Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STADION Siliwangi Bandung yang belum lama rampung dipugar kini
mulai ruwet dalam pengelolaannya. Sebab stadion bertarar
internasional -- begitu maunya -- yang melahap Rp 350 juta uang
PT Propelat untuk pemugarnya itu, dalam 2 kali penyelenggaraan
pertandingan sepakbola belum lama lewat, menderita rugi. Ini
menyebabkan Adang Prawira (Kolonel pensiunan), Direktur PT
Gelora Siliwangi, pengelolanya, harus memutar otak bagaimana
agar itu stadion bisa menyadap laba. Sebab "di samping untuk
memelihara stadion, uang pendapatan harus saya setorkan untuk
menutupi modal yang ditanam yang berasal dari PT Propelat",
tutur Adang Prawira.
Kedua kewajiban pokok itu sesungguhnya tak akan begitu
memusingkan benak Adang, bila saja warga Bandung tak cuma
berbangga dan senang menonton di sana. Tapi juga, mestinya, sudi
meringankan tangan merogoh kantong buat bayar karcis masuk.
Sebab Adang menaksir, "waktu pertandingan Persib lawab PSSI
Harimau, yang bayar cuma 60 - 70%. Untung juga, tapi kecil",
ujarnya. Menurut perkiraan Adang pula "penonton mencapai jumlah
25.000 orang". Sedang kapasitas nyata stadion sebenarnya cuma
15.000 orang. Hingga tentu saja meski Adang berulang-ulang
menghitung uang masuk, jumlahnya tak lebih dari jumlah karcis
yang terjual sesuai dengan tempat duduk. Dan tatkala
pertandingan Sao Paulo Brazil melawan tuan rumah, Adang
mengedarkan karcis sebanyak 17.000 Iembar. "Saya untung tapi
tetap merasa rugi", cetus Adang lagi. Kenapa? "Sebab yang 8000
orang lagi masuk tanpa karcis".. Berarti Adang kebobolan sekitar
Rp 4 - 5 juta, sebab harga karcis masuk Rp 500 selembar. Siapa
yang salah?
Bisik-bisik
Adang tak merasa repot memberi jawab. Katanya: "Para penonton".
Sebab "para penonton Bandung sebagian tak membayar", ucapnya
tanpa ragu: Bahkan, katanya lagi, ini sudah diniatkan dari
rumah. "Heran, uang Rp 500 saja buat bayar nonton segan, tapi
buat rokok tak apa-apa", ucapnya lagi. "Coba niatkan buat beli
karcis dari rumah", begitu akhirnya Adang berpetuah. Kabarnya
para penonton, bukan punya niat tak mau bayar. Cuma saja menurut
yang menyaksikan, ongkos masuk itu "dilakukan melalui petugas
penjaga pintu secara bisik-bisik". Konon biaya bisik-bisik itu
ringan pula Rp 100. "Itu juga saya ketahui. Tapi memang sukar
juga bertindak tegas. Mereka kan manusia juga. Tidak luput dari
kelemahan", kata Adang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo