Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Warga Keluhkan Pasokan Air Ledeng

PAM Jaya merancang roadmap layanan cakupan air bersih mencapai 100 persen wilayah Jakarta pada 2030.

28 Desember 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Warga Jakarta Barat dan Utara banyak yang belum tersambung dengan pipa air bersih.

  • Kualitas air di Jakarta Utara masih keruh dan berbau.

  • Warga menilai tarif air kerap naik tiba-tiba.

JAKARTA – Warga DKI Jakarta masih dikecewakan atas layanan dan ketersediaan air bersih. Hal ini yang membuat warga di wilayah krisis air bersih, seperti Jakarta Barat dan Jakarta Utara, mengkritik rencana pemerintah DKI melanjutkan kerja sama dengan dua perusahaan swasta pengelola air, yaitu PT Aetra Jakarta (Aetra) dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).

Gugun Muhammad, Koordinator Urban Poor Consortium (UPC), mengatakan mayoritas warga di Jakarta Utara masih kesulitan mendapat layanan air. Hingga saat ini, beberapa wilayah di Muara Angke, Penjaringan, belum memiliki jaringan perpipaan. Upaya konsultasi dengan pemerintah DKI dan swasta untuk membangun fasilitas layanan air alternatif pun mentok.

“Kami sudah ajukan ide pembangunan tandon, tapi ditolak dengan alasan tak ada dana,” kata Gugun kepada Tempo, kemarin. "Padahal air bersih itu kebutuhan dasar. Kalau memang belum bisa bikin jaringan perpipaan, ya pikirkan alternatif lainnya. Jangan diam saja.” Menurut dia, mayoritas warga di Kelurahan Kapuk Muara, khususnya di sekitar kawasan Pelabuhan Muara Angke, masih harus mengandalkan tukang air keliling untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka saban pagi dan petang.

Laporan tentang persoalan air bersih juga datang dari warga yang sudah mendapat layanan dari PT Aetra dan Palyja. Berdasarkan data UPC, warga yang tinggal di Kampung Elektro dan Kampung Marlina, Jakarta Utara, mengajukan keluhan atas kualitas layanan air. Alasannya, saluran air sering mati. Air baru mengucur pada dinihari saat warga terlelap.

Kata Gugun, kualitas air dari perpipaan juga dilaporkan sangat buruk. Selain keruh, beberapa masyarakat bisa membuktikan air yang keluar dari pipa air bersih memiliki bau menyengat. Masyarakat juga mengeluhkan kebijakan perusahaan operator yang bisa menaikan tarif air secara tiba-tiba atau tanpa pemberitahuan. “Ada warga yang buka usaha kecil-kecilan konter pengisian pulsa elektronik. Bulan berikutnya, rumah warga itu dinaikkan tarifnya karena masuk kategori tempat usaha,” ujar dia.

Solidaritas Perempuan (SP) Jabodetabek juga mencatat sejumlah keluhan tentang masih buruknya layanan air di Jakarta. Menurut Koordinator SP Jabodetabek, Suripah, sebanyak 667 ibu rumah tangga yang didampinginya mengalami persoalan air di Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Menurut dia, mayoritas warga itu mengalami kesulitan dalam menjalani tugas dan kegiatan ketika air berhenti mengalir.

Solidaritas Perempuan bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat pun sudah berulang kali mengajukan komplain kepada pemerintah DKI dan perusahaan operator. Namun, Suripah melanjutkan, belum ada respons dan kebijakan lanjutan. Dia juga mempertanyakan dasar keputusan Gubernur Anies Baswedan yang justru memperpanjang kerja sama dengan Aetra dan Palyja, yang terbukti tak bisa memenuhi cakupan air bersih di Ibu Kota. “Kami, ibu-ibu, bahkan pernah aksi mandi di depan Balai Kota. Itu juga tak ada respons,” katanya.

Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Perusahaan Air Minum Jakarta Raya (PAM Jaya), Priyatno Bambang Hernowo, menyatakan DKI berupaya meningkatkan layanan air bagi semua warga. PAM Jaya bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memulai sejumlah proyek yang diklaim mampu meningkatkan cakupan jaringan perpipaan air bersih hingga 100 persen wilayah Jakarta.

Saat ini, cakupan layanan masih berada di angka 65 persen dengan kemampuan suplai 20.725 liter per detik bagi 888.342 pelanggan. Menurut Priyatno, PAM Jaya tengah mencari alternatif sumber pendanaan untuk mempercepat pelaksanaan proyek peningkatan layanan air bersih yang membutuhkan biaya Rp 27-28 triliun. “Kami juga terus meminta operator (Aetra dan Palyja) meningkatkan layanan, setidaknya jika kontrak harus tetap berakhir pada 2023,” kata dia.

FRANSISCO ROSARIANS


Warga Keluhkan Pasokan Air Ledeng

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus