Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jalur Mandiri Menempuh Tanah Suci

Umrah mandiri tanpa agen travel kian diminati anak muda. Mereka mengatur perjalanan ibadah itu sendirian.

7 Mei 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Arab Saudi kini mempermudah anggota jemaah mendapatkan visa untuk umrah secara mandiri.

  • Salah satu keuntungan umrah mandiri adalah bisa menjelajahi banyak tempat bersejarah dan budaya.

  • Tren umrah backpacker ini kembali muncul di kalangan anak muda setelah pandemi Covid-19.

Rencana Danang Giri Sadewa berlibur di Dubai mendadak berubah pada awal bulan puasa. Jarak dari kota di Uni Emirat Arab ke Tanah Suci yang hanya terpaut tiga jam melalui penerbangan membuat Dewa berkeinginan untuk umrah. "Awalnya iseng nyari di Internet gimana bisa masuk Arab Saudi tapi enggak ngurus visa yang ribet kayak visa jemaah," kata Dewa kepada Tempo, Selasa, 2 Mei 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari informasi yang didapat, Dewa baru tahu bahwa pemerintah Arab Saudi punya kebijakan baru yang mempermudah anggota jemaah mendapatkan visa untuk umrah secara mandiri. Salah satunya dengan visa transit yang didapat ketika membeli maskapai penerbangan Saudia Airlines atau Flynas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tanpa pikir panjang, pemuda berusia 24 tahun itu membeli tiket penerbangan maskapai Flynas dari Dubai ke Madinah. Di situs maskapai penerbangan tersebut, Dewa mengungkapkan bahwa dirinya bisa langsung mengajukan visa. Biaya pembuatan visa persinggahan ini gratis. Dewa mengaku hanya membayar sekitar Rp 500 ribu untuk mengurus administrasi.

Setelah tiket dan visa aman, Dewa segera menyusun daftar rencana kegiatan selama di Arab Saudi. Ia pun banyak bertanya kepada temannya yang berkecimpung di bisnis agen perjalanan umrah dan haji. Kebetulan, temannya tersebut juga sedang di Arab Saudi sambil membawa jemaah umrah dari Indonesia.

Pada hari ketiga puasa atau 25 Maret lalu, Dewa sudah berada di Madinah pada malam hari. Karena harga penginapan yang cukup mahal atau di kisaran Rp 2 juta per malam, juga tanggung sudah mau berganti hari, Dewa pun memutuskan beristirahat di selasar Masjid Nabawi. Memang ada risikonya. Ia beberapa kali kena tegur petugas yang hendak membersihkan karpet. "Sama yang jaga disuruh pindah ke tempat lain. Kurang-lebih kayak gitu," ujarnya.

Pagi harinya, Dewa bergabung dengan jemaah yang dibawa temannya itu untuk bersama-sama mengikuti tata cara ibadah umrah, sekaligus berangkat ke Mekah dengan bus. Jadi, Dewa tak keluar ongkos transportasi.

Perjalanan dengan bus normalnya hanya sekitar 6 jam dari Madinah ke Mekah. Namun, pada awal Ramadan, area Masjidil Haram dipenuhi lautan manusia dari berbagai belahan dunia. Sehingga bus yang ditumpangi Dewa pun menempuh perjalanan 10 jam untuk masuk ke kompleks tempat suci umat Islam tersebut.

Sesampainya di sana sudah pukul 02.00 waktu setempat. Dewa langsung melaksanakan tahapan umrah pertamanya itu, dari tawaf, sai, hingga bercukur. Total dua jam ia menjalani umrah. Setelahnya, kreator konten pendidikan ini sahur dan berpuasa. Ia juga mencari penginapan di sekitar Masjidil Haram dan mendapat kamar dengan tarif Rp 2 juta per malam.

Kreator konten pendidikan, Danang Giri Sadewa, melaksanakan umrah mandiri dengan layanan visa berdurasi empat hari dari maskapai Arab Saudi, Flynas. Dok. Pribadi

Jelajah Tempat Bersejarah dan Budaya

Dalam waktu yang singkat itu, Dewa mengaku hanya fokus beribadah. Pada hari ketiga, ia berangkat ke Jeddah dan menginap di tempat temannya. Di kota tersebut, ia memutuskan untuk menyewa sebuah mobil dan melakukan city tour, salah satunya ke pantai Laut Merah dan pasar tradisional setempat.

Menurut Dewa, salah satu keuntungan umrah mandiri adalah bisa menjelajahi banyak tempat bersejarah dan budaya. Walau begitu, tetap ada kekurangannya melakukan umrah ala backpacker jika hendak ke tempat wisata. Kendalanya ada di transportasi.

Tak seperti di Jakarta yang ke mana-mana bisa naik kereta rel listrik, Dewa menuturkan bahwa di Arab Saudi hanya tersedia taksi. Tarifnya pun cukup mahal dan harus pandai bernegosiasi supaya lebih murah. "Taksi itu matoknya SAR 100, sekitar Rp 400 ribu buat sekali trip," kata dia. Hal itu juga yang menjadi alasan akhirnya Dewa memilih sewa mobil sekitar Rp 500 ribu untuk sehari.

Jika ditotal, biaya yang dikeluarkan Dewa untuk umrah tak sampai puluhan juta rupiah seperti yang ditawarkan agen perjalanan. Untuk tiket pesawat dari Dubai ke Madinah sekitar Rp 3 juta, tiket pulang ke Jakarta sekitar Rp 7-8 juta, makan Rp 500 ribu, dan administrasi visa Rp 500 ribu.

Layanan visa transit yang dimanfaatkan Dewa juga tersedia dalam platform Nusuk milik pemerintah Arab Saudi. Lewat Nusuk, seseorang memungkinkan berangkat umrah tanpa melalui travel. Cukup masuk ke situs Nusuk.sa atau unduh aplikasinya di telepon seluler. Situs ini juga menyediakan bahasa Indonesia. Di tampilan awal, tertulis ucapan "Selamat datang di Nusuk, panduan resmi Anda ke Mekah dan Madinah" serta "Rencanakan umrah dan ziarah Anda dengan cara Anda sendiri".

Tepat di bawah tulisan tersebut, ada bagian "Mengajukan permohonan visa". Jika diklik, muncul sebuah pertanyaan mengenai kewarganegaraan. Setelah memilih negara pada kolom di bawah pertanyaan, muncul pertanyaan berikutnya, "Apakah Anda penduduk tetap AS, Inggris, atau Uni Eropa atau pemegang visa AS, Inggris, atau Schenge?". Jika menjawab tidak, pertanyaan berikutnya muncul, yaitu "Apakah Anda penduduk GCC (persatuan regional yang terdiri atas Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan UEA)?". Bila memilih "tidak", muncul keterangan bahwa calon anggota jemaah memenuhi tiga syarat pengajuan visa.

Syarat pertama, yaitu visa umrah melalui paket. Visa ini diperoleh dengan memesan paket secara online melalui salah satu penyedia layanan yang disetujui atau dengan mengunjungi salah satu biro perjalanan lokal. Di platform tersebut juga tersedia daftar penyedia paket dengan aneka jenis layanan, seperti basic, economy, dan VIP. Harga paket juga terpampang jelas di tiap daftar penyedia.

Syarat kedua adalah mengajukan visa lewat kedutaan besar, konsulat, dan kantor visa resmi. Pada keterangan yang tertera, harga visa di kedutaan besar atau konsulat yaitu SAR 300 atau sekitar Rp 1,2 juta, biaya pendaftaran SAR 39,44. Biaya tersebut belum termasuk asuransi kesehatan. Validitas visa multiple entry berlaku selama satu tahun sejak tanggal penerbitan. Visa ini juga memungkinkan untuk tinggal hingga 90 hari.

Syarat ketiga adalah visa transit seperti yang digunakan Dewa. Ada dua pilihan maskapai yang menyediakan visa umrah ini, yaitu Saudia Airlines dan Flynas. Pada Saudia Airlines, harga visa persinggahan gratis, mendapat satu malam gratis di hotel, tidak ada biaya aplikasi, termasuk biaya asuransi kesehatan, entri tunggal, dan validitasnya tiga bulan untuk masa inap hingga 96 jam atau 4 hari.

Adapun pada maskapai Flynas, visa transit juga gratis, tapi ada biaya aplikasi sekitar SAR 39,50. Biaya asuransi kesehatan tergantung negara asal, entri tunggal, dan validitas visa berlaku selama tiga bulan untuk masa inap hingga 96 jam.

Muhammad Ismail Zamakhsyari menunaikan umrah secara mandiri pada 20 Februari-20 April 2023. Dok. Pribadi

Nyaman Beribadah tanpa Kekangan

Kisah lainnya datang dari Muhammad Ismail Zamakhsyari. Pemuda berusia 26 tahun asal Bogor ini melaksanakan umrah mandiri secara mendadak. Terhitung sejak 20 Februari hingga 20 April atau selama dua bulan, Ismail berada di Tanah Suci. "Kebetulan memang saya orangnya nekat, jadi biasa melakukan aktivitas sendiri. Berangkat sajalah," kata Ismail.

Sejak awal, Ismail tak tertarik umrah melalui agen travel. Sebab, ia merasa tak bisa bebas dan ingin beribadah dengan nyaman tanpa kekangan dan diburu-buru. Selain itu, ia ingin menikmati waktu lebih lama, khususnya pada puasa Ramadan, di Tanah Suci untuk mengejar pahalanya yang setara naik haji bersama Rasulullah.

Sebagai lulusan pesantren, Ismail percaya diri dengan bekal praktik ibadah umrah yang sudah dipelajari. Apalagi orang tuanya pernah bergabung dengan Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) serta ia juga sudah pernah naik haji selama 40 hari pada 2018. "Insya Allah kalau soal praktik ibadah sudah paham."

Persiapan Ismail sebelum berangkat terhitung serba dadakan. Ia awalnya membuat visa umrah dari seorang kenalannya yang bekerja di Muassasah atau provider visa di Arab Saudi. Visanya pun jadi setelah membayar sekitar Rp 4 juta dengan masa berlaku selama 90 hari. Pengasuh Pondok Pesantren Al Fatmahiyyah ini bergegas membeli tiket penerbangan. Tiga hari setelah tiket dan visa di tangan, ia pun berangkat.

Ismail mengaku sempat mencoba mendaftar visa umrah lewat agen travel. Namun ternyata persyaratannya rumit dan harus berangkat secara rombongan atau grup. "Jadi, dia enggak mau terima visa mandiri kalau travel. Minimal 30 orang."

Karena persiapan yang kurang matang, Ismail sempat terkatung-katung begitu sampai di Jeddah. Ia cukup lama berada di Bandara Internasional King Abdul Aziz untuk mencari penginapan. Setelah lima jam, ia akhirnya mendapat undangan dari saudaranya di Mekah untuk tinggal di rumahnya. Sepekan menetap di sana, saudaranya meminta Ismail untuk menjaga rumah karena hendak pulang ke Indonesia. "Alhamdulillah gratis. Walau enggak seperti hotel. Kayak rumah-lah, bisa masak dan cuci," ujar dia.

Untuk makan, Ismail mengaku tak banyak mengeluarkan uang. Ia menjalin silaturahmi dengan banyak orang selama di sana. Dari perkenalan itu, ia bisa makan gratis di hotel-hotel. "Kadang juga enggak kenal, saya sok kenal aja. Namanya di Tanah Suci, kita harus memperluas silaturahmi. Kebanyakan begitu," kata dia berseloroh.

Adapun soal transportasi dari rumah saudaranya ke Masjidil Haram, Ismail memanfaatkan bus gratis. Namun, ketika Ramadan, jumlah shuttle bus terbatas dan selalu penuh. Sebab, jumlah peserta umrah pada bulan puasa bisa melonjak berkali-kali lipat dibanding pada musim naik haji. Alternatif lainnya, Ismail memilih jalan kaki pada malam hari.

Meski umrah mandiri cukup menantang, Ismail menuturkan, ada hikmah di baliknya. Ia mengaku jadi lebih tahu banyak tempat dan bebas ke mana saja, terutama lokasi bersejarah yang jarang dikunjungi jemaah umrah reguler maupun haji. Di Mekah, misalnya, ia mendatangi Jabbal Nur dan Gua Hira, serta ke makam Abu Lahab. "Mana ada jemaah umrah ke Abu Lahab? Saya bisa ke tempat yang aneh-aneh," kata Ismail.

Pun ketika di Madinah, Ismail mengunjungi Bukit Tsaniyatil Wada'. Bukit ini menjadi tempat penyambutan ketika Rasulullah datang ke Madinah. Tempat bersejarah lainnya adalah sumur Ghars yang airnya digunakan untuk memandikan jenazah Nabi Muhammad.

Bila dihitung secara kasar, Ismail memperkirakan biaya yang dihabiskan untuk berangkat dan menetap selama dua bulan di Tanah Suci tidak sampai Rp 30 juta. Tiket pesawat, misalnya, ia dapat di harga Rp 14 juta untuk rute Jakarta-Jeddah pergi-pulang. Kemudian visa Rp 4 juta serta penginapan dan makan gratis. Sementara itu, jika ikut agen travel, biayanya bisa mencapai Rp 30 juta, tapi hanya 9 hari.

Pemilik Travelinkawan, Multin Silvya, menunaikan umrah secara mandiri, Maret 2023. Dok. Pribadi

Umrah dan Tur di Turki dan Dubai

Kisah Multin Silvya lain lagi. Ia menjalani umrah sekaligus berwisata ke dua negara, Turki dan Uni Emirat Arab, tepatnya di Dubai. Sebelum berangkat ke Tanah Suci, Silvya melancong ke Turki pada pertengahan Februari tahun ini. Ia berada di sana selama 10 hari, lalu terbang ke Arab Saudi untuk umrah tujuh hari, dan terakhir ke Dubai.

Perempuan yang punya hobi travelling ini mengaku tak menyangka mendapat panggilan ke rumah Allah pada awal Maret lalu. Sebab, ia semula menargetkan umrah pada akhir tahun. Persiapan untuk travelling dan umrah ini pun dilakukan sepekan sebelum berangkat. Dari mengurus visa hingga memesan tiket pesawat dan hotel.

Ia mendapatkan visa umrah lewat biro travel. Umumnya, agen perjalanan enggan mengeluarkan visa umrah perorangan. Namun dara berusia 24 tahun itu mengaku cukup beruntung punya kenalan yang memiliki usaha tersebut. Sehingga ia tak kesulitan mendapatkan visa umrah meski harganya cukup mahal, yakni hampir Rp 6 juta.

Seusai liburan di Turki, Silvya bersama dua temannya berangkat dari Bandara Sabiha Gokcen pada 28 Februari. Kemudian mereka tiba di Jeddah pada 1 Maret pukul 03.00 waktu setempat. Awalnya, gadis asal Riau ini berniat naik kereta cepat Haramain ke Madinah. Namun, karena jadwal kereta baru beroperasi pada pukul 07.00, ia pun terpaksa naik taksi. "Di sana itu transportasi umumnya jarang banget," kata dia.

Silvya menuturkan, inilah salah satu perbedaannya umrah mandiri dengan ikut travel. Rombongan umrah dari agen travel biasanya sudah meliputi biaya penyewaan bus. Sedangkan pelaku umrah mandiri mesti naik taksi dan ongkosnya cukup mahal, walaupun waktu tempuhnya lebih cepat ketimbang bus.

Silvya dan dua temannya dikenai tarif taksi sebesar SAR 650 atau sekitar Rp 2,5 juta. Namun akhirnya mereka hanya membayar ongkos separuhnya karena kenalan Silvya sudah memesankan taksi ke Madinah. "Kami enggak punya Internet sama sekali, sedangkan senior saya sudah tunggu dan pesan taksi yang lebih terjangkau."

Silvya dan dua temannya berada di Madinah selama tiga hari dan menginap di hotel. Tarifnya per malam di kisaran Rp 2-4 juta. Silvya menuturkan bahwa harga kamar hotel di sana cukup tinggi setelah masa pandemi. Selama di sana, Silvya dan kedua temannya melakukan city tour. Ia mengunjungi sejumlah tempat bersejarah, seperti Masjid Qiblatain yang menjadi saksi berpindahnya kiblat salat umat Islam dari Masjidil Aqsa.

Tempat historis lainnya adalah Masjid Sab'ah yang merupakan bekas pos penjagaan Perang Khandaq. "Jadi, banyak masjid kecil yang kita disunahkan melakukan amalan di situ. Jadi, pahalanya beda. Alhamdulillah tidak melewatkan hal seperti itu," tuturnya.

Hal menarik lainnya yang jarang didapat bila umrah dengan agen travel, Silvya merasakan pengalaman seolah-olah menjadi penduduk lokal Madinah. Pada malam hari, ia jalan-jalan dan kulineran di area foodcourt Quba Front.

Seperti jemaah umrah pada umumnya, Silvya dan kedua temannya mengambil miqat atau niat umrah di Masjid Bir Ali. Kemudian mereka berangkat ke Mekah. Untuk praktik ibadahnya, Silvya mengaku belajar dari YouTube. Namun, selama di sana, mereka juga menyewa jasa muthowif atau pendamping umrah.

Silvya dan kedua temannya menginap di hotel bintang tiga yang jaraknya sekitar 1 kilometer dari Masjidil Haram. Tarifnya per malam sekitar Rp 1,5 juta. Untuk makan, Silvy menganggarkan sebesar Rp 200 ribu untuk sehari. Ia menilai biaya makan di Arab Saudi cukup mahal. Namun, karena porsi makanan di sana cukup besar, ia biasanya sharing bersama teman-temannya.

Secara keseluruhan, Silvy menilai uangnya paling banyak keluar untuk transportasi. Karena belum memadainya transportasi umum, ia harus menggunakan taksi ke mana-mana. Untuk menekan pengeluaran, ketika pulang dari Mekah ke Jeddah, ia memilih menggunakan haramain atau kereta cepat. Biayanya hanya 35 SAR atau sekitar Rp 136 ribu jika menggunakan kurs per 5 Mei 2023.

Ilustrasi Umrah mandiri. SHUTTERSTOCK

Umrah Mandiri karena Kemudahan dari Pemerintah Saudi

Peneliti di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta, Dadi Darmadi, mengungkapkan bahwa tren umrah mandiri tanpa agen travel sebetulnya sudah lama ada. Bahkan memang sudah dilakukan sebelum menjamurkan biro haji dan umrah. "Orang umrah mengatur sendiri tanpa biro. Itu seingat saya tahun 1990-an," kata Dadi.

Karena peminat umrah kian banyak, regulasinya pun diperketat sehingga ada campur tangan berbagai lembaga, termasuk pemerintah, untuk mengatur perjalanannya. Menurut Dadi, tren umrah backpacker ini kembali muncul di kalangan anak muda setelah pandemi Covid-19 pada tahun lalu. Ketika itu, pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan yang mempermudah akses seseorang menjalani umrah secara mandiri.

Selain itu, pemerintah Saudi tengah membuka lebih lebar keran turis mancanegara untuk datang ke negara tersebut. Namun, khusus haji, Dadi melihat regulasinya lebih ketat. Hal ini wajar, mengingat umrah yang bersifat sunah, sedangkan haji adalah wajib. "Ya, asumsinya, orang enggak bisa naik haji selama masa hidupnya, ya, dia pergi umrah. Itu yang dipermudah," ucapnya.

Meski demikian, Dadi mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai, yaitu penyalahgunaan visa umrah. Dalam risetnya terdahulu, dalam situasi ekonomi yang memburuk dan tidak menentu, orang terdorong untuk pergi ke luar mencari kehidupan yang lebih baik. Sekalipun harus ilegal dan sembunyi-sembunyi, orang bisa melakukannya.

Dadi mencontohkan, pernah ada orang yang pergi umrah, tapi ternyata niatnya juga mau bekerja dan tidak kembali lagi ke Indonesia. Atau seseorang mencari kerja sampai musim haji tiba karena pada saat itu ada berbagai jenis pekerjaan. "Itulah kenapa saya menganggap bahwa kebijakan seperti ini harus diantisipasi agar tidak terjadi penyalahgunaan orang pergi umrah tapi kemudian nantinya overstay."

FRISKI RIANA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Friski Riana

Friski Riana

Reporter Tempo.co

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus