"Kami adalah satu, mereka adalah kami": dengan hanya enam kata, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyatukan semua warga Selandia Baru dan mengirim pesan yang jelas kepada dunia.
Cara Ardern menangani krisis nasional saat seorang pria penganut ideologi supremasi kulit putih menembak mati 50 orang yang sedang salat Jumat di dua masjid di Christchurch telah menuai kekaguman dunia.
"Dalam banyak hal, dia telah menjadi teladan dalam kepemimpinan politik," kata Robin Lustig, komentator politik veteran dan mantan jurnalis BBC.
"Bukan hanya karena apa yang dia katakan, tetapi bagaimana dia mengatakannya - dia memahami kebutuhan bangsa dan merespons dengan cara yang benar-benar teladan."
Pujian dari seluruh dunia
Ardern tampaknya berhasil menemukan kata-kata yang tepat, mengucapkan nada yang tepat, dan menyatukan bangsa sedemikian rupa yang hanya bisa dilakukan sedikit pemimpin dunia - dan pengamat di seluruh dunia memuji dia atas kepemimpinannya.
"Ardern telah menjadi wajah kesedihan dan kedukaan bangsanya, dan tekad mereka," tulis Ishaan Tharoor di The Washington Post.
Annabel Crabb, dari situs ABC Australia, mengatakan "telah dihadapkan dengan berita terburuk yang dapat diterima seorang pemimpin ... Ardern belum melakukan kesalahan".
"Beginilah sosok seorang pemimpin," kata Grace Back seperti dikutip majalah Marie Claire Australia.
- Selandia Baru siarkan azan dalam Jumatan pertama setelah penembakan Christchurch
- Setelah penyerangan dua masjid, Selandia Baru akan larang semua jenis senjata ala militer
- Kesaksian mahasiswa Indonesia setelah serangan masjid di Selandia Baru: 'Warga Christchurch menerima kami dan bersimpati'
"Martin Luther King mengatakan para pemimpin sejati tidak mencari konsensus, tetapi membentuknya," tulis Suzanne Moore di koran Inggris The Guardian.
"Ardern telah membentuk konsensus yang berbeda, menunjukkan aksi, kepedulian, persatuan," katanya.
"Terorisme melihat perbedaan dan ingin memusnahkannya. Ardern melihat perbedaan dan ingin menghormatinya, merangkulnya dan terhubung dengannya," tambah Moore.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan - yang menuai kritik internasional setelah menayangkan rekaman video tentang serangan itu pada saat kampanye - mengatakan empati Ardern adalah contoh bagi dunia.
Dan di dalam negeri, oposisi Partai Nasional Judith Collins mengatakan kepada parlemen bahwa perdana menteri telah bertindak "luar biasa".
'Beginilah rupa seorang pemimpin'
- Jacinda Ardern berusia 38 tahun
- Menggambarkan dirinya sebagai "sosial demokrat dan progresif"
- Perdana menteri terpilih berusia 37, yang termuda di Selandia Baru
- Dia seorang agnostik, tetapi dibesarkan sebagai seorang Mormon. Meninggalkan gereja karena pandangan anti-homoseksualitasnya
- Mengambil cuti hamil enam minggu setelah kelahiran putrinya
- Perdana menteri pertama yang menyusui bayinya di parlemen
- Membuat sejarah sebagai pemimpin dunia perempuan untuk membawa bayinya di majelis umum PBB
Dunia menyaksikan: mengapa serangan di Selandia Baru melukai orang-orang di luar perbatasannya
Tersangka utama dalam pembunuhan di Christchurch adalah warga negara Australia.
Para korban berasal dari beberapa negara yang berbeda, termasuk India, Pakistan, Mesir, Yordania dan Somalia, termasuk satu korban meninggal dari Indonesia.
Jadi ketika Perdana Menteri Jacinda Ardern menyampaikan pernyataannya beberapa jam setelah serangan itu, dan berkata, "Mereka adalah kita," bukan hanya Selandia Baru yang mendengarkan apa yang dia katakan.
"Di negara-negara yang berbeda seperti Brasil, Cina, Hongaria, India dan Turki, para pemimpin telah mengatur komunitas melawan komunitas, mayoritas melawan minoritas," kata Lustig.
Ketika para pemimpin di negara-negara ini mengatakan "Kami, rakyat" itu telah menjadi "bukan seruan persatuan tetapi perpecahan, rakyat melawan elit, melawan orang asing, melawan musuh."
Kata-kata dan tindakan yang dipilih Ardern
"Jelas bahwa ini sekarang hanya dapat digambarkan sebagai serangan teroris," kata perdana menteri ketika pertama kali berbicara kepada media setelah serangan terjadi.
Wartawan BBC Ashitha Nagesh mengatakan bahwa dengan "cepat dan tegas menggambarkan penembakan itu sebagai 'serangan teroris', Ardern tampaknya menunjukkan kesadaran dan pertimbangan fakta bahwa banyak orang merasa pejabat enggan menggunakan kata ini ketika seorang penyerang berkulit putih, bahkan jika serangan itu bermotif politik ".
Ardern juga cepat memahami ketakutan dan kesedihan komunitas Muslim, dan menunjukkan empati dengan memeluk para korban dan kerabat mereka dan mengenakan jilbab sebagai cara sederhana untuk menghormati.
Ketika dia berkata "Mereka adalah kita", warga Selandia Baru dari semua agama dan masyarakat mulai bereaksi dengan menunjukkan rasa persatuan.
- Kronologi dan pemetaan aksi penembakan jemaah dua masjid di Christchurch, Selandia Baru
- Salat Jumat pertama setelah serangan masjid di Christchurch: "Kami bertekad tidak membiarkan siapapun memecah-belah kami"
- 'Serangan teror' di dua masjid Selandia Baru: 'Seorang WNI meninggal dunia'
Dan ketika dia pertama kali berbicara di parlemen setelah serangan itu, dia membuat pernyataan kecil tapi berani: dia membuka pidatonya dengan sambutan Islami "Assalamualaikum".
Seperti semua pemimpin yang sukses, "Jacinda Ardern tahu kekuatan kata-kata. Tidak seperti banyak orang, dia menggunakannya untuk menyembuhkan luka, bukan untuk membukanya," kata Lustig.
Cara Ardern menghadapi akibat dari serangan juga telah mempertentangkan gaya welas asih, empatik, dan progresifnya dengan para pemimpin lain yang bisa digambarkan sebagai orang kuat sayap kanan.
Nama-nama yang diangkat oleh komentator politik termasuk nama-nama Presiden AS Trump, Viktor Orban dari Hongaria, Jair Bolsonaro dari Brasil atau bahkan Narendra Modi dari India - semua pemimpin dunia yang kariernya berkembang pesat dalam retorika yang anti-Muslim, yang tidak liberal.
Tidak seperti mereka, "dia tidak berbicara tentang imigran 'membanjiri' kota-kota; dia tidak menghina perempuan Muslim yang mengenakan kerudung dengan mengatakan mereka terlihat seperti kotak surat atau perampok bank; dia juga tidak menyebut migran sebagai 'segerombolan," tambah Lustig.
Tindakan di luar kata-kata
Tetapi Perdana Menteri Ardern telah melakukan lebih dari sekedar menunjukkan simpati dan menunjukkan empati - dia mengikuti kata-katanya dengan janji perubahan legislatif dan budaya yang konkret.
Beberapa jam setelah serangan itu, ia mengumumkan tindakan keras terhadap undang-undang senjata negara itu "dalam waktu 10 hari".
Dia mengulangi tekadnya untuk menyingkirkan ekstrimisme keras dari negaranya, dan selama wawancara dengan Clive Myrie dari BBC, dia berjanji akan "menyingkirkan" rasisme baik di Selandia Baru maupun global.
Warga Selandia Baru bersatu di belakang perdana menteri mereka
Sejak serangan itu, Ardern telah memberikan bingkai untuk kesedihan nasional dan telah memeluk komunitas imigran negara itu.
Dan Selandia Baru telah mengikuti teladan pemimpin mereka.
Di seluruh negeri, buku-buku bela sungkawa telah ditandatangani, para korban dan kerabat kewalahan oleh donasi, dan media sosial penuh dengan warga yang menyatakan bahwa penyerang tidak berbicara untuk mereka.
Sekarang "Jacindamania" telah mengglobal, masih harus dilihat apakah itu cocok dengan para pemimpin dunia lainnya.