Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Tiada cemara, CD bekas dan petai pun jadi pohon Natal

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan

Hanya beberapa puluh meter dari Stasiun Depok Lama, Jawa Barat, khalayak umum bisa melihat kerlap-kerlip Pohon Natal yang terpancar dari pekarangan Gereja Kristen Pasundan jemaat Depok. Namun, berbeda dengan Pohon Natal pada umumnya, pohon itu tidak terwujud dari cemara tapi dari 1.100 keping cakram padat (CD) bekas.

Di pekarangan gereja, saya menjumpai Andi Endong. Bersama sejumlah rekannya, pria yang menjabat sebagai Ketua Hari Raya Gerejawi Gereja Kristen Pasundan jemaat Depok ini sibuk memasukkan rangkaian lampu ke dalam bungkus plastik sehingga lampu-lampu tersebut terlindungi dari siraman hujan.

Baca Juga:

Pekerjaan itu tidak berat, kata Andi. Hanya saja, memakan waktu lama sehingga perlu kesabaran mengingat ada empat lampu kecil di setiap keping CD bekas. Apabila terdapat 1.100 keping CD, Andi dan teman-temannya harus menempelkan sebanyak 4.400 lampu di 'pohon' setinggi 5,5 meter itu.

"Kami mengerjakan ini selama dua mingguan. Pertengahan November kita rancang, kita rakit kerangkanya. Lalu tanggal 1 Desember sudah jadi. CD-CDnya dikumpulkan dari jemaat, daripada numpuk di rumah nggak terpakai," ujarnya.

Pohon Natal dari CD bekas, bukanlah Pohon Natal unik pertama yang dibuat para jemaat gereja Kristen Pasundan Jemaat Depok.

Baca Juga:

Pada 2015, umat di gereja tersebut mendirikan Pohon Natal dari 3.200 gelas air mineral. Kemudian tahun lalu, giliran 7.000 botol air mineral yang dikreasikan menjadi Pohon Terang setinggi 12 meter.

Andi mengaku jerih-payah jemaat gereja adalah demi "berbagi kebahagiaan sehingga bisa dinikmati semua orang yang melihat".

Pohon Terang dari petai

Selain di Depok, Jawa Barat, Pohon Terang unik lainnya ada di Gereja Santo Thomas Rasul Bedono di Ambarawa, Jawa Tengah.

Umat Katolik di sana membuat Pohon Terang yang terbuat dari jagung setelah beberapa tahun terakhir mengkreasikan pohon terang dari pisang, sabut kelapa, hingga petai.

Alasan mengapa Pohon Terang di gereja itu selalu bertema hasil bumi tidak lain karena sebagian besar umat merupakan petani, kata Romo Patricius Hartono, Pastor Paroki Gereja Santo Thomas Rasul Bedono.

"Umat di Bedono yang berlatar belakang agraris, di daerah buah-buahan, yang paling banyak ya yang punya buah. Kenapa tidak dimanfaatkan kekayaan buah lokal itu?"

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Romo Hartono juga menegaskan bahwa gereja yang dia pimpin tengah mengembangkan gereja yang membumi, yang sesuai dengan adat kebudayaan setempat.

"Nah kalau di sini adatnya atau masyarakatnya memang petani, ya memanfaatkan sumber-sumber hasil bumi. Tidak dalam rangka mencari sensasi, tapi mencoba menghargai semua yang di sekitar kita," paparnya.

Tapi, mengapa gereja yang dia pimpin tidak pernah menggunakan pohon terang dari cemara?

Romo Hartono mengatakan dia bertujuan menghadirkan simbol Natal sekaligus menyucikan hasil jerih-payah umat gereja.

"Kalau kita tidak punya cemara, mengapa harus memaksa diri memakai pohon cemara untuk Natalan? Itu justru tidak jujur," katanya.

Tradisi dari Eropa

Pohon Terang yang menggunakan pohon cemara sejatinya merupakan tradisi yang dibawa para penginjil dari Eropa ke Indonesia pada awal abad ke-19. Karena pohon cemara tidak gugur pada musim dingin di Eropa, pohon tersebut digunakan untuk menyimbolkan sang juruselamat yang tetap hidup tanpa dipengaruhi musim-musim.

Meskipun demikian, Jan Aritonang selaku dosen sejarah Kristen di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta menilai Pohon Terang tak lebih dari "aksesoris yang sebenarnya tidak ada sama sekali kaitannya dengan keyakinan keagamaan".

"Waktu Yesus lahir kan tidak ada Pohon Natal. Itu lebih kepada tradisi-tradisi atau kebiasaan yang muncul pada masa-masa merayakan Natal," jelasnya.

Karena Pohon Terang hanyalah merupakan bentuk dari tradisi dan budaya, Jan menilai kreasi dan modifikasi pohon tersebut sama sekali tidak melanggar norma-norma gereja.

"Tidak ada aturan di gereja manapun yang mengatakan 'Kalau pasang terpujilah engkau, kalau tidak pasang terkutuklah engkau'. Tidak ada itu. Pohon Natal adalah bagian sekunder atau bahkan tertier dari tradisi yang tidak menjadi esensial," tandasnya.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada