Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Terpidana mati berusia seabad: menanti eksekusi, mengharap pengampunan

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Paul and Celestine Egbunuche Global Society For Anti-Corruption
Paul dan Celestine Egbunuche adalah bapak dan anak yang sudah 18 tahun lamanya mendekam di penjara, menunggu eksekusi mati.

Terpidana Mati, Celestine Egbunuche dijuluki sebagai 'tahanan tertua' Nigeria, harap-harap cemas menanti hasil dari kampanye yang menyerukan pembebasannya.

Dia berusia 100 tahun dan telah mendekam di penjara selama 18 tahun setelah dinyatakan bersalah merancang suatu pembunuhan.

Baca Juga:

Bertubuh kecil dan sedikit bungkuk, ia menatap nanar ke ketinggian sembari duduk di bangku yang berdesakan di dalam ruang tamu penjara yang pengap.

Mengenakan T-shirt putih, celana pendek dan sandal jepit, dia mengangkat kepalanya perlahan-lahan - sebagai cara menyambut kehadiran kami.

Tetapi selain itu ia diam seribu bahasa selama kunjungan kami - sangat kontras dengan suasana ruangan yang riuh dengan dengan obrolan nyaring di Penjara Keamanan Maksimum Enugu di Nigeria tenggara.

Baca Juga:

Putranya, Paul Egbunuche, 41, duduk di sampingnya, dan dialah yang berbicara. Dia dipenjara atas tuduhan pembunuhan yang sama.

Mereka berdua dituduh menyewa orang untuk menculik dan membunuh seorang lelaki terkait sengketa tanah di negara bagian Imo.

Paul bersikeras mengaku mereka berdua tak bersalah. Mereka ditahan pada bulan Juni 2000 dan akhirnya dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 2014.

Upaya menghubungi keluarga dari orang yang terbunuh tidak menemui hasil - bahkan dinas penjara Nigeria tidak dapat menemukan mereka.

'Bingung dan bagai anak kecil'

Di bawah pengawasan petugas penjara, dia memberitahu saya bahwa ayahnya sudah tidak dapat berbicara banyak lagi dan sudah tidak sadar akan sekelilingnya.

"Ketika menanyakan sesuatu kepadanya, ia menjawab sesuatu yang lain. Dokter mengatakan kepada saya bahwa itu karena usianya, dia telah menjadi seperti pikin (bocah) kecil.

"Terkadang dia bertanya kepada saya: 'Orang-orang ini di sini (para narapidana), apa yang mereka lakukan di sini?'"

 

Prisoners in a prison in Enugu, Nigeria, pictured in 2009 BBC
Begitu banyak tahanan di Nigeria menghabiskan waktu bertahun-tahun menunggu peradilan dan eksekusi.

Paul mengatakan dia jarang meninggalkan ayahnya; ia telah menjadi pengasuh utama sang ayah sejak kesehatannya mulai memburuk di penjara.

Masalah-masalah kesehatan yang dialami ayahnya antara lain diabetes dan gangguan penglihatan - dan Paul menggunakan apa yang dia bisa untuk mengurusnya.

"Satu-satunya yang saya gunakan untuk mengurusnya adalah makanan, pisang tanduk, dan mereka (petugas) memberinya sejumlah obat."

Foto ulang tahun

Sel ayah dan anak itu juga dihuni terpidana hukuman mati lainnya -mereka dipisahkan dari tahanan lain.

"Kala bangun di pagi hari, saya akan memasak air dan memandikan ayah saya," kata Paul. "Saya akan mengganti pakaiannya lalu menyiapkan makanan untuknya. Jika mereka membuka (sel), saya akan membawanya keluar agar matahari akan menyentuh tubuhnya.

"Saya selalu berada di dekatnya, mengobrol dan bermain dengannya."

Paul berkata bahwa para narapidana lain kadang-kadang membantunya mengurus ayahnya dan bahwa banyak dari mereka ingin ayahnya dibebaskan.

Setelah ayahnya memasuki usia 100 tahun itulah, muncul berbagai perhatian, yang mungkin bisa mengarah pada pembebasannya.

Agustus lalu, secarik foto yang menunjukkan Paul bersama Egbunuche yang tampak lunglai menjadi viral setelah koran lokal memuatnya dalam laporan tentang bagaimana ia menginjak usia 100 tahun di penjara.

Terpiculah perdebatan tentang betapa lama waktu yang bisa dihabiskan narapidana yang dijatuhi hukuman mati, dan di mana serta bagaimana mereka menanti eksekusi.

Data terbaru dari Dinas Penjara Nigeria menunjukkan bahwa lebih dari 2.000 orang di Nigeria sedang menanti hukuman mati, banyak di antaranya sudah mendekam di penjara selama bertahun-tahun, menunggu untuk dieksekusi.

Hukuman mati tidak terlalu sering dilakukan di Nigeria. Antara 2007 dan 2017, dilakukan tujuh eksekusi - yang terakhir terjadi pada tahun 2016, kata Amnesty International.

Kemiskinan dan hukuman

Betapa pun, putusan hukuman mati masih terus dijatuhkan oleh hakim untuk pidana seperti makar, penculikan dan perampokan bersenjata.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Ada orang-orang yang telah dipenjara selama 30 tahun menunggu eksekusi mati, itu umum," kata Pamela Okoroigwe, seorang pengacara untuk Proyek Bantuan dan Pembelaan Hukum (LEDAP).

"Para Gubernur enggan menandatangani (surat eksekusi) tetapi mereka juga tidak bersedia mengeluarkan surat pengampunan - itu sebabnya begitu banyak narapidana hukuman mati."

Okoroigwe mengatakan hukuman mati adalah 'hukuman untuk orang miskin' dan makin banyak orang Nigeria yang ingin menghapuskannya.

"Apakah kamu pernah melihat orang kaya di penjara para terpidana mati?" dia bertanya.

"Berapa banyak orang yang mampu membayar pengacara untuk mewakili mereka di pengadilan? Orang kaya yang disidangkan di pengadilan akan memperoleh pengacara terbaik dan dia akan bebas."


Sentimen ini pula yang dirasakan oleh Franklin Ezeona, ketua Masyarakat Global untuk Anti-Korupsi (GSAC), organisasi non-pemerintah yang membawa kasus Egbunuche ke publik dan telah mengajukan petisi untuk pengampunannya.

"Jika pria itu adalah ayah dari seorang gubernur atau menteri, saya tidak yakin dia masih akan di penjara," kata Ezeona.

"Kemiskinan di sebagian besar negara Afrika menghalangi terwujudnya keadilan."

Dia mengatakan tidak masuk akal untuk membuat orang menunggu selama bertahun-tahun di penjara menunggu eksekusi mati karena menimbulkan "trauma dan penyiksaan terlalu berat".

'Kesempatan kedua untuk setiap orang'

Ezeona berharap bahwa kasus Egbunuche akan mendorong pemerintah untuk meninjau kembali kasus-kasus lain dan menyoroti sistem peradilan secara keseluruhan.

Jika itu terjadi, katanya, "itu akan baik untuk sistem pemasyarakatan. Hal itu akan menunjukkan bahwa dengan perilaku yang baik, pemerintah dapat memberi Anda kesempatan kedua."

"Setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua."

Rochas Okorocha pictured in 2014 AFP
Gubernur Rochas Okorocha kini berperan sangat menentukan untuk nasib Celestine Egbunuche.

Dan Egbunuche mungkin mendapatkan kesempatan kedua setelah jaksa agung negara bagian Imo, Miletus Nlemedim, merekomendasikan pengampunannya.

Rekomendasi itu kini sedang menunggu persetujuan dari Gubernur Rochas Okorocha.

Jaksa Agung Nlemedim mengatakan banyak faktor yang dipertimbangkan ketika seorang narapidana direkomendasikan untuk diampuni: bisa karena usia lanjut, masa yang sudah dijalani di penjara, dan persetujuan staf penjara.

Sejauh ini keluarga korban belum dihubungi tentang kemungkinan pembebasannya.

"Apa yang kami lakukan sebagai pemerintah adalah mencoba untuk melepaskan diri dari sentimen tertentu," katanya.

Menurut Nlemedim, Kementerian Kebahagiaan negara bagian itu memberikan kesempatan untuk rekonsiliasi setelah tahanan dibebaskan.

Namun hal ini, menurut Ezeona sangat kecil kemungkinannya mengingat lamanya waktu yang telah berlalu dan buruknya pencatatan.

Meski demikian, dia masih yakin Celestine Egbunuche akan diampuni.

"Jika kita tidak bisa memaafkan seorang yang berusia seabad, siapa yang bisa kita maafkan?" tanyanya.

Demikian juga Paul, yang yakin bahwa ayahnya akan mendapat pengampunan - dan berharap bahwa dia juga akan mendapatkan pembebasan bersyarat sehingga dia dapat merawat ayahnya.

"Akan bagus untuknya jika ia dibebaskan. Jadi dia akan meninggal dengan damai di rumahnya dan bukan di penjara," katanya.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada