Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Tumpukan PR di Belakang Rumah

Pelancong Malaysia dan Singapura membanjiri destinasi wisata Tanah Air. Terbantu jalur penerbangan langsung.

5 Mei 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JESSIE rela berdesakan demi baju murah. Bersama keluarga, wisatawan Singapura itu berburu pakaian di Jetset Factory Outlet di kawasan Dago, Bandung. Dalam 30 menit saja, perempuan 28 tahun itu telah menenteng belasan pakaian ke meja kasir. "Murah, berkualitas, modelnya tidak ketinggalan zaman," katanya kepada Tempo, akhir Maret lalu.

Mahmud Hasan, 42 tahun, menikmati Kota Kembang dari sudut lain. Pelancong Malaysia ini lebih tertarik mengunjungi Gedung Konferensi Asia-Afrika di Jalan Cikapundung. Backpacker ini juga singgah di Gedung Sate dan Balai Kota Bandung. Jeprat-jepret, "Bandung memiliki hal menarik yang eksklusif," ujarnya dengan logat khas Melayu.

Bandung dalam lima tahun terakhir menjadi salah satu kota incaran turis mancanegara. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung mencatat, selama 2013, wisatawan asing yang datang mencapai 176.432 orang. Pelancong dua negeri jiran mendominasi, yakni 113.786 orang.

Pengunjung asal Malaysia dan Singapura ramai-ramai ke Bandung sejak dibuka rute baru Kuala Lumpur-Bandung dan Singapura-Bandung oleh maskapai penerbangan AirAsia. Saking larisnya, kini penerbangan jalur ini dilayani empat kali sehari.

AirAsia menularkan kisah sukses di Bandung ke Yogyakarta dan Bali. Maskapai Silk Air mengikuti dengan membuka rute Yogyakarta-Singapura pada November 2013. Kepala Bidang Promosi Pariwisata Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Yetti Martani mengakui akses baru itu telah mendongkrak jumlah wisatawan yang datang ke Kota Gudeg.

Di Yogyakarta, turis asal Malaysia tak cuma berwisata. Sebagian ingin menengok tanah kelahiran nenek moyang. Samsulbahri, misalnya, yang baru pertama kali datang ke kota ini. Bersama tujuh orang anggota keluarganya, ia hendak mengantar ibundanya ke Magelang. Sayang, sang ibu tak ingat pasti di Magelang sebelah mana asal-usul nenek moyang mereka. Toh, keluarga itu tetap senang. "Kami merasa dekat dengan Indonesia," kata Samsulbahri, yang istrinya keturunan Minangkabau, Sumatera Barat.

Penerbangan langsung Jet Star rute Perth-Lombok membawa pasangan suami-istri Glenn Freeberg, 63 tahun, dan Cherryl Freeberg, 59 tahun, ke pulau wisata Gili Air di Lombok utara. Sepekan di Gili Air, pasangan asal Margaret River, Australia Barat, ini kemudian berganti menikmati pantai Senggigi di Lombok barat. Tahun sebelumnya mereka melancong ke Gili Trawangan. "Happy my wife, happy my life," kata Glenn kepada Tempo. Pensiunan perusahaan kontraktor bangunan itu menyiapkan Aus$ 2.500 atau sekitar Rp 27 juta untuk mengongkosi dua pekan liburannya di Lombok.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu mengatakan faktor akses, seperti jalur penerbangan dari destinasi wisata di Indonesia ke negara tujuan dan sebaliknya, merupakan salah satu kunci untuk menyedot wisatawan. Sejak akses penerbangan dibuka, Kementerian Pariwisata mencatat, selama 2013, wisatawan Singapura membanjiri sejumlah destinasi Tanah Air. Pelancong Singapura mendominasi, yakni 15,67 persen, disusul Malaysia (14,08 persen) dan Australia (10,66 persen). Total turis mancanegara selama tahun lalu tercatat 8,8 juta orang.

Mari menambahkan, kemudahan akses itu menjadi salah satu modal Indonesia dalam menghadapi era pasar bebas ASEAN. Mantan Menteri Perdagangan ini mengaku optimistis pada perkembangan bisnis wisata Tanah Air. Ia menunjuk pameran Internationale Tourismus Börse di Messe, Berlin, 6-10 Maret lalu. Anjungan Indonesia dipadati ribuan pengunjung dari berbagai bangsa. Salah satu pameran pariwisata terbesar di dunia ini digelar tiap tahun sejak 1955, diikuti 10 ribu perusahaan dan organisasi bisnis dari 180 negara.

Gerai Indonesia seluas 410 meter persegi menempati Hall 26, menyuguhkan keindahan destinasi wisata dari 12 daerah, dari Lubuk Linggau di Sumatera Selatan hingga Papua. Dalam pameran serupa tahun sebelumnya, Indonesia mengantongi hasil transaksi senilai Rp 2,95 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya yang Rp 2,1 triliun.

Persoalannya, menurut Mari, masih ada banyak pekerjaan rumah yang mesti dibereskan. Misalnya soal kompetensi dan sertifikasi serta standardisasi kualitas produk pelayanan usaha pariwisata, terutama untuk Indonesia timur. Juga ketersediaan infrastruktur pendukung, seperti jalan, listrik, dan air bersih. "Kemampuan berbahasa asing juga masih jadi ganjalan," katanya.

Terbukti kekesalan diungkapkan Jessie ketika berbelanja di Bandung. Ia kesulitan berinteraksi dengan warga lokal karena kemampuan berbahasa Inggris masyarakat terbatas. Kondisi ini membuat Jessie mesti aktif menggunakan bahasa tubuh.

Mahmud Hasan mengomel soal sistem transportasi publik di Bandung yang tak mendukung pelancong berpindah ke destinasi lain. Dari Gedung Sate menuju Balai Kota Bandung, misalnya, ia mesti menumpang taksi. Ia berharap ada moda yang praktis berbasis rel, seperti monorel, yang ada di negaranya.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil berjanji memperbaiki. Dia membuat kampanye "Kamis Inggris", yang berlaku bagi seluruh warga Bandung. Para anggota staf di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata juga harus ikut kursus bahasa Inggris setiap Selasa dan Kamis. "Kami mengundang guru setelah jam kantor," kata Kepala Bidang Sarana Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Iwan Rusmana.

Soal transportasi, Pemerintah Kota Bandung belum lama ini membikin bus pariwisata bernama Bandros. Bandros adalah nama makanan khas Bandung. Bus bertingkat dua ini didesain unik untuk mengangkut turis. "Saat ini kami baru membuat satu. Tapi, sebelum MEA, Pemkot Bandung berencana mengadakan minimal 20 Bandros," kata Iwan.

Moda lain yang ditawarkan adalah angkot wisata yang didesain khusus dilengkapi kabin penyimpanan barang. Ada pula shelter bike sharing, yakni fasilitas rental sepeda dengan sistem pembayaran online menggunakan kartu. Wisatawan dapat menyewa sepeda yang tersedia di semua hotel di Bandung. Sepeda bisa diparkir di shelter mana pun. Pada tengah malam, pemerintah Bandung akan mengumpulkan dan mengembalikan sepeda ke shelter semula.

Retno Sulistyowati, Persiana Galih (Bandung), Shinta Maharani (Yogyakarta), Supriyantho Khafid (Lombok), Sri Malela Mahargasarie (Berlin)


Pangsa Pasar Turis di Destinasi Wisata ASEAN 2013

Intra ASEAN46 persen
Asia (termasuk ASEAN)32 persen
Eropa12 persen
Amerika4 persen
Oceania4 persen
Lain-lain (tidak spesifik)2 persen
Afrika0 persen

Peringkat Wisata Negara ASEAN

  • 10 Singapura
  • 34 Malaysia
  • 43 Thailand
  • 70 Indonesia
  • 80 Vietnam
  • 82 Filipina
  • 106 Kamboja

    Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus