadam kebakaran kerap tersendat oleh mobil yang parkir di tepi jalan.

  • Rasio jumlah petugas pemadam dan jumlah penduduk Jakarta masih jauh dari ideal.

  • Pasokan air hidran masih menyatu dengan pasokan air kebutuhan sehari-hari warga Ibu Kota.

JAKARTA – Kepala Seksi Operasional Pengendalian Kebakaran dan Penyelamatan Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur, Gatot Sulaeman, menuturkan betapa sulitnya mobil pemadam kebakaran menuju permukiman padat di Jalan Pisangan Baru III, Matraman, Jakarta Timur, pada Kamis dinihari pekan lalu. Akibatnya, petugas tak bisa segera menjinakkan api yang melalap empat kontrakan dan menewaskan sepuluh orang dari dua keluarga itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jalan menuju lokasi kebakaran itu hanya memiliki lebar 3-4 meter. Setiap tiba di pertigaan atau perempatan, mobil blangwir sulit berbelok. “Sampai maju-mundur tiga kali baru bisa belok,” ujar Gatot, kemarin.

Laju mobil blangwir juga tersendat gara-gara banyaknya mobil yang parkir di tepi jalan karena pemiliknya tidak mempunyai garasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kondisi serupa kerap ditemui petugas pemadam saat menuju lokasi kebakaran di kawasan padat penduduk. Padahal petugas harus segera tiba di tempat kebakaran untuk mencegah amukan si jago merah meluas.

Sering kali, menurut Gatot, rumah pemilik mobil berada di gang sempit, sehingga kendaraannya diparkir di tepi jalan. “Jadi, mereka sering tidak dengar saat mobilnya harus dipindahkan,” katanya.

Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta, Satriadi Gunawan, meminta agar masyarakat memiliki garasi sebelum membeli mobil. Tujuannya agar kendaraan itu tidak diparkir di tepi jalan dan menghambat laju mobil blangwir saat menuju tempat kebakaran.

Kondisi rumah kontrakan setelah kebakaran di permukiman padat penduduk di Jalan Pisangan Baru III, Matraman, Jakarta, 25 Maret 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Di atas kertas, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014, setiap orang atau badan usaha pemilik kendaraan bermotor di Jakarta wajib memiliki atau menguasai garasi. Bahkan, mereka yang akan membeli kendaraan bermotor juga harus menunjukkan surat kepemilikan garasi yang diterbitkan kelurahan setempat.

Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho, mengatakan seharusnya anggota Satuan Polisi Pamong Praja dan Dinas Perhubungan bisa menertibkan mobil yang parkir di tepi jalan lantaran tidak memiliki garasi. Apalagi pemerintah DKI telah memiliki peraturan daerah yang mewajibkan pemilik kendaraan bermotor memiliki garasi. “Karena hal itu kerap menghambat mobil pemadam untuk bisa cepat sampai lokasi kebakaran,” ujar Teguh.

Idealnya, Teguh menerangkan, petugas pemadam bisa mencapai tempat kebakaran dalam waktu 4 menit. Namun, berdasarkan pantauan Ombudsman atas sejumlah peristiwa kebakaran, tim pemadam perlu waktu 15-30 menit untuk bisa mencapai lokasi kebakaran.  

Ombudsman pernah melakukan rapid assessment atau kajian singkat atas pelayanan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta pada Agustus hingga Desember 2018. Hasilnya, Ombudsman menemukan sejumlah masalah dalam penanganan kebakaran. Masalah tersebut di antaranya, tersendatnya laju mobil blangwir menuju tempat kebakaran, khususnya di permukiman padat penduduk.

Adapun jumlah petugas pemadam kebakaran pada saat dilakukan kajian itu hanya 3.920 orang. Padahal, jumlah penduduk Jakarta, menurut data Badan Pusat Statistik pada 2017, adalah 10.177.924 jiwa. Walhasil, rasio antara petugas pemadam kebakaran dan warga Ibu Kota ialah 1:2.500 orang. “Kondisi itu tidak ideal untuk ukuran kota besar,” kata Teguh. Dia mencontohkan perbandingan antara petugas pemadam kebakaran dan penduduk di New York, Amerika Serikat, ialah 1:1.000.

Kendala lain dalam penanganan kebakaran, menurut kajian Ombudsman, adalah pemerintah DKI Jakarta belum memiliki pos pemadam kebakaran di setiap kelurahan. Padahal Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran menyebutkan, untuk menanggulangi kebakaran dan bencana lainnya, di kelurahan dibentuk pos pemadam kebakaran. “Hal ini mengakibatkan birokrasi pelayanan menjadi panjang saat terjadi kebakaran,” tuturnya.

Selain itu, Ombudsman menemukan sejumlah hidran yang tidak berfungsi. Misalnya, hidran di tujuh titik di Kelurahan Tambora, Jakarta Barat, yang tidak berfungsi semua. “Hidran yang kosong ini membuat petugas kebakaran harus mencari sumber air terdekat untuk memadamkan api,” ujar Teguh.

Satriadi tidak memungkiri sejumlah temuan Ombudsman dalam kajian singkat tersebut. Hingga kini, dari 267 kelurahan di Ibu Kota, Dinas baru memiliki pos pemadam kebakaran di 159 kelurahan.

Dinas, menurut Satriadi, telah mengusulkan penambahan petugas pemadam kebakaran. Namun, hingga kini pemerintah DKI masih memprioritaskan anggaran daerah untuk penanganan Covid-19. Adapun jumlah petugas pemadam kebakaran di Ibu Kota saat ini sekitar 4.000 orang.

Di luar urusan tenaga pemadam, Satriadi menambahkan, ketersediaan air pada hidran masih menjadi persoalan. Hingga kini, pasokan air untuk hidran masih menyatu dengan suplai air untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari. Walhasil, tekanan air hidran kadang tidak kuat untuk digunakan memadamkan api. “Karena itu, kami kadang pakai air kali dan got untuk memadamkan api,” katanya.

GANGSAR PARIKESIT
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gangsar Parikesit

Gangsar Parikesit

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014. Liputannya tentang kekerasan seksual online meraih penghargaan dari Uni Eropa pada 2021. Alumnus Universitas Jember ini mendapatkan beasiswa dari PT MRT Jakarta untuk belajar sistem transpotasi di Jepang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus