Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Benarkah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Menarik Upeti?

Lewat orang-orang dekatnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo diduga menerima upeti untuk membiayai keperluan pribadinya.

18 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIMBANG memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi, Syahrul Yasin Limpo memilih terbang lebih dari 4.000 kilometer. Tiga setengah jam sebelum diperiksa pada Jumat, 16 Juni lalu, Menteri Pertanian itu terbang dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, menuju Singapura dengan pesawat Citilink QG522 pada pukul 6 pagi.

Tujuan Syahrul sebetulnya Hyderabad International Convention Centre Novotel, India, tempat pertemuan para menteri pertanian negara anggota Group of Twenty atau G20. Jika mengikuti jadwal pesawat komersial biasa, Syahrul harus menunggu lebih dari 13 jam di Singapura sebelum menuju Kota Hyderabad di Negara Bagian Telangana. Menurut jadwal, ia baru tiba pada Sabtu lepas tengah malam, 17 Juni lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Dari jadwal yang diperoleh Tempo, pertemuan para menteri pertanian sebenarnya berakhir pada hari yang sama, pukul dua siang waktu setempat. Namun Syahrul beralasan acara itu penting untuk dihadiri. “Indonesia telah dipercaya sebagai pemegang presidensi G20 tahun lalu. Sudah sepatutnya hadir dalam penutupan acara itu,” kata Syahrul melalui keterangan tertulis.

Dua pejabat di Kementerian Pertanian yang mengetahui rencana perjalanan Syahrul bercerita, visitasi itu dibikin mendadak. Sebab, tiket perjalanan baru dipesan malam sebelum keberangkatan.

Merespons batalnya pemeriksaan Syahrul, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan penyelidik bakal memanggil ulang bekas Gubernur Sulawesi Selatan itu pada Senin, 19 Juni 2023. Namun tampaknya Syahrul akan mangkir lagi karena, dari India, ia berencana melawat ke Cina dan Korea Selatan dalam rangka kerja sama ekspor produk serta modernisasi alat pertanian.

Syahrul mengajukan permintaan kepada KPK agar diperiksa pada Selasa, 27 Juni 2023. Ia juga menyinggung unsur politik dalam kasus ini. “Sebagai warga biasa, saya akan menjalani aral melintang ini. Semoga hukum ditegakkan dengan benar,” ucap politikus Partai NasDem tersebut.

Sebetulnya Syahrul telah berkali-kali dipanggil penyelidik KPK. Namun ia mengajukan berbagai alasan sehingga tak bisa hadir. Tak hanya memanggil Syahrul, penyelidik juga berencana memeriksa Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono, Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta, serta puluhan pegawai Kementerian Pertanian lain. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono (kanan) di Jakarta, Maret 2023. Dok. Kementerian Pertanian.

Syahrul, Kasdi, dan Hatta tercantum dalam catatan persetujuan peningkatan status perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di lingkungan Kementerian Pertanian tahun anggaran 2019-2023, yaitu dari penyelidikan ke penyidikan. Dalam catatan itu, ketiganya tertulis sebagai calon tersangka berdasarkan hasil gelar perkara di KPK pada Selasa, 13 Juni lalu. 

Penyelidik KPK mendalami dugaan gratifikasi di Kementerian Pertanian sejak Januari lalu. Di kalangan pejabat Kementerian Pertanian, beredar informasi bahwa lebih dari 70 orang dipanggil oleh penyelidik KPK, dari eselon I hingga III. Ali Fikri menyebutkan penyelidikan sudah berjalan hampir enam bulan. “Puluhan orang sudah dimintai keterangan,” ujar Ali, Kamis, 16 Juni lalu. 

Menurut Ali, penyelidikan itu bermula dari laporan masyarakat. Dari hasil klarifikasi terhadap pejabat di Kementerian Pertanian, KPK sudah mengantongi barang bukti jika kasusnya naik ke tahap penyidikan. Ali mengatakan pemanggilan Syahrul dalam upaya meminta keterangan.

Meski begitu, Ali tak mendetailkan duduk perkara kasus yang menyeret Syahrul. Direktur Penyidikan yang juga pelaksana tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, irit bicara. “Saat ini masih proses penyelidikan,” kata Asep, Rabu, 14 Juni lalu.

Baca: Kenapa Food Estate di Bawah Kementerian Pertanian Gagal?

Baik Kasdi maupun Hatta tak merespons pertanyaan yang dikirim Tempo ke nomor telepon seluler mereka. Adapun Syahrul mengatakan kasus di KPK masih dalam tahap penyelidikan, yang berarti masih mencari dugaan tindak pidananya. Ia meminta semua pihak menghormati proses tersebut dengan tak mendahului informasi resmi dari komisi antirasuah. “Saya akan kooperatif dan berkomitmen datang ke KPK,” ujar Syahrul.

•••

BERJUDUL "Rekap Sharing Sekretariat", selembar catatan di salah satu direktorat jenderal di Kementerian Pertanian memuat satu tabel dengan delapan kolom. Isinya berupa lima termin pembayaran dari lima bagian di sekretariat direktorat jenderal. Jumlahnya Rp 180 juta. Rinciannya, bagian umum Rp 30 juta, perencanaan Rp 50 juta, keuangan Rp 50 juta, kepegawaian dan humas Rp 25 juta, sisanya bagian lain.

Dua pejabat di sekretariat direktorat jenderal itu bercerita, sebetulnya angka tersebut seharusnya berjumlah Rp 250 juta. Hanya, ada bagian yang belum membayar penuh. Menurut keduanya, duit itu hasil saweran dari bawahan untuk memenuhi kebutuhan menteri dan orang di sekitarnya.

Seorang pejabat eselon II di bagian lain juga membenarkan ada pengumpulan duit untuk kebutuhan yang sama. Jumlahnya sama, Rp 250 juta selama setahun. Dalam statistik sumber daya pertanian dan kelembagaan petani tahun 2020, jumlah pejabat eselon II di Kementerian Pertanian 92 orang. Jika setiap pejabat eselon II menyetor Rp 250 juta, uang saweran untuk operasional menteri dan orang di sekelilingnya sebesar Rp 23 miliar dalam setahun.

Dari mana pejabat eselon II itu mendapatkan uang tersebut? Empat pejabat eselon II dan III di Kementerian Pertanian mengatakan duit itu salah satunya diperoleh dengan memalsukan surat perintah perjalanan dinas (SPPD). Ketiganya kompak menyebutkan pemalsuan SPPD itu kebanyakan dilakukan oleh pejabat eselon III.

Cara lain, kata salah satu pejabat eselon III, dengan mengkorting SPPD sebesar 20 persen. Kepada Tempo, pejabat ini mengaku bisa berpura-pura mengikuti perjalanan dinas 20 kali dalam sebulan. Kepada anak buahnya, dia juga meminta duit SPPD mereka ikut dipotong. 

Baca: Benarkah Bisnis Surya Paloh Diganggu Setelah Deklarasi Anies Baswedan?

Semua narasumber di Kementerian Pertanian yang ditemui Tempo menyebutkan duit itu dipungut oleh anak buah Sekretaris Jenderal Kasdi Subagyono, Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta, serta Imam Mujahidin Fahmid. Nama terakhir adalah staf khusus Menteri Pertanian bidang kebijakan pertanian.

Imam disebut-sebut dekat dengan Syahrul Yasin Limpo sejak ia menjabat Gubernur Sulawesi Selatan. Pada 2012, Imam tercatat sebagai juru bicara kampanye pemenangan Syahrul. Setelah Syahrul ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo sebagai menteri, Imam ikut diboyong ke Ragunan, Jakarta Selatan, kantor Kementerian Pertanian.

Imam Mujahidin Fahmid. pi-utilitas.com

Tiga pejabat Kementerian Pertanian yang ditemui Tempo menyebutkan Imam adalah pintu masuk bagi pegawai yang ingin naik jabatan. Seorang di antaranya, yaitu pejabat eselon III, mengaku pernah ditawari orang suruhan Imam untuk naik satu tingkat dengan syarat menyetor Rp 300 juta. Namanya akan direkomendasikan kepada Menteri Syahrul Yasin Limpo. Menolak membayar, narasumber ini gagal promosi.

Narasumber yang sama menyebutkan bahwa Imam menggunakan tangan Zulkifli untuk mengumpulkan uang. Zulkifli adalah Kepala Biro Kepegawaian dan Organisasi Kementerian Pertanian. Ia bertanggung jawab atas mutasi, administrasi pergantian pejabat, dan urusan kepegawaian lain. Zulkifli dikenal dekat dengan Imam karena sama-sama berdarah Bima, Nusa Tenggara Barat.

Dihubungi Tempo pada Jumat, 16 Juni lalu, Zulkifli membenarkan kabar kedekatannya dengan Imam. Meski begitu, ia mengatakan baru mengenal Imam setelah koleganya itu dilantik sebagai staf khusus menteri. Namun Zulkifli menyangkal jika disebut memainkan promosi jabatan untuk mendapatkan duit yang akan disetor kepada Menteri Syahrul Yasin Limpo. “Naudzubillah. Saya clear and clean,” tutur Zulkifli.

Ia mengaku telah diperiksa oleh penyelidik KPK soal rotasi, mutasi, serta promosi pejabat di Kementerian Pertanian. Kepada penyelidik, Zulkifli mengatakan semua proses mutasi dan promosi sudah sesuai dengan mekanisme dan tak ada jual-beli jabatan. “Enggak ada yang gitu-gitu di Kementan,” ujar Zulkifli.

Seperti Zulkifli, Imam Mujahidin Fahmid, staf khusus Menteri Pertanian, membantah jika disebut menarik upeti. Ia meminta dipertemukan dengan narasumber yang memberi informasi tersebut. “Saya tak paham soal upeti yang Anda maksud,” ucap Imam pada Jumat, 16 Juni lalu.

Selain Zulkifli dan Imam, nama Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta turut dalam pusaran uang saweran untuk operasional kegiatan Menteri Syahrul Yasin Limpo dan orang-orang dekatnya. Hatta mantan Kepala Biro Umum Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Ia dicopot oleh Gubernur Nurdin Abdullah pada 2019 atau setahun setelah Syahril lengser.

Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta. Dok. Kementerian Pertanian

Pada Juni 2020, Syahrul melantik Hatta sebagai Direktur Pupuk dan Pestisida. Pada masa Hatta memimpin direktorat inilah muncul berbagai masalah pupuk. Komisi Pemberantasan Korupsi pun tengah menyelidiki pengadaan pupuk subsidi. Dihubungi terpisah, seorang pejabat di Kementerian Pertanian mengaku telah diperiksa penyelidik KPK soal program pupuk subsidi.

Kembali ke soal saweran. Seorang pejabat di Kementerian Pertanian mengaku pernah diminta ikut patungan untuk membayar biaya sewa pesawat jet pribadi senilai Rp 200 juta. Pesawat itu digunakan untuk kunjungan kerja Menteri Syahrul Yasin Limpo. Pejabat ini mengaku menyerahkan uang tersebut kepada Hatta. Namun, ketika Hatta kembali meminta saweran, ia menghindar karena kelimpungan mencari sumber dananya.

Pengakuan pejabat ini diperkuat oleh seorang penyelidik di KPK. Menurut penegak hukum ini, kegiatan menyawer dikoordinasi oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono. Penyelidik menduga duit itu kemudian diserahkan kepada Menteri Syahrul melalui Muhammad Hatta.

Hatta tak merespons panggilan telepon dan pertanyaan yang dilayangkan Tempo ke nomor telepon selulernya. Mantan Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Bantaeng ini hanya membaca pesan WhatsApp. Begitu juga Kasdi tak memberikan tanggapan apa pun. Kasdi turut serta dalam rombongan Syahrul ke pertemuan menteri pertanian negara anggota G20 di Hyderabad, India.  

Baca: Penjelasan Menteri Syahrul Yasin Limpo soal Sengkarut Proyek Food Estate

Uang saweran ini diduga digunakan oleh Menteri Syahrul untuk kebutuhan operasional kegiatan serta keperluan pribadi. Selain untuk membayar private jet, kata tiga pejabat yang pernah menyetor uang untuk Syahrul, duit itu digunakan buat membiayai kegiatan karaoke.

Padahal dana operasional menteri sudah ada porsinya, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 268/PMK.05/2014. Berdasarkan aturan itu, dana operasional menteri sebesar 80 persen diberikan secara lumpsum serta 20 persen untuk dukungan operasionalnya. Untuk setiap menteri, dana operasionalnya sekitar Rp 120 juta per bulan.

Menteri Pertanian tak merespons pertanyaan dan panggilan telepon Tempo. Dalam siaran persnya sebelum berangkat ke India, politikus NasDem itu mengatakan akan kooperatif terkait dengan penyelidikan KPK tentang kasus di Kementerian Pertanian.

Merespons pemanggilan Syahrul Yasin Limpo oleh KPK, Presiden Joko Widodo meminta semua menteri berhati-hati mengelola keuangan negara. “Kita mengelola anggaran kementerian ini gede banget. Harus diawasi, dikontrol, dicek sekecil apa pun uang itu,” ujar Presiden.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Rosseno Aji, Andika Dwi, dan Avit Hidayat berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Orang Menteri Penarik Upeti"

Erwan Hermawan

Erwan Hermawan

Menjadi jurnalis di Tempo sejak 2013. Kini bertugas di Desk investigasi majalah Tempo dan meliput isu korupsi lingkungan, pangan, hingga tambang. Fellow beberapa program liputan, termasuk Rainforest Journalism Fund dari Pulitzer Center. Lulusan IPB University.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus