Dua orang mahasiswa didenda karena mengambil makanan dari tempat sampah supermarket, dan kini mereka mengajukan banding atas putusan denda ini.
Franziska Stein, 26, dan Caroline Krüger, 28, masing-masing didenda €225 (sekitar Rp3,3 juta) dan diperintahkan untuk kerja sosial membantu di bank makanan di Jerman.
Keputusan ini dijatuhkan oleh pengadilan banding di Bavaria, mengukuhkan putusan pengadilan sebelumnya yang menyatakan keduanya bersalah untuk dakwaan pencurian.
Namun kedua mahasiswi ini berpendapat apa yang mereka lakukan adalah membantu masyarakat mengurangi sampah sisa makanan.
- 'Kurangi sampah makanan, berbagi dengan warga miskin'
- Mengkompos sampah demi lingkungan dan kesehatan
- Perkenalkan Hawuko, kompor berbahan bakar sampah yang mengalirkan listrik
Dalam sebuah blog mereka menyebut putusan pengadilan itu "absurd" karena "di zaman krisis iklim seperti ini, perlidungan penghidupan kita sedang mengalami penurunan".
Suatu malam di bulan Juni 2018 keduanya membuka kunci tempat sampah di supermarket Edeka di Olching, dekat Muenchen, dan memungut buah-buahan, sayur-sayuran dan yogurt yang masih layak makan dari tempat sampah itu.
Namun mereka dihentikan oleh dua orang polisi yang lantas mengosongkan ransel mereka dan membuang kembali makanan itu ke tempat sampah.
Sebuah organisasi nonpemerintah Jerman, Society for Civil Rights (GFF), membantu kedua mahasiswi ini dalam persidangan. GFF berpendapat kasus kecil seperti ini - seperti halnya kepemilikan ganja - seharusnya tidak perlu sampai ke pengadilan.
Kasus ini berjalan sampai Pengadilan Konstitusi Federal di Karlsruhe mulai hari Jumat (08/11).
Apakah memungut makanan dari tempat sampah melanggar hukum?
Media di Jerman melaporkan kasus ini berpusar pada definisi "properti".
Kejaksaan berpendapat tempat sampah itu adalah properti supermarket dan kedua mahasiswa tidak punya hak untuk menentukan mau diapakan isi tempat sampah itu.
Harian Süddeutsche Zeitung melontarkan pertanyaan moral: apakah kedua mahasiswi ini tergolong melakukan pencurian apabila hal itu lebih bermanfaat bagi masyarakat luas?
Jika dilanjutkan, argumen "Robin Hood" ini bisa dipakai untuk membenarkan perampokan terhadap bank yang secara moral meragukan dan membagikan uangnya kepada orang miskin.
- Negeri di Afrika yang 'menyulap sampah elektronik' dari seluruh dunia menjadi robot
- Upaya teknologi untuk mengatasi krisis plastik di lautan
- Indonesia bantah menyumbang sampah plastik terbesar di kawasan
Halnya akan berbeda jika - misalnya - supermarket itu meletakkan makanan yang tak terjual di wadah terbuka dan orang bisa mengambilnya dengan bebas.
Menurut hukum Jerman, kedua mahasiswi dalam kasus di Olching ini bisa didenda maksimal sebesar €1.200 seorang.
Perdebatan lebih jauh
Kedua mahasiswi ini menyatakan tindakan mereka bisa dibenarkan karena, menurut data pemerintah federal, Jerman membuang sedikitnya 12 juta ton makanan setiap tahun. Sedangkan menurut lembaga swadaya masyarakat seperti WWF, angka itu diduga 18 juta ton.
Membuang sampah itu ke tempat pembuangan akhir atau menjadi pakan ternak tetap menghabiskan uang dan bahan bakar.
Para pegiat lingkungan mengatakan banyak makanan yang masih sempurna dibuang oleh pedagang ritail, dan sampah menggunung yang dihasilkannya menyumbang polusi dan pemanasan global.
Di sisi lain, jutaan orang berjuang untuk mendapat makanan sehat, dan banyak yang harus mengharapkan belas kasih bank makanan atau lembaga amal.
Kasus ini bisa berujung ke parlemen di mana anggota parlemen Jerman memikirkan kemungkinan adanya hukum yang memerintahkan supermarket mengurangi pembuangan dengan memberi makanan tak terjual ke lembaga amal.
Sementara itu bulan Juni tahun ini perusahaan besar yang mendistribusi makanan di Inggris Raya bertekad memangkas hingga separuh sampah makanan pada tahun 2030.
Pemerintah Inggris mengatakan sekitar 10,2 juta ton makanan dan minuman terbuang setiap tahunnya di negeri itu, dengan nilai mencapai £20 miliar (sekitar Rp349 triliun).
Bulan Februari 2016, Prancis mengeluarkan undang-undang yang memaksa supermarket untuk menyumbangkan makanan tak terjual ke lembaga amal guna menolong orang miskin dan yang membutuhkan.
Harian Prancis Le Figaro mengatakan bahwa menurut data dari bank makanan, jumlah makanan tak terjual yang berhasil mereka kumpulkan meningkat dari 36.000 ton tahun 2015 ke 46.000 ton di 2017.