Mahkamah Agung India mengizinkan orang untuk membuat permohonan "hak untuk meninggal", artinya mereka dapat mengajukan euthanasia pasif.
Kebijakan ini akan diterapkan pada pasien yang menderita penyakit terminal atau tidak dapat disembuhkan lagi dan mereka yang berada dalam kondisi vegetatif (Menderita kelainan otak yang membuatnya tidak menyadari sekitarnya).
Sebuah kehendak hidup akan menentukan harapan pasien mengenai bagaimana mereka ingin diperlakukan jika mengalami sakit yang serius.
Jika mengikuti panduan melakukan euthanasia secara ketat, maka perawatan medis dapat dihentikan untuk mempercepat kematian seseorang.
- Parlemen Kanada sahkan undang-undang euthanasia
- California sahkan UU ‘Hak untuk Meninggal' bagi orang sakit parah
Hakim India mengatakan hak untuk meninggal dengan bermartabat merupakan sebuah hak dasar dan perintah langsung dari seseorang dalam bentuk kehendak hidup dapat disetujui oleh pengadilan.
Pemohon berpendapat bahwa orang memiliki hak untuk meninggal dengan bermartabat jika mereka menderita penyakit terminal, menyambut keputusan hakim tersebut.
"Hari ini merupakan sebuah keputusan yang penting karena terjadi ketika ilmu medis dapat membuat pasien untuk tetap hidup sarana buatan dan rumah sakit tetap menagih biaya," jelas Vipul Mudgal, pemohon utama Common Cause, sebuah kelompok advokasi kepada BBC.
Euthanasia pasif
Ketika seorang pasien meninggal karena petugas medis profesional tidak melakukan sesuatu yang diperlukan untuk membuat pasien tetap hidup, atau tidak melakukan sesuatu yang membuat pasiesn tetap hidup. Ini termasuk:
- Menghentikan mesin yang membantu pasien tetap hidup
- Memutuskan tabung untuk memberi makan
- Tidak melakukan operasi untuk memperpanjang hidup
- Tidak memberikan obat untuk memperpanjang hidup
Bagaimanapun, masih belum jelas bagaimana pengadilan dapat menjamin bahwa kehendak hidup itu tidak dilakukan pasien dibawah paksaan.
Pada 2011, pengadilan tinggi India memutuskan bahwa mesin penopang hidup dapat dicabut bagi pasien dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dalam kondisi yang mendapatkan pengecualian.
Sedangkan pengadilan menolak permohonan dari untuk mengakhiri hidup seorang perempuan di kota Mumbai yang berada dalam kondisi vegetatif sejak 1973 setelah diperkosa dan dicekik, pengadilan mengatakan beberapa kasus euthanasia dapat dikenai sanksi jika dokter mengajukan kasusnya ke pengadilan.
Aruna Shanbaug mengalami kerusakan otak yang parah dan lumpuh setelah serangan yang dilakukan seorang petugas di rumah sakit di Mumbai tempat dia bekerja. Kematian Shanbaug pada 2015 lalu memicu perdebatan tentang euthanasia di tingkat nasional.
Keputusan hakim pada 2011 itu telah memicu para dokter mengajukan petisi untuk menarik alat penopang hidup, dalam pengawasan penadilan. Sebelumnya semua bentuk euthanasia ilegal di India.
Pada Jumat lalu, hakim Mahkamah Konstitusi India menguraikan "panduan" yang mendetail untuk memfasilitasi euthanasia pasif.
Pengadilan mengatakan bahwa anggota keluarga dan kerabat pasien dengan penyakit terminal yang ingin meminta euthanasia dapat mengajukan ke pengadilan. Sebuah tim yang terdiri dari para dokter akan ditunjuk oleh pengadilan untuk memutuskan apakah euthanasia itu dibutuhkan.
Ada sejumlah permintaan euthanasia aktif (setiap aksi yang dengan sengaja membantu pasien bunuh diri ) di India yang telah ditolak di pengadilan dan otoritas.
Pada 2008, Jeet Narayan, penduduk di negara bagian Uttar Pradesh, menulis surat kepada presiden India waktu itu Pratibha Patil meminta izin untuk mengakhiri hidup empat anaknya yang lumpuh. Permintaan itu ditolak presiden.
Pada 2013 lalu, Dennis Kumar, seorang portir di Tamil Nadu, mengajukan permohonan pada otoritas untuk mengakhiri hidup bayinya, yang menderita kelainan bawaan, namun ditolak pengadilan.