Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Afghanistan: Krisis kemanusiaan, keluarga menjual bayi demi sesuap nasi, hampir setengah penduduk terancam kelaparan

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Pengungsi di Kandahar yang menanti bantuan. EPA
Pengungsi di Kandahar yang menanti bantuan.

Program Pangan Dunia PBB (WFP) memperingatkan jutaan warga Afghanistan akan menghadapi kelaparan pada musim dingin langkah kongkrit untuk membantu perlu segera diambil.

Lebih dari setengah populasi - sekitar 22,8 juta orang - menghadapi kerawanan pangan akut, sementara 3,2 juta anak balita dapat mengalami kekurangan gizi parah, kata WFP.

Baca Juga:

"Afghanistan saat ini merupakan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia, jika bukan yang terburuk," kata David Beasley, direktur eksekutif WFP.

"Kami menghitung hari menuju bencana," katanya.

Afghanistan jatuh ke tangan Taliban pada Agustus setelah Amerika Serikat menarik pasukan terakhirnya dan para militan segera mengambil alih negara itu.

Baca Juga:

Pengambilalihan ini memperparah situasi ekonomi yang telah rapuh dan amat bergantung pada bantuan asing.

Negara-negara Barat menghentikan bantuan, sementara Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional juga menghentikan penyaluran dana.

Sebuah negara dianggap bergantung pada bantuan asing ketika 10% atau lebih dari produk domestik brutonya berasal dari bantuan asing. Dalam kasus Afghanistan, sekitar 40% dari PDB adalah bantuan internasional, menurut Bank Dunia.

Baca juga:

Setelah Taliban berkuasa, berbagai dana internasional dibekukan, situasi ekonominya semakin memburuk.

Keluarga terpaksa menjual bayi

Satu juta anak berisiko kelaparan dan sejumlah keluarga mengatakan kepada BBC bahwa mereka terpaksa menjual bayi mereka demi sesuap nasi.

Perwakilan Organisasi Pangan Dunia PBB, Richard Trenchard, mengatakan situasinya sangat mengerikan.

Anak-anak Afghanistan yang mengungsi dari bagian lain negara itu menetap di kamp sementara di Kabul. EPA
Anak-anak Afghanistan yang mengungsi dari bagian lain negara itu menetap di kamp sementara di Kabul.

"Angka terakhir mengindikasikan bahwa hampir 50%, artinya satu dari dua orang Afghanistan mengalami kerawanan pangan. Artinya mereka kelaparan setiap hari. Yang kami saksikan dalam sebulan terakhir adalah jumlah orang yang kelaparan naik 37, hampir 40%, dibandingkan April tahun ini.

Jalan ke depannya sangat sangat mengkhawatirkan mendekati akhir tahun ini, dan tahun depan Afghanistan akan berada dalam krisis atau keadaan darurat atau risiko krisis kemanusiaan luar biasa," papar Richard.

Badan bantuan memperingatkan penduduk memerlukan bantuan makanan dan medis secara cepat. Getty Images
Badan bantuan memperingatkan penduduk memerlukan bantuan makanan dan medis secara cepat.

Banyak orang Afghanistan sekarang menjual barang-barang mereka untuk membeli makanan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah Taliban dilarang mengakses aset luar negeri, karena banyak negara-negara sedang mempertimbangkan bagaimana membangun kesepatakan dengan kelompok garis keras tersebut. Hal ini mengakibatkan gaji pegawai negeri dan pekerja lainnya terhenti.

"Sudah lebih dari lima bulan sejak saya menerima gaji saya," kata seorang guru di Herat kepada BBC.

"Hidup sangat sulit. Saya menjual apa pun di rumah. Kami menjual hewan kami, menebang pohon kami untuk menjual kayu."

"Orang-orang miskin di sini," kata seorang pria di Kandahar. "Kemarin saya melihat seorang perempuan yang mengunjungi tempat pembuangan sampah di sebuah hotel lokal, mengumpulkan sisa-sisa makanan.

Anak-anak Afghanistan mencaari kerja di pinggir jalan di Kabul. EPA
Anak-anak Afghanistan mencaari kerja di pinggir jalan di Kabul.

Saya bertanya kepadanya mengapa dia melakukan itu dan dia mengatakan bahwa dia tidak punya solusi lain, dia berusaha mencari makanan untuknya dan anak-anaknya."

WFP memperingatkan bahwa badai salju pada musim dingin meningkatkan risiko semakin terisolasinya warga Afghanistan yang bergantung pada bantuan.

Dan untuk pertama kalinya di Afghanistan, penduduk di kota merasakan dampak kerawanan pangan pada tingkat yang sama seperti masyarakat pedesaan, kata organisasi itu.

Tentara Taliban pada 11 September 2021. Reuters
Tentara Taliban di kota Herat.

"Penting bagi kami untuk bertindak secara efektif dan efisien untuk mempercepat dan meningkatkan pengiriman ke Afghanistan sebelum musim salju melanda sebagian besar negara itu, dengan jutaan orang - termasuk petani, perempuan, anak kecil dan orang tua - kelaparan ketika musim dingin," kata QU Dongyu, direktur Organisasi Pangan Dunia (FAO) PBB.

Pada bulan September, WFP memperingatkan bahwa hanya lima persen keluarga Afghanistan yang mendapat cukup makan setiap hari. Bahan-bahan pokok seperti minyak goreng dan gandum mengalami kenaikan harga.

Pada bulan Oktober, organisasi tersebut memperingatkan bahwa jutaan anak berisiko meninggal akibat kekurangan gizi akut tanpa pengobatan.

Pada bulan September, lebih dari US$1 miliar (Rp14,1 triliun) telah dijanjikan oleh komunitas internasional pada sebuah konferensi di Jenewa untuk membantu warga Afghanistan dan sepertiga dana itu akan disumbangkan melalui WFP.

Tetapi menurut WFP pada hari Senin (25/10), program bantuan kemanusiaan PBB itu baru mencapai sepertiga kebutuhan dananya.

Organisasi tersebut mengatakan bahwa mereka membutuhkan US$220 juta dollar (Rp3,1 triliun) per bulan untuk tetap beroperasi, dan menyebut komitmen keuangan saat ini ibarat "tetesan air di samudera".

Krisis pangan di Afghanistan diperparah dengan terjadinya kekurangan air dan musim kemarau yang parah - sudah kali kedua dalam empat tahun.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada