Apakah memakai masker wajah memang bisa memperlambat penyebaran virus corona?
Pertanyaan ini akan diuji oleh satu panel ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Panel ini akan menimbang riset yang menguji apakah virus ini bisa terlontar atau terlempar lebih jauh daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Di Amerika Serikat, Gedung Putih akan segera menganjurkan warga Amerika yang tinggal di daerah yang parah terjangkit untuk memakai masker kain atau syal di depan umum.
Presiden Donald Trump mengatakan, "Anjuran ini tidak wajib, bila orang ingin pakai, silakan pakai."
Warga di kota New York, kota terparah di Amerika Serikat, didesak menutup wajah di depan publik tapi tidak memakai masker bedah.
Jumlah kematian di Amerika Serikat paling itdak 6.000 orang.
Satu kajian di Amerika Serikat menyebut virus bisa terlontar sejauh enam meter saat batuk, dan delapan meter saat bersin.
Kepala panel Profesor David Heymann, mengatakan kepada BBC News bahwa riset baru bisa mengarah pada perubahan dalam panduan pemakaian masker.
- Virus corona: Peta dan infografis terkait pasien terinfeksi, meninggal dan sembuh di Indonesia dan dunia
- Mitos-mitos 'pengobatan' virus corona yang harus dihindari
- Perburuan mencari orang pertama yang memicu wabah virus corona
Bekas direktur WHO ini menjelaskan, "WHO sedang membuka diskusi lagi dengan melihat bukti baru apakah perlu ada perubahan dalam panduan penggunaan masker."
Apa panduan memakai masker saat ini?
WHO menyarankan untuk menjaga jarak sekurangnya satu meter dari siapa pun yang batuk dan bersin, untuk menghindar dari risio infeksi.
Mereka mengatakan orang sakit dan bergejala perlu memakai masker.
Namun mereka menyarankan agar orang yang sehat hanya perlu memakainya jika mereka merawat orang yang dicurigai terinfeksi atau mereka sendiri batuk atau bersin-bersin.
WHO menekankan bahwa masker hanya efektif apabila dikombinasikan dengan mencuci tangan secara rutin dan masker itu digunakan dan dibuang sesudah pemakaian.
Dengan kata lain masker mestinya hanya sekali dipakai.
Inggris dan negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat, menyarankan adanya penjarakan sosial atau pembatasan sosial antarmanusia sekurangnya dua meter.
Nasihat ini berdasarkan bukti yang memperlihatkan bahwa virus hanya bisa menulari ketika terbawa dalam cairan yang dibatukkan atau dibersinkan dari tubuh orang yang terinfeksi.
Dengan pengertian ini, kebanyakan cairan tersebut akan menguap atau jatuh ke tanah dekat orang yang mengeluarkannya.
Apa kata riset baru ini?
Peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Cambridge, AS, menggunakan kamera berkecepatan tinggi dan berbagai alat sensor lain untuk mengetahui kecepatan percikan atau cipratan orang yang batuk dan bersin.
- Tips terlindung dari Covid-19 dan mencegah penyebaran sesuai petunjuk WHO
- Virus corona: Negara-negara dan teritori ini belum melaporkan kasus Covid-19
- Virus corona: Jika terkena, seberapa besar tingkat kematian dan peluang kita untuk bertahan hidup?
Mereka menemukan bahwa pernapasan menghasilkan awan gas yang bergerak cepat yang memuat cairan dalam berbagai ukuran.
Awan ini bisa membawa cairan yang terkecil hingga jauh.
Penelitian yang dilakukan di laboratorium ini menemukan bahwa batuk bisa melontarkan awan cairan tersebut hingga enam meter jauhnya dan bersin, bisa mencapai delapan meter.
Apa akibatnya?
Ilmuwan yang memimpin penelitian ini, Profesor Lydia Bourouiba dari MIT, mengatakan ia khawatir dengan konsep “jarak aman” yang saat ini diterapkan.
"Yang kita semburkan ketika bernapas, batuk atau bersih adalah awan gas berkecepatan tinggi yang bisa bergerak jauh, dengan berbagai ukuran cairan di dalamnya dan bisa terbawa ke seluruh ruangan," kata Bourouiba.
"Maka sesuai dengan apa yang telah kami hitung, ukur dan gambarkan secara langsung, anjuran bahwa kita aman ketika berdiri dalam jarak dua meter satu sama lain itu sebenarnya tidak benar," katanya.
Apakah ini akan mengubah panduan dalam pemakaian masker?
Menurut Profesor Bourouiba, dalam situasi tertentu, terutama dalam ruangan yang punya ventilasi buruk, menggunakan masker akan mengurangi risiko.
Misalnya, ketika berhadapan dengan seseorang yang terinfeksi, masker bisa menolong mengalihkan aliran udara dan virus akan menjauh dari mulut Anda.
"Masker yang longgar tidak akan melindungi kita dari kemungkinan menghirup partikel terkecil di udara karena masker seperti itu tidak menyediakan penyaringan," kata Bourouiba.
"Namun masker begini berpeluang untuk mengalihkan arah awan gas yang terlontar dengan kecepatan tinggi ke samping, dan tidak ke depan."
Apa pendapat penasehat WHO?
Menurut Profesor Heymann, riset baru dari MIT dan lembaga lain akan dievaluasi sehubungan kemungkinan bahwa batuk dan bersin bisa melontarkan cairan lebih jauh daripada yang diduga sebelumnya.
Ia mengatakan jika bukti mendukung, maka “mungkin saja memakai masker sama efektifnya dengan atau bahkan lebih efektif daripada menjaga jarak”.
Namun ia menambahkan bahwa masker harus dipakai dengan benar, yaitu menutupi seluruh hidung.
Jika berembun partikel bisa lewat. "Kita harus mencopotnya dengan hati-hati agar tangan tidak terkontaminasi," katanya.
Ia juga menambahkan agar masker digunakan secara konsisten.
"Masker harus dipakai terus-menrus. Tidak bisa kita pakai, lantas kita copot saat merokok atau makan," katanya.
Panel ahli WHO yang dikenal dengan sebutan Strategic and Technical Advisory Group for Infectious Hazards, akan mengadakan pertemuan virtual berikutnya dalam beberapa hari ini.
Juru bicara badan kesehatan di Inggris, Public Health England, mengatakan hanya sedikit saja bukti pengurangan penyebaran karena pemakaian masker di luar rumah sakit.
"Masker wajah harus dipakai dengan benar, diganti secara rutin, dicopot dengan hati-hati dan dibuang dengan aman serta penggunaannya digabung dengan perilaku higienis universal agar bisa efektif,” katanya.
"Riset juga memperlihatkan jika seseorang memakai masker dalam waktu panjang, kepatuhan mereka terhadap perilaku higienis sering menurun."
Apakah negara-negara akan mengubah panduan pemakaian masker?
Penggunaan masker sudah lama populer di negara-negara di Asia, dan kini sedang diteliti oleh lembaga di AS, Centers for Disease Control (CDC), untuk penggunaan umum.
Di Austria, polisi kini memakai masker dan mereka yang berurusan dengan polisi juga harus mengenakannya.
Toserba di sana juga memaksa para pelanggan memakai masker.
Pemandangan yang dulunya jarang di Eropa kini semakin umum terlihat, dan jika ada panduan dari WHO dalam soal itu, perubahan akan semakin cepat terjadi.