Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Kisah Shakuntala Devi, si 'manusia komputer' dan 'jenius matematika' diangkat dalam film Bollywood

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan

Kisah hidup Shakuntala Devi dari India yang jenius matematika dan sering disebut sebagai "manusia komputer", ditayangkan dalam sebuah film baru yang ditayangkan di Amazon Prime Video pada Jumat (31/07).

Aktris Bollywood Vidya Balan, yang memerankan Shakuntala Devi, menggambarkan Shakuntala Devi sebagai "gadis dari sebuah kota kecil di India yang mengejutkan dunia dengan kemampuannya".

Baca Juga:

Keahlian Shakuntala Devi yang memukau membuatnya masuk Guinness Book of World Records dan menjadikannya semacam selebritas.

Dalam cuplikan resmi fim itu, ada adegan Balan bertanya kepada satu ruangan penuh orang apakah dia harus "memberikan jawaban dari kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri" ketika diminta untuk mengalikan dua angka dengan beberapa digit.

Sebuah video dari kehidupan nyata Shakuntala Devi, yang melakukan hal yang sama dalam sebuah wawancara dengan Jaringan Televisi Asia Kanada (ATN) telah ditonton lebih dari setengah juta kali sejak diunggah pada April 2013, ketika dia meninggal pada usia 83 tahun.

Baca Juga:

Balan mengatakan kepada BBC bahwa dia juga telah menonton video itu sambil mempersiapkan perannya.

Dalam video itu, si penanya, yang merupakan seorang siswa jurusan matematika dari sebuah universitas Kanada, mengatakan "akan membutuhkan waktu tiga menit bagi kalkulator untuk memberikan jawabannya" .

Shakuntala Devi melakukannya dalam hitungan detik.

The real Shakuntala Devi Getty Images
Shakuntala Devi mengatakan dia telah berhitung dalam kepalanya sejak usia tiga tahun.

"Dia tidak mengenyam pendidikan formal, tetapi dia dapat melakukan perhitungan paling rumit dalam pikirannya dengan kecepatan yang mencengangkan. Dia lebih cepat daripada komputer tercepat," kata Balan kepada saya melalui telepon dari Mumbai.

Dalam wawancaranya, Shakuntala Devi mengatakan bahwa dia "melakukan perhitungan matematis sejak usia tiga tahun di kepalanya" dan bahwa ayahnya, seorang seniman sirkus, menemukan bakatnya ketika bermain kartu dengannya.

Saat itu, Shakuntala Devi mengalahkan ayahnya, tidak dengan berbuat curang, tapi dengan menghafal kartu.

"Ini hadiah dari dewa, hadiah ilahi," katanya setiap kali diminta untuk menjelaskan keterampilannya dalam matematika yang luar biasa.

Pada usia enam tahun, ia pertama kali memamerkan kemampuannya di kota Mysore di Karnataka, negara bagian selatan tempat ia dilahirkan.

Dia belajar membaca dan menulis sendiri, dan selama puluhan tahun berkelana ke seluruh dunia, melakukan perhitungan mental yang sangat rumit di hadapan audiensi di universitas, teater dan di studio radio dan televisi.

Pada 1950, ketika ia berpartisipasi dalam acara televisi BBC, jawaban yang diberikannya terhadap sebuah pertanyaan berbeda dengan jawaban yang dipegang pemandu acara.

Itu karena, seperti yang dia tunjukkan, ada yang salah dari pertanyaan itu. Dia terbukti benar ketika para ahli memeriksa kembali angka-angkanya.

Pada 1977 di kota Dallas, AS, dia mengalahkan Univac, salah satu komputer super tercepat yang pernah dibuat.

Dan untuk pencatatan rekor Guinness Book pada 1982, ia mengalikan dua angka 13 digit, yang dipilih secara acak oleh komputer di depan 1.000 penonton di Imperial College of Science and Technology di London.

Dia menghabiskan waktu 28 detik, termasuk waktu untuk membaca jawaban yang terdiri dari 26 digit.

Balan mengatakan bahwa selain jenius matematika, Shakuntala Devi juga memiliki karier alternatif sebagai ahli astrologi.

Dia menulis buku-buku tentang astrologi, masakan, matematika, dan kriminalitas.

Dia juga menulis sebuah buku yang menyerukan dekriminalisasi homoseksualitas yang pada tahun 1970-an merupakan masalah besar, tidak hanya di India tetapi di sebagian besar dunia.

"Dia adalah banyak hal. Dia menjalani kehidupan dengan caranya sendiri, dia tidak takut, tak pernah menyesal, dan bayangkan hal itu terjadi 50 tahun yang lalu."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Balan mengatakan dua tahun yang lalu ketika sutradara Anu Menon bertemu dengannya dan mengatakan, "Saya mendengar semua pasang surut dalam kehidupan Shakuntala Devi, dan saya berkata, 'Ya Tuhan!' Ini adalah sebuah film yang menunggu untuk dibuat ".

Dia mempersiapkan perannya di film itu dengan menonton banyak video mengenai Shakuntala Devi, membaca semua artikel yang telah diterbitkan tentangnya, dan memperoleh informasi dari Anupama Banerji—satu-satunya putri Shakuntala Devi yang tinggal di London bersama keluarganya.

"Itu semua memberi saya pandangan sekilas ke dalam hidupnya. Yang benar-benar membuat saya kagum adalah Anda biasanya tidak mengaitkan orang yang menyenangkan dengan matematika. Namun, dia benar-benar mengubah persepsi itu di kepalanya.

"Dia bermain dengan angka-angka, kamu bisa melihat semacam kegembiraan ketika dia mengerjakan soal matematika, dia menikmati pertunjukan. Itu semua sangat tidak biasa bagi seorang ahli matematika karena matematika umumnya dianggap sebagai subjek yang membosankan dan kering."

Membosankan dan kering bukanlah kata-kata yang biasanya dikaitkan dengan Shakuntala Devi.

Dalam sebuah studi tahun 1990, Arthur R Jensen, seorang peneliti kecerdasan manusia di University of California, Berkeley, menggambarkannya sebagai orang yang "sigap, ekstravert, ramah, dan pandai berbicara".

Namun terlepas dari kegembiraannya, ia memiliki "ketidakbahagiaan yang mendalam", kata wartawan, pembuat film, dan mantan anggota parlemen Pritish Nandy.

"Beberapa di antaranya bersifat pribadi," katanya kepada BBC, "tetapi yang paling utama adalah karena dia memiliki keterampilan, tapi tak bisa menghasilkan uang dari itu."

Dalam sejumlah wawancara, Shakuntala Devi berbicara tentang bagaimana sebagai anak ajaib dia sering ditekan untuk mendapatkan uang sebagai pencari nafkah tunggal bagi keluarganya.

Hal itu berlanjut hingga ia berkeluarga sendiri karena pernikahannya dengan seorang pria gay, yang menyembunyikan orientasi seksualnya.

Nandy, yang merupakan salah satu editor terkemuka India pada 1980-an, mengatakan Shakuntala Devi mengunjunginya setiap kali dia di Mumbai dan dia mengenalnya dengan baik.

"Dia tidak tahu dari mana bakatnya berasal," katanya. "Saya selalu bertanya padanya, 'Bisakah kamu menyelidiki jauh ke dalam kepalamu dan mencari tahu bagaimana kamu melakukannya?' Dan dia selalu berkata, '[Keterampilan] itu datang kepada saya secara alami'.

"Dia tidak tahu mengapa dia brilian. Yang tragis adalah tidak ada orang lain yang tertarik untuk mencari tahu juga."

Nandy mengatakan Shakuntala Devi khawatir dia tidak dapat menghasilkan uang dari keterampilannya yang luar biasa.

"Menjadi seorang jenius tidak selalu membantu, dia selalu mengeluh bahwa dia tidak mendapatkan terlalu banyak tawaran pertunjukan. Tetapi pada saat itu, bakatnya dipandang sebagai pertunjukan yang aneh, bukan sebagai keterampilan," katanya.

"Dia tak tahu apa yang harus dilakukan, jagoan angka-angka itu terlupakan. Dia kehilangan sedikit kepercayaan dirinya. Dia berkutat pada astrologi dan dia berjuang untuk mencari nafkah. Dia mencoba melakukan seratus hal lain, termasuk bertarung pemilihan parlemen, tetapi tidak ada yang banyak berpengaruh. "

Biografi Bollywood biasanya berakhir menjadi hagiografi (biografi yang menguduskan tokohnya), tetapi Balan berjanji film ini berbeda.

Dia tidak ingin terlalu banyak membeberkan plotnya, tetapi mengatakan film itu "menampilkan semua aspek tokoh, bahkan hal-hal buruk yang ada".

"Mereka yang jenius bukanlah manusia yang sempurna, itulah keindahan hidup, dan itulah keindahan film ini. Semua orang mengalami pasang surut dalam hidup, itu bukan hanya terjadi pada mereka yang kurang beruntung. Itulah yang membuat film biografi ini menjadi film yang utuh."

Balan mengatakan dia berharap film ini akan menghibur orang-orang pada saat banyak orang terjebak di rumah karena pandemi.

"Saya juga berharap film ini membawa perubahan dalam cara kita mengajar matematika, membuatnya lebih menarik, menghilangkan rasa takut akan matematika, dan menginspirasi lebih banyak orang untuk mempelajarinya."

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada