Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mobilitas penduduk di luar Pulau Jawa dan Bali masih sangat tinggi selama masa pelaksanaan PPKM.
Mobilitas penduduk di luar Jawa dan Bali tidak hanya terjadi di daerah masing-masing, tapi mereka juga bergerak ke Pulau Jawa.
Tingginya mobilitas penduduk ini dikhawatirkan akan memicu penularan Covid-19 lintas provinsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, khawatir tingginya mobilitas penduduk di luar Pulau Jawa dan Bali akan berimbas pada lonjakan penularan Covid-19. Apalagi mobilitas penduduk ini tidak hanya terjadi di daerah masing-masing, tapi mereka juga bergerak menuju ke Jawa dan Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iwan mencatat bahwa arus pergerakan penduduk ke Jawa terus menanjak belakangan ini. Sedangkan mobilitas penduduk di Jawa dan Bali sendiri kembali meningkat seiring keputusan pemerintah yang melonggarkan berbagai aktivitas masyarakat pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 4. “Kondisi ini dapat menjadi potensi infeksi di Jawa-Bali dan juga untuk luar Jawa-Bali,” kata dia, kemarin.
Iwan mengatakan gelombang wabah berpeluang kembali terjadi ketika mobilitas penduduk masih tinggi. Situasi ini akan sangat berbahaya bagi daerah-daerah dengan cakupan vaksinasi serta angka pengetesan dan pelacakan yang rendah.
Pemerintah, dia melanjutkan, mesti memperhatikan peningkatan mobilitas penduduk ini agar tidak terjadi penularan virus antar-provinsi. Iwan mencontohkan kondisi di Jawa-Bali ketika menerapkan PPKM. Mobilitas penduduk dapat ditekan serendah mungkin dengan berbagai pembatasan, sehingga laju penularan wabah ikut turun.
Petugas Satpol PP yang tergabung dalam Satgas Covid-19 mendata seorang pengendara yang tidak mengenakan masker dalam operasi yustisi penertiban protokol kesehatan di Palu, Sulawesi Tengah, 12 Agustus 2021. ANTARA/Basri Marzuki
Situasi berbeda terjadi di luar Pulau Jawa dan Bali. Mobilitas penduduk tetap masih sangat tinggi meski pemerintah daerah sudah menerapkan PPKM. Sesuai dengan catatan Iwan, pergerakan penduduk di luar Jawa-Bali saat ini hanya menurun sedikit jika dibandingkan dengan masa sebelum pandemi.
Iwan mengetahui pergerakan penduduk ini lewat pemetaan. Bersama rekan-rekannya di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dia memetakan mobilitas penduduk dengan menggunakan data dari Facebook. Mereka menggunakan data sampel untuk memantau pergerakan pengguna Facebook di Indonesia. Data tersebut dapat menggambarkan pergerakan penduduk, jumlah orang yang bergerak, serta perbandingannya sebelum masa pandemi.
Sesuai dengan hasil pemetaan Iwan dan tim, mobilitas penduduk di Jawa dan Bali sempat turun hingga 30 persen saat pelaksanaan PPKM. Sedangkan penurunan mobilitas di luar Jawa-Bali hanya sekitar 10 persen selama penerapan PPKM. “Sebetulnya kenaikan mobilitas penduduk disertai protokol kesehatan ketat, testing dan tracing tinggi, cakupan vaksinasi tinggi, tidak apa-apa. Bisa dikompensasikan,” ujar Iwan.
Iwan memperoleh informasi bahwa saat ini pemerintah tengah membahas screening di tempat-tempat transportasi untuk mencegah penularan virus ketika mobilitas penduduk masih tinggi. Screening ini menggunakan aplikasi PeduliLindungi. “Intinya, semua harus scan barcode. Nanti dicek datanya di sana, apakah sudah vaksin, statusnya positif atau tidak. Yang positif akan terlihat merah. Mereka tak boleh naik transportasi,” kata dia.
Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan risiko penularan virus akibat mobilitas penduduk akan relatif kecil ketika risiko paparannya, yaitu positivity rate, sudah diperkecil. Upaya menekan angka positivity rate ini melalui penerapan strategi pengetesan, pelacakan kontak erat, dan perawatan (3T) dengan baik.
Dicky menyebutkan, ketika pemerintah dapat menurunkan angka positivity rate ke 5 persen, mobilitas penduduk tidak memperburuk pandemi. Sedangkan angka positivity rate Indonesia per dua hari lalu masih tinggi, mencapai 19,25 persen per pekan.
“Tapi kalau 3T tak diperbaiki, itu akan jadi masalah. Kalau mau sekolah dan ekonomi aman, lakukan testing, tracing, isolasi, serta karantina,” kata dia.
Menurut Dicky, pengetesan dilakukan tak hanya untuk mengejar target 1 orang per 1.000 penduduk per pekan. Tapi pengetesan seharusnya dilakukan secara terus-menerus sampai mencapai positivity rate di bawah 5 persen. Pengetesan juga seharusnya dilakukan sesuai dengan eskalasi pandemi, bukan secara acak. “Jika ada kasus 30 ribu, ya, tesnya 30 ribu kali 15 orang. Kita dapatkan 450 ribu orang dites, yang positif dikarantina,” ujar Dicky.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan mobilitas penduduk mulai menanjak karena level PPKM turun dan pemberlakuan pelonggaran aktivitas. “Masyarakat juga merasa kasus sudah turun, jadi mulai lengah,” kata Nadia.
Pemerintah, dia melanjutkan, terus memantau pergerakan penduduk. Pemerintah pusat juga sudah meminta pemerintah daerah terus meningkatkan pengetesan dan pelacakan kontak erat. “Prinsipnya, kami terus-menerus mengingatkan pentingnya meningkatkan testing dan tracing,” kata dia.
Mobilitas Luar Jawa Masih Tinggi
Senada, juru bicara Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, mengatakan pemerintah baru saja membahas urusan mobilitas masyarakat. Jodi mengatakan Luhut sebagai koordinator penanganan pandemi di Jawa dan Bali membahasnya bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, gubernur, pakar kesehatan, Kementerian Perhubungan, serta jajaran direksi BUMN transportasi.
Dalam rapat itu, mereka membahas penggunaan aplikasi PeduliLindungi di lapangan. Pemerintah pusat juga sekaligus meminta pemerintah daerah konsisten melaksanakan surat edaran tentang protokol kesehatan Covid-19 terhadap pelaku perjalanan dalam negeri.
DIKO OKTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo