Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Indonesia bakal terjebak apabila utang bertambah tapi pendapatan stagnan.
Pemerintah disarankan tak mengandalkan pemasukan dari kebijakan tax amnesty jilid 2.
Peningkatan rasio utang pemerintah berasal dari penerbitan surat utang.
JAKARTA - Kenaikan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun depan harus dibarengi dengan kenaikan pendapatan negara. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menyatakan Indonesia bisa terjebak jika pendapatan negara stagnan. "Utang boleh, tapi kemampuan kita menghasilkan pendapatan negara harus lebih tinggi," ujarnya kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tauhid meminta pemerintah waspada dengan mengalokasikan lebih banyak dana pinjaman untuk belanja modal agar menghasilkan efek berganda terhadap ekonomi. Tauhid mencatat porsi penyaluran pembiayaan belanja modal dari utang masih sekitar Rp 400 triliun dari Rp 900-an triliun pinjaman yang diambil per tahun. "Artinya, sisanya tidak dipakai untuk belanja produktif, melainkan untuk menambal ketidakmampuan menghasilkan pendapatan negara yang cukup."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menyarankan agar pemerintah tak terlalu mengandalkan tambahan pendapatan dari implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang berlaku pada tahun depan. Aturan ini antara lain berisi kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid kedua. Sebab, tarif pengakuan pajak kali ini ditetapkan lebih tinggi daripada program yang pertama. Dia pesimistis wajib pajak sasaran bakal tertarik. Selain itu, potensi penerimaan dari program ini dibuat dengan estimasi penularan Covid-19 mereda, sedangkan baru-baru ini justru muncul varian baru.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, menyatakan pemerintah justru menaruh harapan besar pada aturan tersebut. Target pendapatan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022 belum mempertimbangkan implementasi undang-undang baru itu.
"Di UU HPP ada potensi tambahan penerimaan yang harapannya bisa mengurangi defisit kita," ujarnya. Pemerintah menargetkan regulasi baru itu bisa memuluskan upaya menurunkan defisit ke angka 3 persen kembali pada 2023 dan mengurangi rasio utang pada 2025.
Gedung bertingkat di Jakarta. ANTARA/ Andika Wahyu
Selain tax amnesty, UU HPP akan memberi tambahan penerimaan lewat tarif baru pajak pertambahan nilai. Mulai 1 April 2022, tarifnya dinaikkan dari 10 persen menjadi 11 persen. Angkanya akan ditingkatkan menjadi 12 persen pada 2025.
Pemerintah juga mengatur sumber pendapatan baru berupa pajak karbon. Pada tahap awal, pajak ini dikenakan kepada badan usaha pemilik pembangkit listrik tenaga uap batu bara. Pungutan karbon akan dilakukan setelah wajib pajak melalui proses perdagangan karbon. Jika tidak bisa mengkompensasi emisi yang dihasilkan lewat perdagangan karbon, entitas tersebut akan dikenai pajak.
Kementerian Keuangan berencana menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) untuk mendapatkan utang sebesar Rp 937,6 triliun pada 2022. Dana tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja yang mencapai Rp 2.714,1 triliun dengan penerimaan yang hanya Rp 1.846,1 triliun. Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementerian Keuangan, Riko Amir, menyebutkan pinjaman tersebut akan meningkatkan rasio utang terhadap PDB Indonesia menjadi 43,1 persen pada tahun depan. Saat ini rasio utang Indonesia sebesar 41,4 persen.
Direktur Riset Center of Reform on Economics Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan rasio utang tersebut masih dalam kategori aman lantaran batasnya berada di level 60 persen. Terlebih saat ini komposisi utang pemerintah mulai sehat dengan porsi pembiayaan dalam negeri yang mendominasi hingga 80 persen dan utang luar negeri sebesar 20 persen.
Pasar SBN juga kini mulai didominasi investor domestik atau mencapai 70 persen. "Ini menunjukkan pasar kita lebih solid. Jadi, tekanan dari nilai tukar lebih ringan dan pasarnya lebih stabil," kata dia.
Piter menuturkan penting bagi Indonesia untuk berfokus pada pembiayaan dari dalam negeri di tengah kenaikan porsi utang. Belajar dari pengalaman Jepang, dia mencatat kondisi fiskal negara tersebut stabil meski rasio utangnya mencapai 200 persen terhadap PDB. Sebab, sekitar 90 persen utang Jepang berupa utang dalam negeri.
GHOIDA RAHMAH | VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo