Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Yusril Kritik Alasan Anies Baswedan Cabut HGB Pulau Reklamasi

Kedua raperda tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk membatalkan sertifikat HGB Pulau C, D, dan G hasil reklamasi.

13 Januari 2018 | 15.00 WIB

HTI Tunjuk Yusril Jadi Pengacara Pembela
Perbesar
HTI Tunjuk Yusril Jadi Pengacara Pembela

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, alasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak bisa dipakai untuk memohon pencabutan hak guna bangunan (HGB) pulau reklamasi di Teluk Jakarta.

Yusril menuturkan HGB bisa dibatalkan kalau penetapannya menentang peraturan pemerintah, bukannya menentang perundang-undangan yang belum ada. "Dasar hukumnya yang salah, kan belum ada. Masih (dasar hukum yang salah masih) angan-angan, pikiran," katanya dalam diskusi via telepon di Gado-gado Boplo, Jakarta Pusat, hari ini, 13 Januari 2018.

LihatLarangan Sandiaga Dicuekin, Ruko Beroperasi di Pulau Reklamasi

Dalam surat permohonan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Anies Baswedan mengatakan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Raperda tentang Rencana Zonasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil telah dicabut dari proses pembahasan di DPRD DKI.

Surat itu juga menyebutkan, tanpa adanya raperda tersebut tidak ada pengaturan dari kegiatan yang dilakukan di atas lahan hasil reklamasi.

Menurut Yusril, yang pernah menjabat Menkumham, kedua raperda tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk membatalkan sertifikat HGB Pulau C, D, dan G. Maka dia setuju dengan jawaban Menteri Sofyan bahwa Badan Pertanahan Nasional sudah bertindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku saat menerbitkan sertifikat HGB. Sebab, sertifikat HGB hanya bisa dikeluarkan jika sudah ada persetujuan dari pemilik hak pengelolaan lahan (HPL), yaitu pemerintah DKI Jakarta.

"Enggak mungkin (HGB) dikeluarkan tanpa persetujuan yang punya HPL. Sekarang yang punya HPL malah minta HGB dibatalkan karena belum ada Perda Zonasi."

Adapun pakar hukum agraria dari Universitas Gadjah Mada, Nur Hasan, menyatakan rencana penggunaan lahan reklamasi sudah memiliki ketentuan, yaitu Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Dasar hukum lainnya, dia meneruskan, Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2030 yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta, dan Pergub Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, D, dan E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

"Artinya dari peraturan yang ada sudah cukup, baik untuk HPL maupun HGB di atas tanah HPL," ucap Nur Hasan menerangkan soal legalitas proyek reklamasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus