Data

Ancaman Tarif Trump terhadap Pertumbuhan Ekonomi Global

11 April 2025 | 20.55 WIB

https://statik.tempo.co/data/2025/04/11/id_1390990/1390990_720.jpg
Perbesar

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor bagi barang-barang dari 185 negara yang masuk ke wilayah Amerika Serikat dalam momen yang disebutnya sebagai ‘Hari Pembebasan’ pada Rabu, 2 April 2025. Tarif yang berlaku untuk setiap negara bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 50 persen. Kebijakan proteksionis tersebut diperkirakan dapat mengancam stabilitas perekonomian dunia. Bank sentral Inggris, Bank of England, menyebut pengumuman tarif resiprokal AS semakin meningkatkan ketidakpastian global, dan memperbesar risiko bagi pertumbuhan ekonomi global.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Dokumen World Economic Outlook Update yang dirilis Dana Moneter Internasional (IMF) pada Januari 2025 memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 mencapai 3,3 persen. Angka tersebut naik 0,1 persen dari estimasi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IMF memperkirakan beberapa negara berkembang akan mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, seperti Sudan Selatan, Guyana, dan Libya. Tiga negara tersebut diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing 27,2 persen; 14,4 persen; dan 13,7 persen.

Tiga negara tersebut menurut Visual Capitalist menggantungkan perekonomian mereka pada komoditas minyak bumi. Alhasil, pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut sangat rentan terhadap perubahan harga komoditas.

Tiga negara tersebut juga termasuk dalam daftar 185 negara yang dikenakan tarif resiprokal AS. Sudan Selatan mendapat tarif 10 persen, sedangkan Guyana 38 persen, dan Libya 31 persen. Belum ada estimasi resmi dari IMF bagaimana kebijakan tarif Trump dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi seluruh negara, termasuk yang diprediksi melebihi 6 persen.

Analisis Al Jazeera menyebutkan, harga minyak bumi turun 7 persen usai pengumuman tarif tersebut. Harga minyak biasanya menurun saat resesi karena permintaan yang menurun dan ketakutan terhadap resesi yang ditimbulkan perang dagang dua kekuatan ekonomi dunia: AS dan Cina.

Faisal Javier

Faisal Javier

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum