Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Afghanistan: AS akui serangan drone mereka tewaskan warga sipil, tujuh di antaranya anak-anak

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Afganistan BBC
Situasi usai serangan pesawat tak berawak di ibu kota Afghanistan, Kabul, akhir Agustus lalu.

Pemerintah Amerika Serikat mengakui bahwa serangan pesawat tak berawak (drone) mereka menewaskan 10 warga sipil di ibu kota Afganistan, Kabul.

Serangan itu terjadi pada 29 Agustus lalu atau dua hari sebelum tenggat penarikan pasukan AS dari Afghanistan.

Baca Juga:

Serangan itu menewaskan seorang pekerja bantuan sosial bernama Zamairi Akmadhi dan sembilan anggota keluarganya, termasuk tujuh anak. Anak bungsunya, Sumaya, baru berusia dua tahun.

Data ini merupakan temuan dalam investigasi yang dilakukan Komando Pusat AS.

Serangan mematikan itu terjadi beberapa hari setelah serangan teror di bandara Kabul, di tengah upaya evakuasi usai Taliban kembali menguasai Afghanistan.

Baca Juga:

Sebelum serangan itu, badan intelijen AS melacak mobil Zamairi selama delapan jam. Mereka meyakini laki-laki itu berkaitan dengan ISIS-K, kelompok simpatisan ISIS di Afghanistan.

Klaim itu dikatakan pimpinan Komando Pusat AS, Jenderal Kenneth McKenzie.

Mobil Zamairi, kata McKenzie, terlihat di sebuah kompleks yang terkait dengan ISIS-K. Gerakannya selaras dengan data intelijen soal rencana kelompok ISIS-K untuk menyerang bandara Kabul.

Pada satu titik, drone pengintai AS melihat sejumlah orang memuat barang yang tampak seperti bahan peledak ke bagasi mobil.

Namun setelah serangan itu baru diketahui bahwa barang itu adalah wadah air.

McKenzie menyebut serangan itu sebagai kesalahan tragis. Dia berkata, Taliban tidak terlibat dalam intelijen yang menyebabkan serangan itu.

Serangan drone AS terjadi ketika Zamairi berhenti di jalan masuk rumahnya yang berjarak tiga kilometer dari bandara Kabul.

Ledakan itu memicu ledakan lain, yang awalnya diklaim AS sebagai bukti bahwa mobil itu memang membawa bahan peledak.

Namun penyelidikan telah menemukan kemungkinan besar disebabkan oleh tangki gas propana di jalan raya.

Kerabat para korban, sehari setelah serangan tersebut, mengajukan permohonan untuk dievakuasi ke AS. Kepada BBC, mereka berkata telah menunggu panggilan telepon yang memberitahu mereka untuk pergi ke bandara.

Salah satu dari mereka yang tewas, Ahmad Naser, pernah menjadi penerjemah pasukan AS.

Korban lainnya pernah bekerja untuk organisasi internasional dan memegang visa yang memungkinkan mereka masuk ke AS.



Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Analisis Barbara Plett-Usher, Koresponden BBC di Kementerian Luar Negeri AS

Konsekuensi mengerikan dari salah perhitungan militer AS menimbulkan tanda tanya tentang keakuratan operasi kontra-terorisme di Afghanistan pada masa depan, tanpa kehadiran AS di lapangan.

Namun lebih dari itu, malapetaka ini mengungkap hal mengerikan tentang korban manusia akibat serangan udara dalam perang yang selama 20 tahun terakhir.

Bahwa petaka serangan drone ini terjadi tepat ketika Amerika mengakhiri pendudukan 20 tahun mereka menyisakan noda lebih gelap pada penarikan pasukan AS yang kacau.

Meski begitu, bagi sebagian orang di Afghanistan, ini adalah contoh nyata dari bahaya perang pesawat tak berawak yang masih berlangsung.


Ketika AS mulai menarik pasukannya dari Afghanistan, Taliban berhasil menguasai negara itu dalam waktu sekitar dua minggu dalam serangan secepat kilat.

Presiden Ashraf Ghani melarikan diri ke Uni Emirat Arab, lalu Kabul dikuasai Taliban pada 15 Agustus.

Ini memicu upaya evakuasi massal dari AS dan sekutunya, ketika ribuan orang mencoba melarikan diri.

Banyak dari mereka adalah warga negara asing atau warga Afghanistan yang pernah bekerja untuk pemerintah asing.

Akhir bulan lalu terjadi kepanikan dan kekacauan di bandara Kabul. Beberapa orang jatuh hingga tewas, setelah mencoba berpegangan pada sisi pesawat militer AS yang sudah lepas landas.

Situasi keamanan di Kabul sempat semakin meningkat setelah seorang pembom bunuh diri menewaskan hingga 170 warga sipil dan 13 tentara AS di luar bandara pada 26 Agustus.

ISIS-K membuat klaim bahwa mereka adalah pihak yang bertanggung jawab atas serangan itu.

Banyak dari mereka yang tewas sempat berharap untuk naik ke salah satu penerbangan evakuasi yang meninggalkan Kabul.

Tentara AS terakhir meninggalkan Afghanistan pada 31 Agustus lalu. Itu adalah batas waktu yang ditetapkan Presiden AS Joe Biden untuk menarik pasukannya.

Lebih dari 124.000 orang asing dan warga Afghanistan diterbangkan ke luar negeri sebelum batas waktu tersebut.

Namun beberapa orang gagal keluar tepat waktu dari Afghanistan. Upaya evakuasi lanjutan kini masih terus berlangsung.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada