Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Konflik Kashmir: PM Pakistan Imran Khan anggap PBB bertanggung jawab jika sampai pecah perang dengan India

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan

Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, menyatakan bahwa jika sampai pecah perang dengan India terkait dengan wilayah Kashmir yang diperebutkan, maka PBB harus bertanggung jawab karena gagal menerapkan resolusi Dewan Keamanan PBB tentang Kashmir.

Dalam pidato di Dewan Perwakilan Daerah Kashmir yang dikuasai Pakistan, Khan menantang PBB untuk menepati janji sebagai penjaga perdamaian.

Baca Juga:

"Saya terus mengirimkan pesan kepada masyarakat internasional. Anda yang akan bertanggung jawab. Organisasi yang seharusnya bertugas mencegah perang, lembaga yang didirikan setelah Perang Dunia II yang bertugas melindungi pihak-pihak yang lemah melawan yang kuat. PBB. Ini bukan wewenang kami, ini adalah wewenang PBB," tegas Khan pada Rabu (14/08).

"Apakah PBB akan menjalankan 11 Resolusi Dewan Keamanan tentang Kashmir? Jika pihak yang kuat menindas pihak yang lemah, apakah PBB tidak bisa berbuat? Apakah PBB hanya bertindak ketika dikehendaki oleh pihak yang kuat?"

PM Imran Khan mengacu pada Resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 1948, sehubungan dengan perebutan wilayah Kashmir. Resolusi antara lain menuntut Pakistan menarik kelompok-kelompok suku dan warga negara Pakistan dari Kashmir, menuntut India mengurangi jumlah pasukan di Kashmir dan melibatkan partai-partai politik dalam pemerintahan negara bagian.

Politikus, mantan birokrat ditangkap India

Baca Juga:

Lebih lanjut Khan mengatakan langkah India mencabut status daerah istimewa wilayah Kashmir yang dikuasai negara itu merupakan "kesalahan besar yang strategis".

Namun pemerintah India menegaskan telah bertindak sesuai dengan konstitusi dan telah pula mengikuti semua prosedur resmi ketika mencabut status daerah istimewa Negara Bagian Jammu dan Kasmir. Partai yang berkuasa BJP telah lama menentang status khusus Kashmir dan pencabutan itu masuk dalam manifesto kampanye partai dalam pemilu tahun 2019 ini.

Di satu sisi, India mengatakan serangkaian pembatasan keamanan diberlakukan di lembah Kashmir sampai waktu yang tidak ditentukan.

Bilquis, saudara dari Irfan Ahmad Hurra Reuters
Keluarga dari Irfan Ahmad Hurra menangis ketika menceritakan penangkapan Hurra di Kashmir setelah status istimewa wilayah itu dicabut India.

Mulai menjelang pencabutan status khusus yang diumumkan pada Senin pekan lalu (05/08), hingga kini ratusan warga Kashmir telah ditahan dan komunikasi masih diputus.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sosok terbaru dari wilayah Kashmir-India yang ditangkap adalah Shah Faisal, seorang birokrat terkenal yang beralih haluan menjadi politikus.

Berbagai pemberitaan di India menyebutkan Faisal ditangkap di Bandara Delhi pada Rabu pagi (14/08) dan dipulangkan ke Kashmir. Ia tercatat sebagai salah seorang dari segelintir politikus Kashmir yang tidak ditahan menjelang pencabutan status daerah istimewa.

Sehari sebelum ditangkap, ia berbicara dalam program Hardtalk BBC dan mengungkapkan rasa gelisah.

"Saya malu pada diri sendiri karena saya bebas ketika seluruh jajaran pemimpin Kashmir berada dalam penjara," ungkapnya.

Ia mengatakan dengan cara mencabut status khusus Jammu dan Kashmir, Perdana Menteri India Narendra Modi telah "membunuh konstitusi di siang bolong".

Seluruh wilayah Kashmir diperebutkan oleh dua negara bertetangga, India dan Pakistan. Mereka sama-sama mengklaim Kashmir milik mereka secara utuh, tetapi hanya menguasai sebagiannya.

India dan Pakistan telah terlibat dalam dua perang dan juga terlibat dalam konflik terbatas terkait sengketa wilayah itu.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada