Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Protes di China: Anak-anak muda di balik demonstrasi menentang kebijakan nol Covid

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Demonstran di China mengangkat kertas polos sebagai tanda protes terhadap penyensoran. Getty Images
Anak-anak muda di China tumbuh di negara yang membungkam kritik namun sekarang mereka menemukan suara mereka.

Akhir pekan lalu di China, muncul generasi baru; banyak anak muda yang ikut serta dalam aksi protes publik pertama mereka.

Di jalan-jalan, mereka terang-terangan menuntut untuk lepas dari kebijakan nol-Covid yang telah berlaku selama lebih dari tiga tahun.

Baca Juga:

Di Shanghai, awalnya aksi protes dilakukan diam-diam.

Warga berkumpul untuk memberi penghormatan pada korban kebakaran blok apartemen di wilayah Xinjiang, China bagian barat. Banyak yang percaya bahwa kebijakan pembatasan Covid mencegah para korban melarikan diri dari api.

Jadi, di bawah penjagaan ketat polisi, mereka berduka. Mereka mengangkat kertas polos sebagai bentuk protes, menaruh karangan bunga, dan tidak berbicara apa-apa.

Baca Juga:

Kemudian, beberapa orang mulai berteriak: "Kebebasan! Kami ingin kebebasan! Akhiri lockdown!"

Seiring malam semakin larut, kerumunan orang semakin besar dan semakin berani. Pada pukul 03.00 waktu setempat (02.00 WIB) hari Minggu (27/11) mereka berteriak: "Xi Jinping, turun! Xi Jinping, turun!"

Seorang peserta aksi yang berusia awal dua-puluhan berkata ia turun ke jalan setelah mendengar banyak orang berteriak-teriak dari kamarnya.

"Saya melihat banyak, banyak orang marah di dunia maya tetapi tidak ada yang pernah turun ke jalanan untuk berunjuk rasa," katanya kepada BBC.

Ia membawa kameranya untuk merekam peristiwa yang ia rasakan sebagai momen bersejarah.

"Saya melihat banyak orang - petugas polisi, mahasiswa, lansia, orang asing. Mereka punya pendapat yang berbeda-beda tetapi setidaknya mereka bisa menyuarakannya," ujarnya.

"Penting sekali ada perkumpulan seperti ini. Saya merasa ini akan menjadi kenangan yang berharga."

Seorang perempuan muda di tepi kerumunan berkata menurut dia ini adalah momen yang mendebarkan namun rapuh. "Saya tidak pernah melihat apa pun yang seperti ini selama saya hidup di China," ujarnya kepada BBC.

"Saya meras lega. Akhirnya, kita bisa berkumpul, dan bersama-sama - untuk mengatakan sesuatu yang sudah ingin kita katakan untuk sekian lama."

Kebijakan nol Covid telah mencuri tahun-tahun terbaik dalam hidupnya, kata gadis itu.

Generasinya kehilangan penghasilan dan mata pencaharian, kesempatan untuk pendidikan dan perjalanan. Terperangkap dalam lockdown, kadang-kadang sampai berbulan-bulan, mereka terpisah dari keluarga dan terpaksa menunda atau membatalkan rencana hidup.

Mereka "marah, sedih, tak berdaya" - seakan dalam purgatori.

Seruan serupa terdengar di sejumlah kota besar di China akhir pekan itu. Di Universitas Tsinghua yang elite di Beijing, para mahasiswa, terinspirasi oleh demonstrasi yang mereka saksikan di dunia maya, juga berkumpul.

Sebuah video - yang telah menjadi viral - menunjukkan seorang gadis berbicara dengan cepat, ketakutan bisa dirasakan dalam nada suaranya, ke pelantang. Sesekali suaranya pecah dan ia menangis. Tetapi massa mendukungnya: "Jangan takut! Terus bicara!" kata mereka.

"Kalau kita tidak bicara karena takut didiskreditkan, saya pikir rakyat kita akan kecewa," ujarnya dengan suara parau. "Sebagai mahasiswa Universitas Tsinghua, saya akan menyesalinya selamanya."

Protes mahasiswa Reuters
Demonstrasi mahasiswa di universitas top China pada hari Minggu (27/11).

Cerdas atau naif?

Bagi sejumlah pengamat yang lebih tua, demonstrasi politik ini - pemandangan yang tidak pernah terlihat selama puluhan tahun - mengungkit ingatan tentang unjuk rasa tahun 1989 di Lapangan Tiananmen, juga dipimpin oleh mahasiswa yang menginginkan China yang lebih bebas.

Namun beberapa mengatakan semangat generasi ini datang dari ketidaktahuan bagaimana aksi protes itu berakhir - dengan pemberangusan berdarah.

"Kombinasi idealisme masa muda - keberanian tanpa beban ingatan yang memilukan - berarti anak-anak muda turun ke jalan dan menuntut hak-hak mereka," kata peneliti Human Rights Watch China Yaqiu Wang.

Lainnya berargumen bahwa itu meremehkan para pengunjuk rasa. Kemudaan mereka memungkiri betapa pekanya mereka pada sistem dan aturan China, kata Wen-ti Sung, pakar ilmu politik di Universitas Nasional Australia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sung kagum pada "kecerdasan taktik" mereka. Para demonstran muda hari ini "adalah generasi paling berpendidikan yang pernah dilihat China," ujarnya.

"Mereka tahu batas-batasnya. Mereka berusaha untuk menekan batasan tanpa melanggarnya," ia menambahkan.

Para pengunjuk rasa di Shanghai menyerukan agar Presiden Xi turun dari jabatannya. Tetapi di hampir setiap unjuk rasa lainnya, para demonstran tidak menyuarakan tuntutan yang mereka khawatirkan terlalu politis.

Kertas kosong - tanpa tulisan-tulisan yang mencela pemerintah - menjadi simbol mereka. Ketika disuruh polisi untuk menghentikan seruan untuk mengakhiri kebijakan nol-Covid, mereka merespons dengan sinis, malah meminta lebih banyak pengujian dan lebih banyak lockdown.

"Perhatikan saja betapa hati-hati mereka sejak awal berusaha menutupi semua celah untuk meminimalkan tuduhan yang dapat dibuat pemerintah China terhadap mereka," kata Sung.

Para pengunjuk rasa juga waspada terhadap suara-suara yang hendak melumpuhkan pesan mereka.

Di Beijing, ketika seorang pria memperingatkan tentang "pengaruh asing", dia diejek oleh beberapa orang lain yang berteriak: "Dengan pengaruh asing, maksud Anda Marx dan Engels? Apakah itu Stalin? Apakah itu Lenin?"

Partai Komunis China menjadikan Marxisme sebagai ideologi pedomannya.

Demonstrasi di China Reuters
Aksi protes di Shanghai berkembang menjadi bentrokan dan penangkapan sejumlah demonstran.

Massa di Beijing terus menekan: "Apakah kekuatan asing yang menyalakan api di Xinjiang? Apakah kekuatan asing yang menjungkirbalikkan bus di Guizhou?"

"Apakah kekuatan asing yang menarik semua orang ke sini malam ini?" teriak seorang pria kepada kerumunan. Mereka berteriak kembali: "Tidak!"

'Nasionalis liberal'

Sebelum pandemi, sebagian besar anak muda China sudah puas dengan prospek masa depan mereka. Covid mengubah semua itu.

"Saya tidak bisa berkeliling dunia, saya tidak bisa melihat keluarga saya," kata pemuda yang membawa kamera di Shanghai itu. Ia berkata kepada BBC bahwa ia mengkhawatirkan ibunya, yang menderita kanker, di kota Guangzhou, China selatan. Pemerintah kota mencabut pembatasan Covid di sebagian besar distriknya pada Rabu.

"Saya benar-benar ingin melihatnya. Sudah lama sekarang, saya tidak melihatnya, tidak menyentuh wajahnya, tidak makan malam dengannya," katanya. "Saya berharap kebijakan lockdown ini akan diangkat. Sesegera mungkin."

BBC belakangan mendapat kabar bahwa hari itu juga, pria tersebut ditahan oleh polisi.

Banyak anak muda yang bicara kepada BBC atau terlihat berbicara dalam video yang tersebar di internet mengatakan mereka ingin melihat negara mereka maju.

Pada aksi protes, massa menyanyikan lagu kebangsaan China berulang kali - terutama bagian korus yang mengajak orang-orang untuk "Berdiri! Berdiri! Berdiri!" dan membela negara mereka.

Salah satu hal yang membuat generasi ini benar-benar berbeda adalah patriotisme mereka, karena mereka besar di era kebangkitan China, kata Sung.

Ia melabeli banyak anak-anak muda itu "nasionalis liberal" - yang, begitu percaya pada sistem, menuntut akuntabilitas ketika sistem itu gagal.

"Sentimen bisa beralih dari pro-pemerintah ke anti-kemapanan dengan sangat cepat," katanya.

Tetapi masih ada keinginan kolektif untuk membuktikan bahwa aksi protes mereka sah dan dibenarkan secara hukum.

Dalam video kampus Tsinghua, setelah pembicara menyampaikan kekhawatiran bahwa protes dapat disusupi oleh pembuat onar, massa berteriak, "Tidak ada pelanggar hukum di sini! Tidak ada pelanggar hukum di sini!"

Suara seorang laki-laki kemudian terdengar, dengan nada khawatir: "Kalau kita kehilangan kendali atas [demonstrasi ini], maka kita akan benar-benar kalah."

"Kita tidak punya pengalaman melakukan ini ... tapi kita akan belajar perlahan-lahan."

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada