Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bed occupancy rate (BOR) dari 734 tempat tidur isolasi di 22 RS rujukan Depok mencapai 85 persen
Petugas puskesmas kesulitan untuk merujuk pasien ke rumah sakit karena sebagian besar rumah sakit rujukan telah penuh.
Kondisi ini semakin berat setelah beberapa tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah sakit rujukan juga ikut terinfeksi Covid-19.
DEPOK – Penanganan wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Kota Depok berada pada taraf kritis. Orang-orang yang terinfeksi virus corona terancam kesulitan mendapatkan pelayanan dari fasilitas kesehatan di kota itu. Kondisi ini membuat Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan status siaga 1 untuk Kota Depok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kondisi masih mencekam. Ketersediaan di 22 rumah sakit rujukan hampir tak ada,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, Novarita, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data Dinas Kesehatan, hingga kemarin, tercatat angka pasien aktif sebanyak 3.862 orang. Angka keterisian alias bed occupancy rate (BOR) ruang perawatan isolasi mencapai 85 persen dari total 734 tempat tidur. Sedangkan tingkat keterisian ruang ICU menyentuh angka 90,32 persen dari total 62 tempat tidur.
Petugas di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) kebingungan menangani pasien yang terus berdatangan. Mereka kesulitan untuk merujuk pasien ke rumah sakit karena sebagian besar rumah sakit rujukan telah penuh. Kondisi itu semakin berat setelah beberapa tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah sakit rujukan juga ikut terinfeksi Covid-19. “Tenaga kesehatan harus bekerja ekstra,” kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Depok, Enny Ekasari. “Saat ini IGD (instalasi gawat darurat) hampir penuh dan susah ditangani."
Menurut Ketua Harian Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Barat, Daud Achmad, selama empat pekan berturut-turut, Kota Depok menyandang status zona merah karena memiliki risiko tinggi dalam penularan Covid-19. Satgas Jawa Barat berencana mengirim tim khusus ke Kota Depok untuk membantu menangani wabah. “Dari provinsi belum turun tim khusus. Kami sedang melihat perkembangan penanganan di Depok,” kata dia.
Secara umum, kata Daud, penanganan wabah di Kota Depok sebenarnya sudah baik. Hal itu diperlihatkan dengan tingginya angka pelacakan kasus, termasuk pengetesan dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Bahkan Kota Depok menjadi wilayah pertama di Jawa Barat yang memiliki rumah sakit darurat, yaitu Wisma Makara Universitas Indonesia, yang dioperasikan sejak Oktober 2020.
“Melihat pertumbuhan kasus (Covid-19) sekarang, komunikasi publik harus diperkuat,” kata Daud. Ia menduga lonjakan jumlah kasus ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang belum mematuhi protokol kesehatan. “Sekarang, bagaimana caranya menyadarkan masyarakat untuk betul-betul taat pada 3M, dan kalau perlu ditambah dengan 2M lagi, yakni menjauhi kerumunan dan membatasi mobilitas.”
Manajer Pengembangan Bisnis Rumah Sakit UI, Astrid Saraswaty Dewi, mengatakan ketersediaan ruang isolasi dan ICU di Wisma Makara saat ini dalam kondisi kritis. Ruang perawatan isolasi yang memiliki kapasitas 67 tempat tidur itu telah terisi hingga 90 persen. Sedangkan ICU yang berjumlah 13 tempat tidur dan HCU 8 tempat tidur sudah terisi semua.
Sejauh ini RSUI belum memiliki rencana untuk menambah kapasitas ruang perawatan di Wisma Makara meski terjadi lonjakan jumlah kasus. “Karena kami harus mempertimbangkan beberapa aspek kalau mau menambah, yaitu persiapan sarana dan tenaga (petugas kesehatan),” ujar dia.
Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana, mempertanyakan penetapan status siaga 1 untuk Kota Depok yang diputuskan pemerintah Jawa Barat. Menurut dia, penetapan itu tidak memiliki parameter yang jelas. Apalagi, tanpa status itu, pemerintah dan Satgas Covid-19 Kota Depok selalu dalam kondisi siaga dalam penanganan wabah.
Dadang justru menyoroti perbedaan data yang dimiliki Pemerintah Provinsi dengan Kota Depok. Sebab, data yang dikantongi Pemerintah Provinsi terpaut cukup jauh dengan data yang dicatat Satgas Covid-19 Kota Depok. “Data ini sangat vital karena salah satunya digunakan untuk menghitung zona risiko daerah,” katanya. “Jika data yang digunakan kurang valid, sudah bisa dipastikan perhitungan zonasi pun kurang valid.”
FRANSISCO ROSARIANS | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | AHMAD FIKRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo