Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Mengapa iklan susu kental manis selama ini menyesatkan dan tidak ada yang tegas menindak?

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan

Surat edaran BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang melarang iklan susu kental manis disetarakan dengan produk susu berprotein menimbulkan pertanyaan mengapa tindakan tegas ini baru muncul sekarang.

Iklan susu kental manis sering dinarasikan sebagai "bernutrisi", "sarapan sempurna" dan "pilihan oke" namun susu yang kandungan gulanya lebih tinggi dibandingkan proteinnya itu akhirnya diminta Kementerian Kesehatan untuk "tidak dikategorikan sebagai produk susu bernutrisi untuk menambah gizi."

Salah biro iklan?

Baca Juga:

Lantas mengapa susu kental manis (SKM) selama ini bisa diiklankan sebagai sesuatu yang sehat dan bermanfaat bagi anak dan keluarga?

Tentu biro iklan berperan dalam menyebarkan informasi yang menyesatkan seperti dalam iklan-iklan SKM. Namun Sekretaris Jendral Persatuan Perusahaan Periklanan (P3I) Heri Margono berkilah.

"Memang konsep dan sebagainya dibuat oleh biro iklan. Tetapi sebelum nanti diproduksi kan tentu saja pengiklan ikut terlibat," kata Heri Margono.

Baca Juga:

Ditambahkannya, bahwa apa yang dibuat oleh biro iklan biasanya berdasarkan informasi yang diberikan pengiklan sehingga biro iklan hanya memiliki informasi yang "tidak sedalam daripada pengetahuan orang-orang ahli."

Bagaimana peran KPI?

Dan iklan-iklan yang "tidak benar dan menyesatkan" seperti diungkapkan BPOM ini, juga tidak bisa begitu saja dihentikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Ketua KPI Yuliandre Darwis menjelaskan bahwa badannya tidak bisa bertindak tanpa mendapatkan legitimasi dari badan pengawas terkait.

"Harus ada pembuktian bahwa ini memang tidak layak dan BPOM menyatakan bahwa ini adalah sesuatu yang tidak benar," ujar Yuliandre.

Selain BPOM untuk SKM, Yuliandre mengambil contoh iklan-iklan politik yang harus sesuai ketentuan KPU.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Yuliandre juga menegaskan bahwa KPI hanya bisa bertindak selama ada penyelewengan pedoman penyiaran dan standar program siaran.

"Sama kayak iklan lain seperti pemutih dan sebagainya, selagi tidak melanggar, itu tidak ada masalah. Apalagi iklan-iklan itu hanya me-branding."

Bagaimana selanjutnya?

Surat edaran BPOM melarang menampilkan anak-anak berusia di bawah lima tahun dan memvisualisasikan SKM sebagai produk susu kaya protein untuk dikonsumsi sebagai minuman serta melarang untuk ditayangkan pada jam tayang cara anak-anak.

Kementerian Kesehatan memandang SKM ini dinilai masyarakat baik untuk pertumbuhan. Sedangkan SKM yang tinggi kadar gula justru tidak diperuntukkan untuk balita.

P3I sendiri mengatakan akan mengedarkan surat edaran BPOM itu kepada para anggota mereka, dan jika ada yang masih membandel makan "akan diberikan teguran dan disarankan untuk dihentikan penanyangannya."

"Di P3I kita punya BPP, Badan Pengawas Periklanan, melihat iklan-iklan yang melanggar etika atau tidak," sebut Heri Margono.

Dari sisi pengawasan penyiaran sendiri, KPI mengatakan bahwa mereka akan mengingatkan lembaga penyiaran jika masih ditemukan iklan SKM yang menyesatkan.

"KPI kan hanya bisa menindak lembaga penyiaran, bukan terhadap artis, konten. Nanti lembaga penyiaranlah yang akan menindak, apakah dari agen iklan atau lain sebagainya," ungkap Yuliandre.

Terlepas dari iklan yang menjual, susu kental manis memang menggiurkan bagi keluarga Indonesia bukan hanya karena rasanya, namun juga karena harganya yang relatif jauh lebih murah dibanding susu tinggi protein.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada