Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Presiden Prancis Emmanuel Macron: 'Jangan memberi cap buruk kepada Muslim dan pemakai hijab'

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Pengunjuk rasa di sekolah di Prancis membawa poster bertuliskan: "Berhijab atau pun tidak, kami menuntut persamaan". Getty Images
Pengunjuk rasa di sekolah di Prancis membawa poster bertuliskan, "Berhijab atau pun tidak, kami menuntut persamaan".

Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan warganya agar tidak "memberi cap buruk" kepada Muslim atau menghubung-hubungkan Islam dengan terorisme.

Pernyataan ini dibuat sesudah seorang perempuan Prancis menggugat seorang politisi sayap kanan yang mengkritiknya karena memakai hijab di tempat umum.

Baca Juga:

"Kita harus berdiri bersama dengan sesama warga negara," kata Macron dalam konperensi pers bersama dengan Kanselir Jerman, Angela Merkel hari rabu (16/10).

Ada lima juta penduduk Muslim di Prancis dan ini merupakan jumlah minoritas Muslim terbesar di Eropa Barat.

Pemakaian hijab dilarang di sekolah, kantor pemerintah, dan gedung-gedung publik di Prancis.

Baca Juga:

Secara resmi Prancis merupakan negara sekuler dan pemakaian pakaian penutup tubuh telah menjadi sumber kontroversi dalam beberapa tahun terakhir.

Pekan lalu, seorang perempuan Muslim yang memakai hijab menemani anaknya yang sedang studi tur ke parlemen lokal di Bourgogne-Franche-Comté di Prancis timur.

Ia menerima cercaan secara verbal dari ruang sidang anggota parlemen.

Foto perempuan itu – disebut dengan nama Fatima – memeluk erat anaknya menjadi viral sesudah rekaman insiden cercaan tersebut diunggah di media sosial.

https://www.facebook.com/ccifofficiel/photos/a.414212521927607/3031806350168198/?type=3&theater


Peristiwa itu juga memicu demonstrasi di jalan dan menghidupkan lagi perdebatan nasional mengenai pemakaian hijab di Prancis.

Sekarang ini di Prancis tidak ada larangan seorang ibu memakai hijab saat melakukan studi tur sekolah.

Pada hari Rabu, Presiden Macron merasa perlu menanggapi dengan menyerukan pemahaman lebih baik mengenai agama Islam di Prancis. Ia juga mengecam apa yang disebutnya sebagai "jalan pintas" yang mengaitkan Islam dengan terorisme.

"Para komentator politik punya kewajiban," katanya seraya menambahkan, "komunialisme bukan terorisme".

'Anakku memelukku lalu menangis'

Peristiwa di gedung parlemen di Prancis timur itu terjadi dalam sebuah studi tur sekolah pada hari Jumat tanggal 11 Oktober. Saat itu Fatima menemani anaknya dalam tur sekolah.

Saat debat parlemen berlangsung, seorang politikus dari partai berhaluan kanan, National Rally, yang dipimpin Marine Le Pen, melihat Fatima. Ia juga memerintahkan Fatima untuk mencopot hijabnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sang politikus, Julien Odoul, juga mengunggah cekcok mulut ini di Twitter dengan teks mengutip serangan maut dengan pisau di kantor polisi di Paris awal bulan ini yang dikaitkan dengan Islam radikal.

"Sesudah pembunuhan empat orang polisi kita, (provokasi) macam ini tak bisa kita tolerir," tulisnya.

https://twitter.com/JulienOdoul/status/1182654779316678657


Dalam wawancara dengan kelompok anti Islamofobia Prancis CCIF, Fatima mengatakan ia duduk tenang di pojok ruangan ketika ia mendengar seseorang berteriak "atas nama sekularisme!".

"Orang-orang mulai saling berteriak dan marah-marah," katanya kepada CCIF.

"Yang saya khawatirkan cuma satu hal, anak-anak ketakutan. Mereka sangat kaget dan trauma."

"Saya coba menenangkan mereka. Anak saya mendekat dan memeluk saya, lalu menangis. Saya bilang saya tak bisa tinggal di ruangan itu."

Pengacara Fatima, Sana Ben Hadj, mengatakan kliennya merasa "dipermalukan" sesudah gambar insiden itu disebarluaskan.

CCIF mengatakan Fatima mengajukan keberatan di kota Dijon dengan alasan "kekerasan rasial dilakukan oleh orang yang memiliki kewenangan publik", sembari menambahkan bahwa keluhan lanjutan akan disampaikan di Paris untuk "hasutan kebencian rasial".

Hijab merupakan bagian dari perdebatan besar

Insiden ini juga memicu debat apakah diperbolehkan bagi seorang ibu memakai hijab dalam kesempatan studi tur sekolah.

Menteri pendidikan Jean-Michel Blanquer dikritik lantaran mengatakan hijab "tidak diinginkan" oleh masyarakat Prancis, dan Marine Le Pen menyerukan larangan.

Larangan bagi kerudung, hijab, dan berbagai simbol agama yang "mencolok" di sekolah negeri diberlakukan di Prancis tahun 2004.

Pada 2011, Prancis menjadi negara Eropa pertama yang melarang cadar yang menutupi seluruh wajah di ruang-ruang publik.

Sementara alternatifnya seperti hijab, yang menutup kepala namun tetap memperlihatkan wajah pemakai masih diperbolehkan.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada