Ketika berbicara tentang perdamaian Israel-Palestina, keberadaan permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki selalu menjadi salah satu persoalan paling sulit untuk dipecahkan.
Sebagian besar negara anggota PBB mengatakan permukiman yang dibangun di wilayah Palestina yang diduduki itu ilegal karena, kata mereka, keberadaannya melanggar hukum internasional yang mengatur wilayah yang diduduki.
Israel tidak setuju dan pada November 2019, Donald Trump mengumumkan bahwa AS tidak lagi menganggap permukiman Israel itu bertentangan dengan hukum internasional.
Ilegal atau tidak, permukiman yang dihuni warga Israel itu terus tumbuh alias diperluas.
- Trump paparkan rencana perdamaian Timur Tengah, janjikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Palestina menolak
- Palestina kecam AS soal permukiman Yahudi di Tepi Barat: Ancaman keamanan dengan 'hukum rimba'
- Israel diuntungkan, Palestina rencanakan 'hari kemarahan' dalam rencana perdamaian Trump
- Trump akan 'melakukan segalanya' untuk perdamaian Israel-Palestina
Dalam ilustrasi di bawah ini, terlihat bagaimana permukiman di daerah Tepi Barat itu terus tumbuh sejak perang Israel-Arab 1967.
Keberadaan permukiman Israel diwakili warna biru dan wilayah Tepi Barat berwarna kuning. Pada gambar di bawahnya, terlihat bagaimana permukiman itu terus berkembang semenjak Israel menduduki wilayah itu lebih dari 50 tahun silam.
Titik biru mewakili permukiman yang mendapat restu resmi dari pemerintah Israel. Ada juga pemukiman tidak resmi, yang dikenal sebagai pos-pos terdepan, yang belum dimasukkan.
Sebanyak tiga juta orang tinggal di kawasan kecil di daerah Tepi Barat, di mana 86% penghuninya adalah warga Palestina dan 14% (427.800 orang) merupakan pemukim Israel.
Mereka hidup dalam komunitas yang sebagian besar terpisah satu sama lain.
Banyak permukiman Israel didirikan pada 1970-an, 1980-an dan 1990-an. Namun dalam 20 tahun terakhir populasi mereka meningkat dua kali lipat.
Foto-foto satelit memperlihatkan bagaimana permukiman telah diperluas dari waktu ke waktu. Pada 2004, permukiman Givat Zeev telah dihuni sekitar 10.000 orang. Sekarang pemukiman itu dihuni 17.000 jiwa.
Permukiman itu kini terbentang ke wilayah barat, yang ditandai pembangunan rumah-rumah baru, sebuah sinagog dan pusat perbelanjaan.
Ukuran permukiman ini bervariasi, sebagian di antaranya dihuni hanya beberapa ratus orang. Adapun yang terbesar, Modi'in Illit, memiliki penghuni 73.080 orang.
Dalam 15 tahun terakhir, populasi di Modi'in Illit meningkat tiga kali lipat. Peace Now, sebuah kelompok yang terus mengampanyekan penentangan atas permukiman Israel, telah menyusun data ini.
Bahkan jika tidak ada lagi pembangunan permukiman Israel, mereka akan terus tumbuh karena tingkat kelahiran yang tinggi.
Tingkat kelahiran di antara orang-orang Palestina jauh lebih rendah. Rata-rata pemukim perempuan Israel saat ini memiliki lebih dari tujuh anak.
Tingkat kelahiran di permukiman di Tepi Barat ini lebih dari dua kali lipat rata-rata bagi warga Israel secara umum, di mana rata-rata 3,1 anak untuk setiap perempuan.
Di permukiman Modi'in Illit ada tingkat kesuburan yang lebih tinggi ketimbang kota mana pun di Israel atau wilayah Palestina dengan 7,59 anak untuk setiap perempuan.
Warga Palestina di Tepi Barat sekarang memiliki anak lebih sedikit dari sebelumnya - rata-rata adalah 3,2 bayi per perempuan. Dampak dari perbedaan itu, tidak akan terlihat setidaknya untuk satu generasi.
Permukiman dibangun di atas tanah yang diklaim Palestina sebagai negara masa depan, yang akan berdampingan dengan negara Israel.
Warga Palestina mengatakan mereka tidak dapat membangun negara seperti itu kecuali semua permukiman Israel dihilangkan.
Mengapa orang Israel ingin tinggal di Tepi Barat?
Sejumlah orang Israel pindah ke permukiman karena subsidi dari pemerintah Israel, yang artinya bahwa perumahan di kawasan itu jauh lebih murah, sehingga mereka bisa mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.
Beberapa warga Israel pindah ke sana karena dilatari motivasi agar dapat tinggal dalam komunitas yang sangat religius.
Orang-orang Israel ini meyakini bahwa Tuhan menugaskannya untuk menetap di Tepi Barat seperti tertulis dalam kitab sucinya.
Sepertiga dari komunitas permukiman adalah kaum ultra-Ortodoks. Komunitas ini memiliki keluarga besar dan cenderung lebih miskin, sehingga masalah kualitas hidup bisa jadi merupakan faktor penting di sini.
Namun demikian beberapa komunitas meyakini bahwa mereka berhak mendirikan permukiman di Tepi Barat sebagai persoalan ideologi - mereka mengklaim berhak tinggal di sana karena mereka percaya itu adalah wilayah leluhur Yahudi.
Rinciannya, menurut organisasi Peace Now, jumlah warga Israel yang menganggap permukiman sebagai masalah ideologi, sekitar sepertiga dari masing-masing kelompok.
Di bawah ini adalah peta yang jauh lebih rinci tentang seperti apa permukiman itu sekarang. (Sumber: B'Tselem)
Siapa yang mendukung solusi dua negara?
Lebih sedikit masyarakat yang mendukung gagasan untuk membagi tanah ini menjadi dua negara independen.
Pada 2006, 71% orang Palestina dan 68% orang Israel mengatakan mereka mendukung gagasan itu.
Tapi pada 2018 hanya 43% orang Palestina dan 49% orang Israel yang mendukungnya.
Dan berita buruk terkait "solusi dua negara" adalah bahwa jumlah anak muda yang menginginkannya bahkan jumlahnya lebih rendah.
Di Israel, hanya 27% anak berusia 18-24 tahun yang mengatakan mereka mendukung gagasan dua negara.
Sumber: Data populasi untuk permukiman berasal dari Biro Pusat Statistik Israel dan Institut Yerusalem untuk Studi Israel, dikompilasi dalam dataset oleh organisasi Peace Now.
Data tentang tingkat kelahiran berasal dari Biro Pusat Statistik Israel dan Biro Pusat Statistik Palestina. Perkiraan tingkat kelahiran di komunitas permukiman disusun oleh Yinon Cohen, Yosef Hayim Yerushalmi Profesor Israel dan Studi Yahudi di Universitas Columbia.
Data survei tentang sikap terhadap solusi dua negara adalah dari The Palestinian-Israeli Pulse, jajak pendapat bersama yang dilakukan Pusat Palestina untuk Penelitian Kebijakan dan Survei dan Institut Demokrasi Israel dan Pusat Penelitian Perdamaian Tami Steinmetz, Riset Tel Aviv, Universitas Tel Aviv.