Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Apa yang ada di otak Kanye West, mengapa ia mendukung Presiden Trump?

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan

Tak ada pesohor yang membuat sensasi begitu banyak di tahun 2018 seperti rapper Kanye West.

Musisi asal Amerika Serikat itu telah menelurkan lima album besar sepanjang tahun ini, ia merilis album kedelapan Ye dan memberikan dukungannya untuk Presiden Donald Trump.

Baca Juga:

Namun, seiring dengan ketenarannya di dunia musik, kabar sang rapper yang memiliki masalah kesehatan mental juga menghiasi laman-laman media massa.

Ia menjadi pusat perhatian lantaran kesehatan mentalnya, masalah yang ia kemukakan saat berseteru dengan rekan sesama rapper Drake. Apa yang sebenarnya terjadi?

Setelah hampir setahun menghilang dari media sosial, rapper kelahiran Chicago, AS yang juga seorang produser rekaman, pengusaha dan perancang busana, mengemukakan dukungannya untuk Presiden Trump pada bulan April silam.

Baca Juga:

"Anda tidak harus setuju dengan Trump, namun khalayak tidak bisa membuat saya tidak menyukainya. Kami berdua sama-sama memiliki energi naga. Ia adalah saudaraku, "cuit West dalam akun Twitternya.

Cuitannya lantas menuai kecaman dari kalangan industri musik dan para penggemar Kanye.

Menurut jajak pendapat, pemilih kulit hitam yang mendukung capres dari Partai Republik hanya 10,5% dalam 12 pemilihan presiden, dibandingkan dengan 87,3% yang mendukung Demokrat.

Dilaporkan sebanyak 92% orang kulit hitam Amerika tidak setuju dengan kepresidenan Trump.

Bagi Kanye -salah seorang musisi kulit hitam yang paling terkemuka di negara tersebut- menyebut Trump sebagai, "saudara laki-lakinya" pasti akan memancing reaksi keras.

Kanye membagikan fotonya yang memakai topi bertuliskan Make America Great Again di hari yang sama saat ia mencuitkan dukungannya untuk Trump.

Sebulan kemudian, dalam sebuah wawancara dengan situs gosip TMZ, Kanye meneruskan ucapannya dengan mengatakan bahwa 400 tahun perbudakan "terdengar seperti sebuah pilihan".

Ia beberapa kali menyatakan dukungannya untuk Trump, pertama dalam program acara bincang Jimmy Kimmel Live pada bulan Agustus, dan sebulan kemudian di acara Saturday Night Live.

Pertemuannya dengan Trump berlangsung di Gedung Putih pada bulan Oktober.

Ia duduk bersebrangan dengan presiden, membungkuk di kursinya, Kanye menyatakan mengenakan topi 'MAGA' atau Make America Great Again membuatnya merasa seperti "Superman".

Ia lantas mulai berbicara soal maskulinitas, ekonomi, dan kesehatan mentalnya. Pertemuan itu diakhiri dengan ungkapan"cinta" Kanye untuk Trump dan ia memeluk Trump saat para fotografer memotretnya.

Kanye West Getty Images
Kanye menyatakan mengenakan topi 'MAGA' atau Make America Great Again membuatnya merasa seperti "Superman".

Setelah itu, media lebih banyak mengabarkan kondisi kesehatan mental Kanye dibanding kiprah musik sang rapper.

Keesokan harinya, misalnya, majalah Psychology Today memuat artikel berjudul 'Pelajaran kesehatan mental dari pertemuan Kanye dan Trump di Gedung Putih', sementara majalah Vox menurunkan laporan mendalamnya tentang "cara merusak pembicaraan tentang selebriti dan kesehatan mental".

Kanye sendiri sudah pernah mengemukakan secara terbuka perihal kesehatan mentalnya di hadapan para penggemarnya sejak November 2016, ketika ia dirawat di rumah sakit setelah melontarkan kata-kata kasar di atas panggung pertunjukkan di Los Angeles, yang kemudian ia sebut sebuah "terobosan mental".

Namun setelahnya, ia mengungkapkan dirinya didiagnosis mengidap bipolar.

"Saya tidak gila, tapi saya pasti bisa gila jika tertekan," tuturnya kepada stasiun radio Chicago WGCI pada Agustus 2018.

Ia mengutarakan hal itu selama pertemuannya dengan Trump yang bahkan semakin membingungkan, seperti yang dikatakan Kanye bahwa ia, sebenarnya, kurang tidur, tidak bipolar, itulah penyebab kesehatan mentalnya yang buruk.

Sikap politik Kanye ini menuai beragam reaksi publik yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sikapnya telah memicu perdebatan sengit di media, di media sosial, dan di seluruh AS tentang identitas Afrika-Amerika di era Trump, tentang dampak ketenaran di era media sosial, dan tentang dialog seputar kesehatan mental dan ras.

Beberapa kalangan, termasuk teman dekatnya penyanyi John Legend, bahkan berspekulasi bahwa semuanya mungkin adalah sebuah "aksi publisitas".

Penuturan orang-orang terdekat Kanye West

Dalam program dokumenter BBC Three, wartawan sekaligus pembuat film, Ben Zand, berbicara dengan sosok-sosok utama yang mengetahui kehidupan awal Kanye, mulai dari teman-teman masa kecilnya, keluarga hingga dosennya, serta mereka yang masih dekat dengannya sekarang ini.

Salah seorang sahabat karibnya yang juga sesama rapper, GLC, menggambarkan awal-awal kehidupan Kanye yang tumbuh di kota South Side, Chicago, sebuah kawasan yang ditempati orang-orang termiskin di kota itu, sebagian besar adalah kulit hitam.

"Ia energik, percaya diri dengan keahliannya, yakin, fokus, dan ia punya komitmen," kata GLC. "Dan ia melakukan apa yang dibutuhkan olehnya untuk berkembang di atmosfer itu."

Di atas segalanya, Kanye menyayangi ibunya, Donda West, figur paling penting dalam perkembangan putranya menjadi salah satu musisi terbesar dalam sejarah musik.

Donda adalah seorang akademisi, profesor bahasa Inggris terkemuka di Chicago State University. Ia membesarkan Kanye, yang merupakan anak tunggal, di sebuah rumah yang sarat dengan musik dan seni Afrika.

Di saat para orang tua lain mungkin mencoba dan mendorong anak mereka untuk mencari pekerjaan yang mapan, Donda justru melakukan semua yang ia bisa untuk membantu putranya menggapai impiannya menjadi bintang hip hop - ia membelikannya instrumen dan komputer yang dibutuhkan untuk mengasah keterampilannya.

"Apa yang sudah ibunda Kanye lakukan, luar biasa," kata GLC.

Donda kemudian menjadi manajer putranya saat Kanye meniti karier menuju ketenaran. Namun ia meninggal mendadak pada 2007, karena komplikasi setelah bedah kosmetik.

Donda Getty Images
Kanye dan ibunda tercintanya Donda West

Kala itu, Kanye tengah menjalani tur.

Tony Williams yang merupakan sepupu sekaligus kolaborator musiknya mengungkapkan, Kanye diberitahu ibunya meninggal lewat telepon dari bibinya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meski diterpa kabar duka, Kanye menjalankan "bisnis seperti biasa" dan ia tetap menjalani gladi resik untuk pertunjukkan di malam hari, seolah-olah itu adalah satu-satunya cara untuk mengatasi keterkejutannya.

Mungkinkah kematian Donda menjadi momen penting yang mengakibatkan kesehatan mental Kanye terganggu? "Bisa jadi itu alasannya," kata Tony. "(Kehilangan ibumu) adalah momen besar bagi siapa pun."

"Meski sudah berlangsung lama, jika Anda tidak meluangkan waktu untuk merenungkan (kehilangan seperti itu), untuk bersantai dan berdamai dengan diri sendiri, itu bisa membuat Anda bingung," kata GLC. "Tidak hanya itu, semuanya ada di media. Kamera menguntit setiap langkah yang kau lakukan. Banyak sekali,"papar GLC.

Ketenaran sang rapper semakin menjulang, saat Kanye menikahi Kim Kardashian pada Mei 2014. Mereka menjadi 'Kimye', dan sorotan media terhadap pasangan ini semakin memanas.

Pernikahannya dengan bintang reality show, yang kemudian 'menggebrak internet' dengan sebuah pose telanjang di majalah, merupakan langkah besar dalam perjalanan Kanye dari seorang musisi hingga menjadi mega bintang.

Kanye West Getty Images
Kanye West dan istrinya Kim Kardhasian, bintang reality show.

BBC Three juga berbicara kepada Dr Brenda Aghahowa, teman sekaligus pengganti Donda di Chicago State University.

"Saya memang melihat (pengaruh Donda) pada diri Kanye," katanya. "Untuk menjelajah ke dunia hip hop dan tidak malu dengan budaya hitam, bahasa gaul kulit hitam, bahasa hitam dan semua hal yang ia satukan dalam musiknya, jelas menunjukkan pengaruh Donda."

Donda adalah seorang pelopor di dunia akademisi, yang menurut keponakannya, Tony, berperan aktif dalam gerakan hak-hak sipil tahun 1960-an semasa remaja.

Apa yang dilakukan Donda jika melihat putranya seperti sekarang ini?

"Saya pikir ia akan keheranan. Donda, seperti yang saya tahu secara politis, cenderung ke Demokrat ketimbang Republik. Jika Donda masih hidup, mungkin ia tidak akan memilih Trump sebagai presiden terbaik untuk orang kulit hitam," kata Brenda, sambil menggelengkan kepalanya.

Meski beberapa orang, seperti Brenda heran dengan sikap Kanye yang berubah haluan, namun tidak demikian dengan Candace Owens yang menerimanya dengan tangan terbuka.

Bintang YouTube, Candace Owens, salah seorang penggagas Blexit (black exit) - sebuah gerakan yang mendesak pemilih kulit hitam untuk berhenti mendukung Partai Demokrat. Ia berpandangan bahwa Kanye hanya membuka "pembicaraan yang perlu dilakukan".

Candace bertemu Ben (wartawan dan pembuat film dokumenter BBC Three) pada pertemuan puncak yang dihadiri anak-anak muda kulit hitam di Washington DC yang berusia antara usia 18-35 tahun untuk berbagi pandangannya.

Di sana, ia bersorak-sorai menjajakan souvenir Blexit baru, yang ia klaim dirancang oleh Kanye sendiri, namun Kanye membantahnya dengan, mengatakan "Saya telah dimanfaatkan."

Candace kemudian meminta maaf kepada Kanye dan membantah pernah mengklaim bintang itu terlibat.

Candace mengatakan Kanye tertarik dengan gerakan yang ia prakarsai karena, "Ini adalah tentang kebebasan. Kami lelah disebut kulit hitam itu berbeda dan kami terus-terusan hidup dalam ketakutan akan rasisme."

"Kami tidak takut rasisme - itu bukan masalah yang sedang terjadi di negara ini," tambahnya.

Lantas bagaimana dengan tanggapan Candace menyikapi kesehatan mental sang rapper dan sikap politiknya yang memiliki dampak mengganggu.

"Saya benar-benar lelah dengan orang-orang yang menyindir bahwa orang kulit hitam memiliki gangguan mental ketika mereka konservatif," tutur Candace dengan nada tinggi sebelum mengakhiri wawancara dengan BBC Three. "Mereka harus berhenti."

Meski Kanye dipuji karena mampu mengatasi stigma dengan berbicara terbuka soal kesehatan mentalnya,media masih sulit mencari penyebabnya.

Menolak konservatisme rapper sebagai tanda penyakit mental memunculkan pertanyaan tentang apakah kita akan begitu cepat untuk melompat ke kesimpulan yang sama jika ia berkulit putih.

Dalam kasus Kanye, masalah ini bahkan lebih bernuansa karena terhubung dengan statusnya sebagai tokoh seni, peran yang pada awalnya enggan diterimanya.

"Dalam komunitas kulit hitam kami ingin orang-orang mengambil peran dan mendukung semua tujuan kami," kata Tony. "Ini menarik, karena awalnya Kanye enggan menjadi seorang pemimpin, ia hanya ingin menjadi seorang seniman."

Meski demikian, banyak di komunitas kulit hitam melihat pertemuan sang musisi dengan Trump itu sebaga isebuah kesempatan untuk membahas tujuan mereka tentang perpecahan rasial di Amerika yang menjadi fokus utama oleh gerakan seperti Black Lives Matter, dan supremasi kulit putih dalam even 'Unite the Right Rally' tahun lalu di Charlottesville.

"Saya tidak terkejut ia berbicara dengan Trump, hanya karena saya tahu apakah ia mendapatkan sesuatu dalam pikirannya ia akan melihatnya," kata John 'Monopoly' Johnson, seorang penyanyi hip hop terkemuka dan salah satu mantan manajer West .

"Saya berharap ia berada di ruang yang sedikit lebih baik," katanya.

"Terkadang ketika ia berada di zona kreatif ini, saya tidak akan mengatakan ia sakit, saya hanya berpikir jika ia berada di ruang yang lebih baik, ia akan lebih efektif."

Pada bulan September, Kanye mengatakan bahwa ia kembali ke Chicago "dan tidak pernah pergi lagi," dan ingin membuat dampak nyata untuk memperbaiki kota kelahirannya.

Ia menyatakan keinginan untuk mengajar di Art Institute of Chicago, dan mendirikan pabrik untuk merek fesyen miliknya Yeezy, senilai lebih dari $1,5 miliar, di South Side, Chicago. Ia mengatakan ingin menciptakan lapangan kerja untuk komunitas di kota kelahirannya.

"Bagi saya, hal yang mencuat adalah fokusnya pada Chicago," kata Amara Enyia tentang percakapan pertamanya dengan Kanye. "Ia bergerak kembali untuk melakukan apa yang ia bisa untuk mensejahterakan kota asalnya."

'Who is Kanye West' adalah pertanyaan yang rumit, dan dari film dokumenter ini, ia muncul sebagai sosok yang rumit. Ketenarannya, statusnya sebagai ikon Afrika-Amerika, hubungannya dengan asal-usulnya di Chicago, dan perjuangannya dengan kesehatan mental bersimpangan dengan cara yang membuatnya terbuka untuk berbagai interpretasi.

Di atas semua ini, bagaimanapun, Kanye West hanyalah manusia biasa. Ia adalah manusia yang rumit dan kontroversial, tetapi bagaimanapun kita melihat "terobosan mentalnya", mereka mendefinisikan kecemerlangan dan kekurangannya.

"Saya rasa itulah yang membuatnya menjadi siapa dia," kata Tony. "Saya rasa kalian tidak mencapai kesuksesan dengan pola pikir yang sama dari orang kebanyakan."

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada