Menteri Lingkungan Jepang mengatakan air yang terkontaminasi dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima kemungkinan bakal dibuang ke laut karena ruang penyimpanan akan habis pada 2022 mendatang.
Lebih dari satu juta ton air yang dipakai untuk mendinginkan reaktor yang meleleh disimpan di tangki-tangki raksasa.
Kelompok-kelompok nelayan menentang kuat rencana tersebut, namun sejumlah ilmuwan berdalih langkah itu kecil risikonya.
Pemerintah Jepang menegaskan belum mengambil keputusan akhir.
- Apakah bom nuklir bisa menghancurkan badai?
- Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir terapung pertama Rusia berlayar melintasi Kutub Utara
- Misteri roket nuklir, senjata apa yang diuji coba Rusia di Laut Artik?
- Mengapa tumbuhan kebal terhadap bencana nuklir Chernobyl?
Bangunan-bangunan reaktor di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima rusak parah akibat ledakan hidrogen yang dipicu gempa bumi dan tsunami pada 2011.
Kejadian itu menyebabkan tiga reaktor meleleh.
Pemerintah Jepang lantas memutuskan kawasan di sekitar PLTN harus dibersihkan dalam operasi yang perlu waktu berpuluh tahun agar bisa rampung.
Selama delapan tahun terakhir, sekitar 200 ton air radioaktif telah dipompa keluar setiap hari dari bangunan reaktor yang rusak.
Sebagian besar isotop radioaktif telah dicabut menggunakan proses filtrasi yang kompleks. Namun sebuah isotop, tritium, tidak bisa dipindahkan sehingga air yang disimpan dalam sebuah tangki besar diprediksi bakal penuh pada 2022.
Gagasan membuang air itu ke Samudra Pasifik sudah dilontarkan jauh-jauh hari dan Menteri Lingkungan Yoshiaki Harada mengatakan dirinya mendukung rencana tersebut.
Sejumlah ilmuwan berpendapat air itu akan memudar di tengah luasnya Samudra Pasifik dan risiko tritium terhadap manusia dan kesehatan hewan tergolong rendah.
Akan tetapi, sebagaimana dilaporkan wartawan BBC di Tokyo, Rupert Wingfield-Hayes, bukan berarti wacana itu akan langsung diterapkan.
Kelompok-kelompok nelayan menentangnya dan pemerintah Korea Selatan menegaskan bahwa hubungan dengan pemerintah Jepang akan rusak jika wacana tersebut diwujudkan.
Badan Energi Atom Internasional mengatakan Jepang harus menentukan keputusan apa yang akan dilakukan guna menangani air radioaktif dalam waktu dekat.