Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

China membangun tentara super, yang tahan sakit dan tak punya rasa takut, mitos atau realita?

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Konsep tentara super Getty Images
Penggambaran tentara super.

China dilaporkan sedang membangun tentara generasi mendatang dengan kemampuan ala tokoh-tokoh pahlawan super di buku-buku komik.

Setidaknya itulah analisis badan intelijen Amerika Serikat.

Baca Juga:

Tapi apakah tentara super -- dengan kemampuan di atas manusia biasa seperti kita -- memang bisa diciptakan?

Sebenarnya tak hanya China yang punya ambisi memiliki tentara super.

Pada 2014, presiden Amerika Serikat ketika itu, Barack Obama, kepada para wartawan mengatakan, "Yang akan saya umumkan adalah, kami akan membangun Iron Man."

Baca Juga:

Hadirin tertawa, padahal Obama sedang tidak bercanda.

AS sudah memulai mengembangkan seragam pelindung canggih bagi personel militer yang disebut Tactical Assault Light Operator Suit, disingkat Talos.

Promosi video memperlihatkan baju Talos ini mementalkan peluru yang ditembakkan oleh musuh.

Tapi proyek Iron Man tak berlanjut. Setelah lima tahun, ambisi membuat seragam antipeluru dihentikan.

Meski demikian, para pengembang masih berharap komponen-komponen seragam yang bisa mementalkan peluru ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tempur.

Konsep seragam militer Talos yang bisa mementalkan peluru. USSOCOM
Konsep seragam militer Talos yang bisa mementalkan peluru.

Seragam hanya satu dari sekian banyak aspek kemiliteran yang menjadi objek penelitian dan pengembangan.

Di dunia militer -- sama halnya dengan bidang-bidang lain -- orang berusaha untuk mengeksplorasi dan mengembangkan teknologi agar bisa lebih maju atau unggul.

Dan praktik ini sudah dimulai sejak zaman dulu.

Di era modern, unggul tak selalu terkait dengan persenjataan, tapi juga mengubah individu agar memiliki fitur tentara unggulan atau tentara super.

Pada 2017, Presiden Rusia Vladimir Putin, memperingatkan bahwa "manusia mungkin tidak lama lagi akan membuat sesuatu yang jauh lebih buruk dari bom nuklir".

Putin mengatakan manusia "bisa membangun tentara yang bertempur tanpa rasa takut, tanpa penyesalan dan tanpa merasakan sakit".

Kembali ke China, mantan direktur badan intelijen nasional (DNI), John Ratcliffe, secara terang-terangan menuduh China sedang "membangun tentara dengan kemampuan di atas manusia normal".

"China melakukan percobaan terhadap anggota Tentara Pembebasan Rakyat dengan harapan mengembangkan tentara dengan kemampuan biologis yang jauh lebih andal. Dalam ambisi ini, Beijing tak mempedulikan hal-hal yang bersifat etis," kata Ratcliffe dalam tulisan di The Wall Street Journal.

Pemerintah di Beijing menggambarkan tulisan Ratcliffe sebagai "tak lebih dari kebohongan semata".

Antara ambisi dan realitas

Tentu banyak yang berambisi punya tentara super, tentara yang tahan sakit, tahan suhu dingin atau tetap bugar meski tak tidur.

Tapi, seperti terlihat dalam proyek Iron Man yang dikembangkan AS, kendala praktis sering kali membuat program militer tak bisa diwujudkan sesuai harapan.

Pada 2019, terbit tulisan akademis soal militer China "yang aktif mengeksplorasi teknik modifikasi genetika untuk membangun tentara super".

Disebutkan pula China "mengeksplorasi kemungkinan mengembangkan seragam canggih dan kolaborasi antara manusia dan mesin".

Tentara PA Media
Penelitian genetika diharapkan bisa membuat tentara tahan di kondisi ekstrem.

Tulisan ini disusun sebagian besar mendasarkan pada pendapat pakar strategi China.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, salah seorang penulis artikel tersebut, Elsa Kania, juga mengungkap hal lain.

"Memang penting mendiskusikan mengapa militer China membahas dan ingin mewujudkan ambisi mereka, tapi penting juga untuk mengakui kesenjangan antara ambisi dan kemampuan teknologi mereka secara riil," kata Kania.

Ia menjelaskan militer di seluruh dunia punya ketertarikan yang besar soal kemungkinan manusia membangun tentara super.

Namun pada akhirnya semua tersadarkan oleh kenyataan bahwa sains juga punya keterbatasan, yang membuat ambisi membangun tentara super, tak bisa diwujudkan.

Dr Helen O'Neill, pakar genetika molekuler dari University College London, Inggris, berpendapat pertanyaanya bukan soal apakah pengembangangan tentara super dimungkinkan atau tidak, tapi lebih ke apakah para saintis mau menggunakan teknologi yang tersedia.

Ia mengatakan teknologi yang dimaksud, penyuntingan genom dan kombinasinya dengan metode reproduksi berbantu (assisted reproduction), sudah semakin sering diterapkan di bidang transgenik dan pertanian.

"Namun untuk saat ini penerapannya pada manusia masih dianggap tidak etis," kata O'Neill.

Pada 2018, saintis China, He Jiankui, mengeluarkan pengakuan mengejutkan bahwa "ia berhasil mengubah DNA pada embrio dua gadis kembar agar mereka tak tertular HIV".

Mesin Fonds de dotation Clinatec
Para ilmuwan sudah mengembangkan mesin atau alat yang bisa dikenakan dan dikontrol dengan pikiran.

Pengakuannya memicu kemarahan.

Penyuntingan DNA dilarang di banyak negara, termasuk China. Biasanya dibolehkan dalam situasi khusus dan hanya dibatasi untuk embrio hasil bayi tabung yang gagal. Masih ada persyaratan lain, embrio tersebut dihancurkan dan tak dipakai untuk membuat bayi.

He Jiankui membela diri namun ia kemudian dipenjara karena melanggar larangan pemerintah.

Pengakuan He Jiankui memicu perdebatan. Ada yang setuju dan tentu saja ada yang tidak.

Ada yang berpandangan, apa yang dilakukan He Jiankui, selain melindungi gadis kembar dari HIV, tekniknya juga bisa meningkatkan kemampuan kognitif.

He Jiankui menggunakan teknologi CRISPR untuk menciptakan gadis kembar yang ia katakan "mengalami penyuntingan DNA agar tak terkena HIV". Metode CRISPR ini menjanjikan bisa menyembuhkan penyakit bawaan.

Tapi apakah metode ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan militer? Apakah penyuntingan genetika bisa dipakai untuk membangun tentara dengan otot lebih kuat atau bisa bernafas normal di ketinggian?

Peneliti genetika di Francis Crick Institute, London, Christophe Galichet mengatakan dalam praktiknya tidak akan mudah.

Ia mengatakan ada batasan-batasan. Penyuntingan gen, katanya, mungkin bisa membuat otot seseorang lebih kuat, tapi juga bisa menyebabkan munculnya kanker pada diri individu tersebut.

Ia juga mengatakan efek perubahan galur gen akan diturunkan ke generasi berikutnya.

O'Neill mengatakan China sudah melangkah jauh di bidang penelitian genetika dan mungkin saja negara-negara lain akan segera tertinggal.

Ia berpendapat banyak pihak yang terlalu fokus dengan debat tentang etika, bukan soal realita perkembangan di lapangan.

"Mestinya kita lebih banyak menghabiskan waktu dan tenaga soal risiko dan penerapan teknologi ... dengan begitu kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik. [Cepat atau lambat] orang akan menggunakan teknologi ini," kata O'Neill.

"Hanya dengan terus melakukan penelitian kita akan paham di titik mana [teknologi] ini bisa merugikan," katanya.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada