Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tragedi Dua Pesawat TNI

25 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua pesawat milik TNI Angkatan Udara (AU) mengalami kecelakaan, Kamis pekan lalu. Pesawat pertama adalah jenis CN235, yang jatuh di Bandar Udara Malikussaleh, Lhok Seumawe, Aceh. Pesawat kedua adalah jenis OV10 Bronco milik Pangkalan Udara Abdurahman Saleh, Malang, yang jatuh di Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Akibat kecelakaan di Aceh itu, tiga anggota TNI, yaitu Letkol Inf. Tugas Suwignyo (Komandan Batalion 521/ Brawijaya), Letkol Inf. Tito (Komandan Batalion 312/Siliwangi), dan Mayor Inf. Taufan (Kepala Staf Kodim 0105/Aceh Barat Daya), tewas. Selain itu, 15 penumpang lainnya mengalami luka-luka serius.

Menurut Komandan Satgas Info Koopslihkam, Letkol Erie Soetiko, sebelum jatuh, CN235 yang diperbantukan ke Kodam Iskandar Muda tersebut baru menempuh perjalanan dari Sabang ke Banda Aceh. Rencananya, para penumpang akan mengikuti briefing Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto di markas Kodim 0103 Lhok Seumawe, Jumat. Tapi, saat berada di ketinggian 75 meter dari landasan, pesawat tiba-tiba jatuh karena mesin mati.

Sementara itu, keberadaan puing pesawat OV10 Bronco yang dikemudikan pilot Mayor (Pnb.) Robby Ibnu Robert (Komandan FLT Ops ‘B’ Skuadron 21) dan Letnan Satu (Pnb.) Hercus Adiya Wing Wibowo (Kasubsilat Siops Diops Skuadron 21) itu, ditemukan di puncak bukit Limas, Kecamatan Jabung, Malang, Jawa Timur pada Jumat pekan lalu. Pesawat dalam posisi menghujam tanah dan hancur. Menurut Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal Joko Suyanto, pesawat dari Skuadron 21 itu jatuh diduga karena buruknya cuaca. Sebelumnya, pesawat Bronco tengah menjalani latihan Garuda Perkasa untuk peringatan Hari Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus nanti.

Separator Kedutaan Bikin Gerah

Hari-hari ini suara klakson kendaraan sering nyaring terdengar, persis di depan kantor Kedutaan Besar Australia di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta. Itulah bentuk protes para pengendara mobil setiap melintasi kawasan itu. Sebab, pada badan jalan jalur lambat telah didirikan separator (pagar pembatas) yang mengakibatkan akses pengguna lalu-lintas di sana terhambat.

Dan benar, kemacetan pun kian tampak bertambah di jalur yang sehari-hari memang sudah padat itu. Inilah yang membuat jengkel warga Jakarta. Mulanya, separator itu dipasang dengan alasan pihak kedutaan sedang melakukan renovasi pagar yang sebagian hancur akibat ledakan bom Kuningan beberapa waktu silam. Namun, ketika pagar telah tampak selesai dibangun, separator itu masih saja tegak berdiri dan jalur lambat tetap ditutup, tak bisa dilewati umum.

Pembangunan yang dilakukan Kedutaan Besar Australia itu bukanlah satu-satunya yang dianggap mengganggu kepentingan publik Jakarta. Jauh sebelumnya, hal serupa dilakukan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jalan Medan Merdeka Selatan. Ruas jalan di depan kedutaan itu telah dibelah oleh separator beton sehingga merampas hak pengguna jalan.

Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, pekan lalu telah meminta kepada pihak kedua kedutaan tersebut agar segera membongkar pembatas jalan yang dianggap mengganggu kepentingan publik pengguna jalan. Pihak Kedutaan Besar Australia merespons dengan berjanji akan membuka pembatas secepatnya. ”Penutupan jalur lambat hanya sementara, sembari menunggu perbaikan pagar dan kantor selesai,” kata juru bicara Kedutaan Australia, Elizabeth O’Neill. Dia juga menyatakan minta maaf jika masyarakat terganggu. Hal serupa dikatakan Max Kwak, juru bicara Kedutaan Besar Amerika. ”Kami siap membongkar,” katanya.

Sebuah Tim untuk Toba Lestari

Departemen Kehutanan menurunkan tim guna meneliti dugaan pengambilan kayu sebesar satu juta meter kubik dari hutan alam di Sumatera Utara oleh PT Toba Pulp Lestari. ”Mereka sedang cek ke sana untuk mengkaji apakah hal itu benar,” kata Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, Wahjudi Wardojo, pekan lalu.

Menurut Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara, Prie Supriadi, kedatangan tim untuk meneliti 38 ribu hektare hutan yang menjadi sengketa antara PT Toba Pulp Lestari dan PT Gruti. Sebab, 15 ribu hektare di antaranya merupakan hutan lindung. Karena sengketa tersebut, sejak Mei lalu penebangan hutan di kawasan tersebut dihentikan pemerintah.

Direktur Umum PT Toba Pulp Lestari, Juanda Panjaitan, mengatakan Toba Pulp Lestari memiliki hak melakukan penebangan hutan di kawasan tersebut. Izin yang mereka miliki, kata dia, berlaku hingga tahun 2035. ”Sedangkan izin PT Gruti sudah habis,” kata Juanda kepada Tempo. Dia berharap penghentian penebangan itu segera dicabut karena bisa mengganggu produksi perusahaannya.

Duet Polisi-TNI Berantas Kejahatan Laut

Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Polri Jenderal Polisi Sutanto meneken perjanjian kerja sama peningkatan pengamanan laut dan kemampuan sumber daya manusia, Senin pekan lalu. Kesepakatan yang diteken di atas KRI Tanjung Nusanive973 tersebut disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tiga Kepala Staf TNI, dan sejumlah menteri.

Menurut Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Aryanto Anang Budiharjo, ada tiga bidang yang disepakati dalam perjanjian tersebut, yaitu penanganan kejahatan di laut, peningkatan sumber daya manusia, dan kerja sama penelitian teknologi. Menurut dia, sumber daya manusia kepolisian amat terbatas dalam menangani kejahatan laut. Selain itu, sarana kapal juga minim.

Konsep kerja sama itu sendiri masih disusun. Menurut Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Inspektur Jenderal Polisi Chaerul Rasjid, prinsip kerja sama adalah membuat pola pemberantasan kejahatan secara efektif. ”Jangan sampai pemberantasan kejahatan bertele-tele karena birokrasi,” kata Chaerul.

Deklarasi Tokoh Agama di Bali

Dialog Antar-Agama se-Asia-Eropa (Asia-Europe Meeting Interfaith Dialogue), yang berlangsung di Bali pekan lalu, merekomendasikan empat kesepakatan. Tujuan utama kesepakatan adalah menciptakan hubungan yang harmonis dalam hubungan antaragama di tiap negara anggota Asia-Europe Meeting (ASEM).

Kesepakatan pertama hasil pertemuan tokoh agama dari 26 negara tersebut adalah pentingnya menjaga perdamaian, kasih sayang, dan toleransi di antara umat manusia. Kedua, promosi dan perlindungan hak asasi manusia (salah-satunya hak untuk memilih agama). Ketiga, kesediaan untuk tidak menggunakan kekerasan dan menentang penggunaan agama untuk merasionalisasi kekerasan. Keempat, membangun harmoni di antara komunitas internasional.

Dalam deklarasi tersebut juga disepakati agar negara anggota ASEM mengakomodasi masuknya pelajaran dialog antaragama dalam kurikulum pendidikan dari jenjang postelementary atau setingkat sekolah menengah pertama (SMP) ke atas. Cara ini dinilai bisa meningkatkan penghargaan antarpemeluk agama. ”Agar mereka punya kesamaan dalam perdamaian dan toleransi” kata Arizal Effendi, juru bicara dari Indonesia.

Presiden Didesak Umumkan Temuan TPF

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar segera mengumumkan hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir. Hasil temuan itu, menurut Mugiyanto, anggota Dewan Pengurus Kontras, dinilai penting untuk menjelaskan apa yang terjadi di belakang pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir.

Menurut Mugiyanto, sejak satu bulan temuan TPF Munir dilaporkan pemerintah, Presiden belum mengumumkan hasil penyelidikan TPF Munir. Padahal, sesuai dengan Keputusan Presiden No. 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan TPF Munir, Presiden berkewajiban mengumumkan hasil temuan tersebut. ”Kami menagih janji tersebut,” kata Mugiyanto.

Kontras juga menyesalkan sikap pemerintah yang tidak lagi membentuk sebuah tim independen untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Munir. Padahal, kata Mugiyanto, tim yang mendapat otoritas dari Presiden sangat berarti untuk menuntaskan pengusutan kematian Munir. Menurut dia, perlu cara-cara yang luar biasa karena kematian Munir pada 6 September tahun lalu penuh konspirasi dan intrik politik.

Pemerintah sendiri merasa tidak ada keharusan mengumumkan hasil temuan TPF Munir. Menurut Andy M. Mallarangeng, juru bicara kepresidenan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menindaklanjuti temuan TPF melalui mekanisme biasa dan membentuk tim penyidikan yang dipimpin mantan Ketua TPF Munir Brigjen Pol. Marsudhi Hanafi. ”Kapolri punya komitmen kuat dan Presiden meminta agar seluruh aparat bekerja,” kata Andi.

Tuntutan Mati untuk Pelaku Bom Makassar

Agung Abdul Hamid, 38 tahun, terdakwa kasus bom Makassar, dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum, Muhamad Taufik, Kamis pekan lalu. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Makassar itu, Agung dinyatakan terbukti bersalah menjadi otak dan penyandang dana bom Makassar.

Menurut Taufik, terdakwa terbukti melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002, yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Agung juga dinilai melanggar Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 12/ Drt/1951, Lembaran Negara No. 78 Tahun 1971, tentang kepemilikan dan penguasaan senjata api, amunisi, serta bahan peledak secara tidak sah.

Pertimbangan yang memberatkan hukuman tersebut adalah karena Agung perencana dan aktor intelektual peledakan bom di Makassar. Bom yang dirancang Agung meledak pada 5 Desember 2002 di rumah makan Mc Donald’s di Mal Ratu Indah dan show room NV Hadji Kalla milik Wakil Presiden Jusuf Kalla. Akibat ledakan itu, tiga orang meninggal dan 15 orang luka-luka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus