Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Daripada Menyelundup, Lebih Baik Didata

Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan membuka keran ekspor benih lobster menuai kontroversi. Sejumlah eksportir, yang semestinya wajib membudidayakan sebelum mengekspor, sudah mengirimkan benur ketika peraturan baru berlaku sebulan. Penelusuran Tempo menemukan banyak nama politikus hingga bekas penyelundup benur di jajaran pemegang saham dan pengurus perusahaan yang mengantongi lisensi ekspor.

4 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEBIJAKAN Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membuka keran ekspor benih bening lobster alias benur menuai kontroversi. Tiga perusahaan yang ditetapkan sebagai eksportir sudah bergerak mengirimkan benur ke Vietnam ketika peraturan menteri baru berlaku sebulan. Rencana ekspor ini pun terhambat di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu, 17 Juni lalu. Otoritas Bea dan Cukai menduga pengiriman bermasalah lantaran tak memenuhi ketentuan pungutan pendapatan negara bukan pajak dan pelanggaran sejumlah syarat ekspor lain.

Hasil penelusuran Tempo terhadap 30 perusahaan yang telah ditetapkan sebagai calon eksportir menguak fakta lain. Sejumlah politikus hingga mantan terpidana penyelundupan benih lobster terafiliasi sebagai pemegang saham dan pengurus perusahaan. Kader Partai Gerakan Indonesia Raya, partai asal Menteri Edhy Prabowo, yang terbanyak. Kepada Tempo, lewat jawaban tertulis yang dilanjutkan dengan sambungan telepon pada 2 dan 3 Juni lalu, Edhy mengklaim seluruh perizinan ekspor benur telah dilakukan secara terbuka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kami menelusuri perusahaan yang telah ditetapkan sebagai calon eksportir benur. Banyak nama politikus, terutama dari Partai Gerindra, seperti di PT Agro Industri Nasional (Agrinas). Juga di PT Royal Samudera Nusantara yang dimiliki Bahtiar Sebayang….
Semua proses ada panitianya, detailnya. Yang jelas saya minta siapa saja wajib dilayani, termasuk koperasi. Yang mendaftar sudah cukup banyak. Saya enggak hafal satu per satu. Kalau Agrinas saya mendengar ada, dan saya pikir boleh, dong. Dia kan punya TNI, punya pertahanan. Kalau yang Sebayang saya enggak tahu, saya enggak hafal satu-satu.

Mereka memenuhi persyaratan?
Semua yang diberi izin itu yang sudah menyiapkan budi daya, kerambanya, mau di tambak, darat, di mana saja. Sebenarnya budi daya ini dulu pernah ada. Ada yang memang sama sekali mati, karena peraturan itu dimatiin, enggak mau jualan, takut. Ada yang diam-diam. Dan kewajiban yang saya garis bawahi tidak ada yang tidak melibatkan nelayan pengumpul. Yang paling penting juga harga terhadap mereka ada jaminan dan kepastian keuangan mereka harus jelas. Karena kami enggak mau begitu nelayan ambil diutangin. Nanti, diharapkan, enggak ada lagi yang begitu. Pokoknya didata.

Tapi ada beberapa perusahaan yang sama sekali baru di bisnis lobster ini?
Begini saja, tanya ke tim. Itu terbuka, kok, bisa akses, ada ketua panitianya segala macam. Intinya kan kelihatan di lapangan.

Beberapa pelaku penyelundupan benur juga menjadi manajer di sejumlah perusahaan eksportir….
Bagi saya, masa lalu adalah masa lalu. Sekarang saya melihat dari sisi aturan, keamanan lingkungan, dan keberlangsungan. Dulu penyelundup, secara prinsip mereka ini enggak bermasalah, kan? Daripada menyelundup, bukankah lebih baik mereka didata kemudian terkontrol? Yang penting ke depan mereka menuruti aturan. Kalau enggak menuruti aturan, saya cabut.

Mengapa sudah ada ekspor benih lobster pada Juni, sementara peraturannya baru terbit Mei lalu?
Ketentuan umum bagi calon eksportir untuk bisa mengekspor benih bening lobster antara lain berhasil melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri. Hal ini ditunjukkan dengan melakukan kegiatan budi daya lobster berkelanjutan dan telah melepasliarkan lobster sebanyak 2 persen dari pembudidayaan dan ukurannya sesuai dengan hasil panen. Dalam petunjuk teknis budi daya lobster diuraikan tiga segmen usaha, yaitu benih bening lobster hingga 5 gram, 5-50 gram, dan 50 gram sampai ukuran akhir. Dalam praktiknya, karena kebutuhan finansial atau pertimbangan waktu, pembudi daya bisa saja melakukan transaksi dari 80 gram ke 100 atau 140 gram sehingga muncul segmen keempat. Salah satu, dua, atau keseluruhannya masuk kriteria budi daya karena sudah melakukan pemberian pakan, penumbuhan, dan pengendalian kualitas air.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus