Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Pemerintah DKI Jakarta mengusulkan tarif tiket kereta Ratangga jauh di bawah hitungan keekonomian (komersial) yang dibuat PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta. Pemerintah mengusulkan tarif tiket MRT sebesar Rp 10 ribu per sepuluh kilometer. Adapun berdasarkan perhitungan PT MRT Jakarta, tarif keekonomian karcis adalah Rp 31.659.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelaksana tugas Kepala Biro Perekonomian DKI Jakarta, M. Abas, menjelaskan penetapan tarif MRT Jakarta diperlukan sebelum beroperasi secara komersial pada 1 April 2019. Tujuannya, agar keuangan PT MRT Jakarta tidak terganggu. "Supaya MRT ini enggak langsung kolaps," ujar dia setelah rapat pembahasan tarif MRT Jakarta dengan Komisi Bidang Perekonomian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Abas, penetapan tarif itu sangat mempengaruhi besaran subsidi yang harus dibayarkan oleh pemerintah DKI. Dengan adanya kepastian tarif, Dinas Perhubungan DKI Jakarta bisa mengetahui jumlah subsidi yang diperlukan.
Jika tarif Rp 10 ribu disetujui DPRD, dana subsidi yang harus dikucurkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta adalah Rp 21.659 untuk setiap tiket. Dengan asumsi jumlah penumpang MRT sebanyak 65 ribu pada tahun ini, nilai total subsidi yang diperlukan sebesar Rp 572 miliar.
Menurut Abas, tarif Ratangga yang diusulkan oleh pemerintah Jakarta juga telah sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pedoman Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, menambahkan, komponen penyusunan tarif MRT Jakarta, seperti keuntungan 10 persen, pemeliharaan, dan belanja modal, telah mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 17 Tahun 2018. "Kami complied (patuh) pada regulasi," kata dia.
Direktur Keuangan dan Administrasi PT MRT Jakarta, Tuhiyat, menyerahkan keputusan tarif dan subsidi tiket MRT kepada pemerintah DKI Jakarta. Menurut dia, perusahaan hanya menghitung tarif keekonomian dengan menghitung modal, biaya pengoperasian, penyusutan aset, dan potensi pendapatan berdasarkan proyeksi penumpang.
Tuhiyat mencontohkan, salah satu komponen yang dihitung adalah biaya penyusutan sarana, seperti rolling stock (kereta) yang mencapai Rp 37,09 miliar per tahun. Adapun untuk proyeksi keuntungan sebesar Rp 56,9 miliar dihitung dari 10 persen nilai total modal, biaya operasi, dan biaya perawatan MRT Jakarta pada tahun ini. Biaya total pokok Ratangga pada tahun ini mencapai Rp 569,02 miliar. "Itu juga diperbolehkan dalam permenhub," kata dia. LANI DIANA | JULNIS FIRMANSYAH | GANGSAR PARIKESIT
Istana Pun Mengangguk
Di tengah persiapan pengoperasian kereta MRT fase I (Lebak Bulus-Hotel Indonesia), pemerintah DKI melanjutkan pembangunan jalur fase II rute Hotel Indonesia-Tanjung Priok yang melewati Monumen Nasional (Monas). Namun izin proyek stasiun di dekat Istana Negara tersebut tak kunjung turun sejak beberapa bulan lalu. Kemarin, Gubernur DKI Anies Baswedan mengumumkan kabar baru.
"Sudah ditetapkan bahwa di Monas akan ada stasiun," kata Anies di kantor Wali Kota Jakarta Utara, tadi malam.
Menurut Gubernur Anies, pemerintah DKI Jakarta telah memperoleh persetujuan dari Menteri Sekretaris Negara perihal rencana pembangunan stasiun MRT di Monas. Stasiun tersebut bakal terletak di bawah tanah dengan dua pintu keluar: di sisi selatan dan ujung barat daya Monas dekat Patung Kuda.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno telah menyetujui pembangunan stasiun MRT di Monas sejak dua pekan lalu. Sinyal ini membuat Anies memastikan bahwa tak ada masalah untuk melanjutkan pembangunan MRT fase II. "Tidak bermasalah. Seperti saya duga, kan? Ya, memang ada proses."
Secara total, terdapat delapan stasiun di jalur MRT fase II, antara lain Sarinah, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota. Tapi DKI memerlukan persetujuan dari Menteri Sekretaris Negara. Sebab, rute tersebut melintasi kawasan obyek vital, yakni area Jalan Medan Merdeka. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka, proyek di kawasan itu harus mendapat persetujuan dari Menteri Sekretaris Negara.
Peletakan batu pertama (ground breaking) pembangunan MRT fase II sebenarnya dijadwalkan dilangsungkan pada Januari lalu. Namun hal itu tertunda karena belum ada izin dari Istana. Akibat molornya pembangunan, Anies mengirimkan surat ke Menteri Pratikno. Dalam suratnya itu, Gubernur menjamin keamanan di sekitar lokasi proyek. Ia juga menyebutkan PT MRT Jakarta, penggarap dan pengelola kereta MRT, telah bekerja sama dengan TNI dan Polri untuk memastikan keamanannya.
Presiden Joko Widodo diagendakan melakukan ground breaking proyek jalur MRT fase II di Stasiun Bundaran Hotel Indonesia pada Ahad nanti, 24 Maret. Acara tersebut bersamaan dengan peresmian MRT fase I. LANI DIANA
Penghitungan Tarif dan Subsidi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo